Bab 19

42 2 1
                                    

"...bagaimana kalau aku mati? Kau mau menanggung biaya pemakamanku?"

"Diamlah!"

"Kau yang diam! Seharusnya kau berterima kasih karena aku tidak mengadukan hal ini ke Mama." Teriak adikku. Sesampainya aku di rumah, dia langsung menarikku ke kamarnya.

"Aku tidak akan melakukan itu kalau kau tidak: Satu, menyelinap ke kamarku, Dua, memiliki titik titik lemah tersebut. Memang apa yang terjadi di perkemahan gunung saat itu?" aku balas berteriak.

Selama sesaat wajahnya terlihat panik, tapi dia tidak menjawab. Dia bergerak perlahan ke laci nya. "Keluar!"

Aku keluar tanpa protes.

Apa apa an itu? Tadi dia marah marah, lalu tiba tiba menyuruhku keluar. Pikirku.

Adikku berubah hampir 180 derajat sejak dia menjalani perkemahan sekolah di sebuah gunung. Dia jadi lebih pemarah. Beberapa bagian tubuhnya jadi sangat lemah, dan hanya aku yang tahu tentang itu. Tapi seolah untuk mengganti sebagaian tubuhnya yang melemah, bagian tubuhnya yang lain jadi sangat kuat. Suatu malam, dia tidak sengaja memukul ulu hati ku saat tidur. Aku menghabiskan malam itu dengan mengerang kesakitan. Jelas sesuatu telah terjadi pada nya.

***

Setelah berganti baju dan makan siang, Aku segera menyiapkan sepeda. Aku tidak mungkin langsung lepas landas di depan rumah.

Setelah bersepeda beberapa meter dan menyembunyikan sepedaku di sebuah gang buntu. Api segera menyelimuti tangan dan kakiku. Sesudah memastikan tidak ada yang melihat, tangan dan kakiku segera menyemburkan api.

Wow. Aku sudah pernah melakukan ini. Tapi ini masih terasa keren sampai sekarang. Pikirku.

Setelah menyeimbangkan diri beberapa kali, aku segera terbang ke atas awan dan meninggalkan daratan Surabaya.

***

Sekarang aku tahu kenapa Xiao Long menyuruhku terbang ke sana hanya pada malam hari. Karena respon orang orang saat melihat ku terbang dengan tubuh terbakar macam macam:
1. Pria dewasa: melempariku dengan benda yang mereka pegang.
2. Ibu ibu: menjerit jerit atau pingsan.
3. Anak remaja: tidak peduli, merekamku.
4. Anak anak: tertawa.
5. Manula: ter kekeh kekeh, mati, pingsan, dsb.

Untungnya aku terbang cepat dan saat itu sore hari, sehingga kebanyakan orang mengira mereka berkhayal karena terlalu lelah. Untuk remaja yang merekamku, aku mengalihkan perhatian mereka saat merekamku dengan cara menggunduli kepala mereka, if you know what i mean.

Tapi semahir apapun aku terbang, satu hal yang pasti aku tidak bisa menge rem. Kemarin malam aku terbang sangat cepat hingga memecahkan jendela kamarku. Aku menghabiskan malam itu dengan membeli dan memasang kaca jendelaku.

Kebanyakan orang bakal berpikir, Hei, kenapa kau tidak mengecilkan api di tubuhmu, bukankah itu akan memperlambatmu?, percayalah, aku sudah mencoba itu. Saat aku berpikir untuk mengecilkan api ini, apinya malah padam sepenuhnya.

Untungnya, Xiao Long sepertinya menyadari itu. Di depan kuil, sebuah kolam yang lebar dan cukup dalam terlihat. Aku memadamkan api saat aku sudah tepat diatas kolam itu. Badanku terbuka sehingga kecepatanku berkurang. Sesaat sebelum menabrak kolam, aku meluruskan badanku dan BYUR...
Aahhhh... segar sekali!
Tapi kenapa airnya hangat? Untuk mendinginkan badanku yang panas harusnya pakai air dingin kan?

***

"Kau sungguh berpikir itu kolam pendaratan?" Ucap Xiao Long. Nada bicaranya yang pelan dan dingin membuat kulitku merinding.

"Yaaah...kalau itu bukan kolam pendaratan, lalu apa?"

Tangan Xiao Long memercikkan listrik. "Itu kolam berendam. Di atas sini dingin. Seminggu sekali kami berendam air hangat. Kecuali kalau cuaca sedang panas." Omelnya sambil mendekati kolam yang beruap itu.

"Oh. Oke, aku minta maaf. Tapi bukankah kau tinggal suruh pengendali air di sini untuk mendatangkan air?"

"Tidak ada pengendali air. Salah seorang dari kami menimba air di kaki gunung."

Jika bukan karena kesabaran Xiao Long, aku pasti sudah mati tersambar petir.

"Isi kolam nya."

"Maaf. Ap--"

"Kuberi kau waktu setengah jam. Isi kolam nya."

"Yang benar saja! Aku kesini untuk...untuk apa ya?...yang pasti aku kesini bukan untuk menimba air."

"Kau belum bisa menggunakan pin itu?"

Aku tidak tahu apa hubungan menimba air dengan pin. "Belum. Aku belum bisa."

"Timba air nya. Ku beri kau waktu dua jam untuk mengisi kolam."

"Bagaimana aku melakukannya? Aku bakal mati saat baru menimba dua ember!"

"Leleh."

Jujur, aku benar benar tidak memahami perkataannya. Aku tanya kalian, apakah leleh adalah cara menimba?

"Apa?"

"Leleh." Ucapnya sambil memasuki kuil.

Satu jam pertama ku kuhabiskan dengan memukuli sana sini, lalu terbang ke kutub.

The WarriorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang