Bab 18

72 2 1
                                    

Sulit bangun pagi kalau kau semalaman terbang dari Cina ke Indonesia dan tidur jam 3 pagi.

Kalau adikku tidak menerobos ke kamar ku, mengetahui kalau nilai UN ku tertinggi se Indonesia, lalu berteriak teriak dan pingsan, Aku pasti masih tidur sekarang.

Aku menyeret tubuh nya keluar, lalu menampar nya beberapa kali.

"Hah...Apa..dimana."

"Apa yang kau lakukan di kamarku?"

"Aku hanya...maksudku...Kau, nilaimu?"

"Oh, yang benar saja."

Aku meraih bagian bawah rahang nya dan menekan nya keras keras. Pingsan.

Ok. Kau mungkin sekarang berpikir, Kakak macam apa yang membuat adiknya pingsan? Dan lagi, bagaimana menekan rahang bawah bisa menidurkanmu?

Pertama, sejak beberapa bulan lalu, sepulangnya dia dari perkemahan sekolah di gunung, adikku memiliki beberapa titik lemah yang kalau kau tekan keras keras, dia pingsan. Kedua, percayalah, kau belum mengenalku, yang barusan itu hukuman teringan yang kulakukan pada adikku.

Orang tua ku hampir tidak pernah naik ke atas, jadi aku meninggalkannya di sana.

Sesampainya di bawah, Aku menyiapkan sepeda ku.

"Dax, nggak sarapan?" Ucap ibuku.

"Nggak. Sarapan di rumah teman."

***

Kenalan Prof. Mike pasti orang orang kaya. Jarakku dengan rumah itu tinggal 20 meter, saat sebuah mobil mewah menyalip ku dan berhenti di depan rumah Profesor Mike.

Seorang anak, mungkin seumuran denganku, masuk ke bangunan besar itu. Pakainnya tidak sesuai dengan mobilnya. Ia hanya mengenakan celana pendek dan kaos. Mobil yang dinaikinya segera parkir di halaman rumah.

Aku menunggu anak itu memasuki pintu, lalu mengikutinya.

Sebelum ini, kukira hanya ada sekitar 50 artefak dan barang barang kuno di ruang tamu Profesor Mike. Dan, jumlah sebenarnya adalah 20 kali dari tebakanku. Lampu ruangan dinyalakan, jadi semuanya terlihat.

Saat aku masuk, pintu lift di ujung ruangan baru saja menutup. Aku menunggu beberapa saat lalu berjalan ke ujung ruangan dan membuka pintu lift. Anehnya pintu lift lansung terbuka, seolah belum bergerak dan ternyata memang belum bergerak.

Pemuda tadi menyentuhkan sebuah cakram ke bawah daguku.

"Siapa kau?" Ucapnya.

Yang muncul di pikiranku saat itu adalah, Pemuda asing + membawa senjata tajam + mengancam tamu rumah = Psikopat.

Aku menembakkan bola api, Pemuda itu menangkisnya dengan cakram di tangan kirinya. Sebelum aku sempat menyerang lagi, dia bertanya "Kau Daxon?"

Api di tanganku padam, "Darimana kau tahu namaku?"

"Pamanku yang memberitahuku. Masuklah."

Aku memasuki lift itu.

"Jadi, Prof. Mike itu pamanmu?" Tanyaku memulai percakapan.

"Hmm." Jawabnya singkat.

Mataku tertuju ke kedua cakram di tangannya, "Benda apa i__"

Pintu lift terbuka. Kami memasuki ruangan itu. Profesor Mike bekerja tidak jauh dari sana.

Dia menoleh. "Oh, selamat pagi anak anak. Apa kalian__" dia memandangi kami berdua "__sudah berkenalan?"

Tidak ada yang menjawab.

"Kutebak belum. Oke. Dax, ini keponakan ku, Nero Vinter. Nero, ini anak yang kuceritakan padamu, Daxon Zhao."

Hening.

"Lupakan. Nero, ikut aku, aku sudah menyiapkan....bajumu. Dax, tunggu di sini."

Kalau kau sekarang berpikir, Yang benar saja. Anak remaja yang bisa mengancam tamu rumah, bajunya masih disiapkan pamannya?, pikiran kita sama.
Prof. Mike dan Nero turun ke lab di bawah lewat lift di tengah ruangan.

Aku mengamati ruangan itu. Tempat itu jelas sudah direnovasi. Letak barang barang di ruangan ini lebih ter tata.

Di sampingku, berdiri meja kerja Profesor Mike. Sebuah pigura kosong tergeletak di sisi kanan meja itu.

"Kok aku bisa lupa sih?" Ucapku sambil menepuk jidat.

Foto itu belum kukeluarkan dari jaketku sejak aku mengambilnya. Kukeluarkan foto itu dan mengamatinya. Aku tidak tahu mengapa aku mengambil foto itu, hanya saja aku merasa harus mengetahui sesuatu tentang foto itu.

***

10 menit kemudian, Profesor Mike dan Nero kembali ke ruangan itu. Aku mengamati wajah Nero.
Ekspresinya tidak lagi murung seperti tadi, wajahnya sekarang terlihat...bangga?

"Istirahat lah dulu di kamar mu. Setelah kau bangun, coba kostumnya." Ucap Profesor Mike ke keponakannya.

Nero meninggalkan ruangan itu.

"Seriously? Dia seusia denganku kan? Kau masih menyiapkan bajunya?"

"Ya. Memang kenapa? Aku tidak bilang kalau baju yang kusiapkan untuknya itu baju biasa." Jawab Profesor Mike.

Sebelum aku bisa mengerti apa maksudnya, dia sudah bertanya duluan.

"Jadi, ada urusan apa kau datang kesini?"

"Oh, soal itu..."
Aku menceritakan pengalaman ku kemarin malam.

"Kukira kau tidak bisa bahasa Mandarin."

"Memang. Hanya bisa sedikit."

"Xiao Long dan pria bayangan itu bicara dengan bahasa apa?"

"Tentu saja bahasa Manda....oh."

Pikiranku kembali ke kejadian tadi malam. Bahasa yang di gunakan si penguasa bayangan...Bahasa yang digunakan Xiao Long...Bahasa yang kuucapkan untuk mengobrol dengan Xiao Long. Itu bahasa Mandarin.

"Tapi...Aku bahkan tidak pernah belajar Bahasa Mandarin. Bagaimana bisa tiba tiba aku berbicara dengan sangat fasih?!"

"Dugaanku, kau tidak belajar pun, kau tetap menguasai bahasa itu. Mungkin itu karena kau adalah Sang Pewaris, sehingga di otakmu sudah tersimpan bahasa Cina...atau Mandarin...atau apalah."

"Mungkin."

"Dan lagi, setelah mendengar ceritamu, aku teringat sesuatu. Di Pendekar ini, dia muncul juga di berbagai legenda di beberapa negara."

"Apa?"

"Ya. Mungkin si Pendekar ini tidak hanya melindungi Cina, tapi seluruh dunia juga. Seperti Aveng.... intinya, dia pahlawan universal."

"Baiklah. Aku akan kesana lagi."

Profesor Mike tidak tampak terkejut, "Kapan?"

"Siang ini."

"Ok. Pulanglah. Aku mau tidur."

"Kau semalaman tidak tidur? Kau terlihat ngantuk sekali."

"Yah, aku semalaman menyiapkan kostumnya Nero..maksudku bajunya."

Baju macam apa yang perlu semalaman untuk menyiapkan nya? Pikirku.

"Ya sudah. Aku pulang dulu."

Aku keluar dan segera mengayuh sepedaku pulang.

"Hari ini akan jadi hari yang panjang."

To be continued...

The WarriorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang