1.6

3.2K 820 115
                                    

Alunan musik klasik terdengar pelan dari piringan hitam di pojok ruangan. Hawa dingin menyelimuti sejak Hyungseob menapakkan kakinya di ruangan seluas tiga kali lipat dari ruangan kerjanya sendiri. Oh, bayangkan saja, tiga kali lipat ruangan kerjanya hanya digunakan untuk satu orang.

"Apa yang perlu kita diskusikan mengenai pemasaran, Woojin-ssi? Apakah ada suatu masalah?" Hyungseob bertanya to the point pada Woojin yang sudah duduk di sofa mewah tak jauh dari meja kerjanya.

"Hei, kemarilah," Woojin berdiri dan menuntun Hyungseob untuk duduk di sampingnya, "tidak ada masalah apapun. Kau mengoordinir tim dengan baik."

"Lalu, kedatanganku kemari untuk apa?"

"Aku hanya merindukanmu," Woojin menggenggam tangan Hyungseob, "bayangkan saja, ruangan sebesar ini hanya dipenuhi irama musik klasik yang bahkan sudah terekam jelas di otakku. Lebih baik mendengar celotehanmu yang entah kenapa selalu ingin kudengar."

"Ah, aku mengerti, Woojin-ssi. Baiklah, aku akan lanjut bekerja."

Tangan Hyungseob tertahan sebelum ia benar-benar bangkit untuk pergi. Woojin menatapnya lekat.

"Bersikaplah biasa saja ketika kita berdua."

Hyungseob menggeleng, "tidak, cctv itu sedang merekam kita," katanya berbisik sembari menunjuk cctv di dekat pintu dengan matanya.

Woojin terkekeh sebagai respon, sangat gemas dengan kepolosan Hyungseob.

"Dengar, ini ruanganku dan aku berhak melakukan apapun, termasuk mematikan cctv itu."

Hyungseob membulatkan matanya, "ja-jadi, itu adalah cctv mati?! Woojin-ah, kau benar-benar!" Hyungseob memukuli pelan lengan Woojin.

"Aku sudah memperhitungkan sebelumnya, Baby," Woojin mengikis jarak di antara mereka, "popo?"

Hyungseob tersenyum dan mengangguk pelan. Ia mendekatkan wajahnya ke arah Woojin, namun,

Krek


Hyungseob dan Woojin refleks menjauhkan diri beberapa senti ketika pintu terbuka perlahan. Menampilkan Jihoon di sana.

"Bisakah mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk ke ruanganku, Jihoon-ssi?"

Jihoon memandang Hyungseob dan Woojin bergantian.

"Aku minta maaf," katanya sambil menunduk, "aku pikir ruangan ini masih kosong."

"Lalu, ada apa kau kemari?"

Hyungseob berdiri, "saya permisi dulu, Woojin-ssi. Silakan lanjutkan urusan kalian."

"Um, ya, Hyungseob-ssi. Lain kali kita diskusikan lagi."

Hyungseob mengangguk sebelum benar-benar pergi meninggalkan ruangan Woojin dan berbalik ke ruangannya sendiri.







"Hyungseob-ssi!"

Belum sampai setengah jalan, terdengar suara memanggil. Ia berbalik dan mendapati Jihoon berlari ke arahnya.

"Ada apa?"

"Apa kau sudah benar-benar mengerti jika aku menyukai Woojin-ssi?"

Hyungseob mengangguk lemah, hatinya tiba-tiba sakit.

Jihoon melanjutkan, "kau tidak akan merebutnya dariku, bukan?"

Hyungseob diam. Kenapa tiba-tiba seperti ini?

"Maksudmu?"

"Yah, sepertinya aku sudah terobsesi," Jihoon mengusap leher belakangnya, "aku akan melakukan apapun untuk mendapatkannya, termasuk menyingkirkan orang-orang yang akan merebutnya dariku."

"La-lalu, kenapa kau menganggapku akan merebutnya darimu?"

"Setelah masuk ke ruangannya tadi, hal pertama yang aku lihat adalah kalian berdua yang duduk dalam satu sofa! Huh, aku benar-benar hampir hilang kendali, padahal sofa di sana ada banyak, tapi kenapa kau duduk tepat di sampingnya?"

Hyungseob tersenyum kecut, "tidak ada alasan spesial, kami hanya sedang berdiskusi tentang pemasaran."

"Ah, kau benar. Aku percaya kau tidak akan melakukannya," Jihoon tersenyum cerah, "oh, aku akan mengatakannya padamu untuk yang pertama kali. Aku akan melakukan hal gila agar Woojin-ssi dapat menatap padaku!"

"Hal gi-gila?! Se-seperti apa?"

"Kau akan mengetahuinya nanti. Sampai jumpa!"

Hyungseob menatap nanar kepergian Jihoon. Apakah yang akan Jihoon lakukan pada Woojinnya?




{···}




"Seonho-ya! Ayo berangkat!"

Seonho segera mengemasi pekerjaannya setelah mendengar intrupsi dari Hyungseob. Mereka sudah siap untuk makan siang, ditambah bertemu dengan Guanlin tentunya.








"Hyung, tapi apa aku tidak mengganggu?" Seonho tiba-tiba bertanya ketika mereka berdua telah memasuki cafe. Perasaannya menjadi tidak enak.

"Tenang saja, temanku baik."







"Hyungseob!"

Suara berat memanggilnya. Membuat Hyungseob segera menggandeng Seonho mendekat ke sumber suara.

"Kau sudah menunggu lama?" tanyanya setelah mendudukkan tubuhnya di depan Guanlin, tepat di sebelah kanan Seonho.

"Ya, belum terlalu lama," Guanlin mengalihkan pandangannya, menatap Seonho, "dan siapa dia?"



{···}




Author note :
Aku tidak tahu seberapa sulitnya memencet tombol bintang. Terlalu banyak silent readers di ffku ini.

Boss? +jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang