Masihkan pencopet disebut pencopet jika dia melompat lompat di udara dan melempar mobil mobil dengan lambaian tangannnya?
Kurasa tidak.
Pengejaran ini pasti sudah selesai kalau dia tidak melempar lempar mobil, ditambah langit yang...wah, jam berapa ini? Aku menatap jam tanganku. Jam 5 sore, aku terbang ke Tiongkok jam 2 siang. Baru 3 jam. Aku tidak menduga itu, seharian tadi terasa sangat lama. Oke, sampai mana tadi? Oh ya, copet.
Untungnya, otot otot ini jauh lebih kuat dari kelihatan nya, tapi tetap saja memakan waktu untuk menangkap dan meletakkan mobil mobil. Pengendara yang menjerit jerit saat aku menangkap mobil mereka juga tidak terlalu membantu.
Aku menyalakan tanganku. "Kau mau bermain dengan cara kasar kan? Kulayani kau!", bola demi bola meluncur dari tanganku, tak satu pun yang kena. Dia mahir menghindar, tentu saja. Bukan aku yang tidak bisa melempar. Mungkin...
'Buat penghalang di depannya.'
Kepalaku menabrak ranting pohon.
"A..apa? Siapa? Prof. Mike? Kenapa aku mendengar suaramu?"
'Aku menempelkan alat komunikasi di telingamu.'
"Apa? Kapan?", aku meraih ke telingaku. Sebuah bulatan kecil menempel di belakang telingaku.
'Nanti saja. Bisakah kau membuat penghalang di depannya?'
"Ehh.."
'Buatlah tembok atau apalah dari api mu dan bentuk lah didepan pria itu.'
"Oke. Akan kucoba."
"Hei, pantat ungu..." baju nya ungu, "kemari dan hadapi aku!"
Pria itu menoleh. Aku segera membentuk tembok api di depan nya. Dia melihat gerakanku dan menoleh ke depan. Tinjunya memukul tembok itu. Aku hampir mengira tembok ku gagal. Tapi tembok ku meledak saat dia meninjunya.
Untungnya jalanan sudah kosong.Aku mendekati pria itu. Dia tidak sadarkan diri. Orang itu mengenakan celana jins dan jaket ungu. Tingginya cuma se ukuran ku. Tubuh asli ku, maksudku. Bukan tubuh kekar yang sedang ku pakai sekarang.
Aku mengambil dompet yang dia pegang. Isinya hanya 20.000 rupiah. Aku mengambil kartu pelajar di dompet itu. 'Pancaka Surya'. Murid sekolahku ternyata. Pemilik dompetnya maksudku.
Aku membalikkan pandangan ke pria itu. "Mari kita lihat siapa kau.". Aku menarik masker yang menutupi wajahnya, dan aku menemukan 3 hal.
Satu, dia wanita.
Dua, umurnya tidak mungkin lebih dari 14.
Tiga, dia lumayan...apa istilahnya...ca..can..pokoknya can can apalah itu.'Kerja bagus. Apa dia elementer?' suara Prof. Mike muncul di telingaku.
"Sepertinya bukan. Dia mengenakan baju biasa. Jelas bukan antek antek Shadow."
'Shadow?'
"Ahh... itu sebutanku untuk si Bayangan."
'Sekarang kau mulai menamai musuhmu.'
"Aku apakan dia?
'Kau dapat barang yang dia copet kan? Lepaskan dia dan pastikan kita tidak akan pernah melihat dia beraksi lagi di kota.'
Tut. Prof Mike mematikan alat komunikasi nya."Hei kau! Kembalikan dompetku!" cewek itu sudah bangun rupanya.
"Dompetmu ya?" aku membuka dompet dan menunjuk kartu pelajar, "...jadi namamu Pancaka? Aneh."
"Berikan saja kepada ku! Aku butuh uang itu!"
"Maaf, non. Tapi tidak bisa. Aku penegak keadilan baru di kota ini, dan sudah tugasku untuk meringkus orang orang seperti kau. Jadi permisi, aku ada urusan lain."
Nah, saat itulah sesuatu meledak tepat di punggungku, 'DUARR!', dan aku menabrak sebuah Mercedes hitam. Alarm mobil berbunyi.
Nah, anak anak, ingat! Jangan pernah membalikkan badan dari cewek yang bisa meledakkan ini itu."Lain kali, ringkus kriminal yang tidak butuh uang.", cewek itu membalikkan badan dan melompat lompat di udara lagi.
Aku memandangi nya terus sampai dia hilang dari pandangan.
"Waw."
***
"Kau dikalahkan perempuan? Aku harusnya merekam itu."
Aku tidak pernah menduga Prof Mike akan berkata begitu, kalau Nero, yang seperti itu sudah biasa. Sudah sifat keluarga mungkin ya..."Sama sekali tidak membantu Prof."
"Iya iya, cuma bercanda. Jadi bagaimana dia mengalahkanmu? Maksudku, kau bisa menyemburkan api dan sebagainya. Cewek yang mengalahkanmu jelas bukan orang biasa."
"Oh ya? Aku tidak tahu itu. Kukira dia hanya remaja biasa yang kebetulan saja bisa melompat lompat di udara!" ucapku keras keras.
Prof. Mike mengangguk ngangguk. "Bisa kupahami." katanya.
Kutebak Prof. Mike tidak pernah mendengar kata sarkasme. Yang seperti itu biasanya membuat ku dipukuli. Bagus juga sih, aku bisa mengolok olok Prof. Mike trilyunan kali dan dia sama sekali tidak menyadari itu.
Wah, aku ini jahat sekali ya..."Jadi, kau yakin tidak pernah bertemu orang seperti itu? Setinggi aku, kulit putih, rambut hitam, mata ungu?", ucapku melanjutkan percakapan.
"Tidak. Tidak pernah. Aku pasti ingat kalau pernah. Kecuali...", Prof. Mike menatap langit langit.
Dia menggumamkan sesuatu.
Aku hanya menangkap beberapa kata, "..semua cowok..", "..eksperimen..", "..satu cewek..", dan "..teman Nero..".Aku memandanginya dengan curiga, "Kau tahu sesuatu kan?".
Prof. Mike menatap ku kembali, "Aku tidak yakin. Akan kutanya Nero. Dia mungkin tahu sesuatu."
Aku mengangkat bahu, "Ya sudah. Aku pulang dulu."
***
Orang tua ku sudah tidur. Hanya kamar adikku yang masih menyala.
Mengingat kejadian tadi, aku memutuskan untuk tidak mengganggunya. Ada kemungkinan besar aku mati terpenggal begitu menjejakkan kaki di kamar itu.
Aku memasuki kamar dan langsung terjun ke kasur tercintaku.
Sedetik sebelum aku memasuki dunia mimpi nan indah, ponselku berdering.
Nero menelepon. Aku cukup yakin tidak pernah memberikan nomor telfon ku ke Nero."Halo?"
'Dax, cewek yang kau lihat tadi, seperti apa rupanya?'
"Kenapa kau..."
'Seperti apa rupanya?!', Nero mengulangi, kali ini suaranya naik se oktaf.
"Oke oke. Tidak usah marah marah. Ehh...kulitnya putih, sedikit kecokelatan, hidungnya mancung, agak tembam, mata nya bulat, iris nya ungu, lumayan manis, menurutku..."
'Tidakkah penjelasanmu kelewat deskriptif?'
"Ehh..."
'Ya sudah lah. Rambutnya? Atau apakah dia memakai gelang?'
"Rambutnya hitam, tapi tertutup jaket, jadi aku tidak tahu panjangnya. Dan aku tidak memperhatikan tangannya, tapi aku melihat sekilas warna biru di tangannya. Mungkin itu gelang."
Hening beberapa saat
'Temui aku besok.'
"Eh, oke. Di mana?"
'Terserah. Di Carls Sr. saja, bagaimana?'
Dia mengucapkan terserah tapi kemudian memilih tempat. Itu maksudnya apa? Tapi aku tidak mengeluh, tentu saja.
"Tentu. Asal kau yang bayar. Memangnya kau kenal ce...", Tut.
Nero memutus telfon.Yah, tidur adalah yang kubutuhkan saat ini. Jadi aku mematikan lampu dan memasuki dunia cupcake dan unicorn.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Warrior
FantasyDax, anak SMP biasa terpaksa mengalami petualangan penuh pertarungan melawan sang Ninja Bayangan. Elemen api dia kuasai pertama kali, namun mampukah dia selamat dari musuh musuh yang selalu mengintai?