2.1

2.8K 563 56
                                    

"Tidak!"



Seonho terlonjak ketika Hyungseob dengan tiba-tiba berteriak. Piring yang ada di pegangannya hampir saja jatuh.



"Seonho-ya, berhentilah bertanya. Aku tidak akan melupakan Woojin. Sampai kapan pun."



Senyum tulus hanya bisa Seonho beri sebagai balasan, "baiklah, lanjutkan makanmu, Hyung."



"Tidak, aku kenyang," Hyungseob menjawab asal ketika Seonho mulai menyendokkan makanannya lagi.



"Hyung, kau baru makan sesuap."



"AKU BILANG TIDAK!"



"Hyungseob-ah, berhenti membentak Seonho!"



Guanlin datang tiba-tiba, membawa parsel buah di tangan kanannya. Ia terlihat kesal, terlebih melihat mata Seonho yang mulai berair.



"Aku tidak apa--"



"Kau boleh sedih, tapi ingatlah, Seonho sahabatmu. Dia yang meluangkan waktunya untuk mengurusmu setiap hari," Guanlin mencoba tenang, "dan apakah kau tahu? Semua pekerjaan kantor yang kau tinggalkan, kini menjadi pekerjaannya. Lihat, lingkar hitam di sekeliling matanya kini semakin jelas.



Hyungseob menangis, lagi. Seonho di dekatnya hanya dapat mengusap lembut punggungnya, menenangkan.



"Jangan terus menangis. Cobalah keluar dan nikmati hidupmu seperti dulu," Guanlin berkata sembari meletakkan parsel yang ia bawa di meja.



"Guanlin Hyung, jangan--"



"...jangan sia-siakan hidupmu hanya untuk memikirkan orang yang bahkan entah masih ingat padamu atau tidak."



Blam



Guanlin menghilang bersamaan dengan pintu yang tertutup. Tangis Hyungseob semakin kencang, membuat Seonho tidak dapat berbuat apapun kecuali terus menenangkannya.



"Apakah aku begitu menyedihkan, Seonho-ya?"



Seonho menggeleng cepat, "tidak. Tidak, Hyung."

Boss? +jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang