Dia mengeluarkan pedang dari punggungnya. Dengan pelan, pedang itu mulai mengiris kulit perutku.
Aku meringis, berusaha menahan sakit.Irisannya semakin lebar. Darah mulai bercucuran.
'Sialan. Setelah semua yang kulewati... aku harus mati konyol dibunuh oleh bajingan di depanku ini? Tidak! Aku memang akan mati, tapi tidak sekarang, dan tidak oleh orang ini.
Aku... tidak...boleh...MATI!!!'"GRAAAAAAAAHHH!"
Tepat saat itu, aku melihat diriku di pantulan bola mata Si Ungu, mataku merah sepenuhnya, dan sebuah baju mulai mewujud di tubuhku...
***
"DUUAAARR!!!"
Energi yang kuat meledak dari tubuhku. Kedua elementer itu terlempar ke belakang.
Asap bekas ledakan sudah hilang. Aku melihat ke depan, beberapa pohon hangus, Si Hijau yang terduduk lemah sambil melongo, dan beberapa tulang manusia.
Aku melihat ke badanku dan nafasku berhenti. Aku hampir tidak mengenali diriku sendiri.
Tinggiku bertambah setidaknya 10 cm. Pernah membayangkan apabila Captain America telanjang? Seperti itulah tubuhku sekarang.
Aku sempat mengira tubuhku berubah dewasa, tapi aku tidak merasa lebih dewasa. Merasa lebih kuat, tentu saja.Dan kostum yang kupakai, aku tidak bisa melihatnya, karena tertutup jubah merah keren. Pin api sekarang menempel di jubah ini, beralih fungsi jadi kancing jubah. Sarung tangan dari kulit naga terpasang di kedua tangan ku. Dari mana aku tahu itu terbuat dari kulit naga? Aku tidak tahu, muncul begitu saja di kepalaku.
"Bajingan! Kau pikir hanya dengan berubah, kau bisa mengalahkan ku? Mimpi sana!" Si Hijau maju dan mulai menyerang ku, nah, anehnya aku bisa menangkis semua serangannya. Malahan, aku mendorong nya mundur hanya dengan tapak ku.
Dia memuntahkan darah. "Cuih! Kau akan membayar atas kematian saudaraku!"
Dia mendorong dua jari racunnya ke dadaku. Secara reflek, aku menahan jarinya dengan lengan ku. Kukira jari racun itu akan menancap di lenganku dan mengubahku menjadi jeli, ternyata gelang besi yang sebelumnya tidak kusadari, menangkis jari itu.
Dia menatapku sambil terperangah. Sebelum dia sempat mundur, aku mendaratkan tinjuku yang berlumur api ke perutnya. Dia seharusnya terpental 1 kilometer ke belakang, tapi jari nya yang tersangkut di gelangku, jadi aku melihat dengan jelas saat tubuhnya mulai menguap akibat tinjuku.
Tubuhnya hilang begitu saja. Aku memandangi medan pertempuran.
Aku terkekeh sendiri. Lucu rasanya, aku baru bisa berubah, tapi sudah membunuh dua elementer berpengalaman, dan bahkan tidak menyisakan tubuh mereka.Aku mengambil dua pin yang tergeletak di tanah. Satu pin yang berwarna ungu bergambar titik yang berpindah pindah di seluruh permukaan pin, 'Pin Teleportasi' pikirku. Pin yang satunya bergambar ular hijau, 'Pin Racun'.
Aku memutuskan untuk menyimpan dua pin itu dan segera terbang pulang.
***
Tentu saja aku tidak langsung ke rumah. Aku mendarat di halaman rumah Profesor Mike.
Aku segera turun ke lab nya di bawah tanah. Profesor Mike sedang berbicara dengan keponakannya...Neo? Atau Nemo? Aku lupa namanya.
Profesor Mike langsung menoleh saat aku menjejakkan kaki di labnya, begitu juga Ne.....Nero ya?
Reaksi Profesor Mike persis seperti dugaanku. Dia melongo selama beberapa saat, baru kemudian berkata "Dax?"
Pin api aku lepas dari jubah yang kupakai. Kostum nya hilang, dan tubuhku kembali seperti semula. Sayang sekali, padahal tubuh seperti itulah yang kuinginkan selama bertahun. Itu bukan tubuh dewasa, tentu saja. Tubuh itu tetap tubuh remaja berumur 14, hanya saja lebih tinggi dan penuh otot.
"Yah, aku tahu kau akan bisa berubah, tapi aku tidak menyangka bakal secepat ini." Prof. Mike masih terperangah.
"Aku malah menduga kau tidak akan pernah bisa berubah." Ucap Nero. Aku sungguh ingin menampar wajahnya dengan api.
"Pikirmu siapa dirimu? Berani kau berucap seperti itu! Memang apa yang kau bisa?" Balasku.
"Aku anggap itu pertanyaan sekaligus tantangan." Dia mengambil dua cakram hitam. Saat dia memegangnya, garis biru menyala di cakram itu.
"Kau pasti bercanda. Baiklah, kulayani kau." Ucapku sambil terkekeh.
Kami baru saja mau saling serang sampai salah satu dari kami memegang jantung yang lain, saat Prof. Mike menceramahi kami.
"Kalian gila ya?! Lab ini akan hancur dan kita terkubur di bawahnya kalau kalian saling bantai!" Bentak nya.
Aku tidak mengerti. Kenapa Prof. Mike seolah...takut, tidak hanya pada kekuatan ku, tapi juga dengan apa yang bisa dilakukan Nero? Memang apa yang dia bisa?
"Bilah nya masih perlu sedikit kutingkatkan. Aku tidak mau cakram itu hancur saat kau menggunakannya." Ucap Prof. Mike pada Nero.
"Paman, jangan keras keras. Ada dia..." Nero menunjukku.
"Kenapa? Kau boleh tahu tentang nya, jadi dia juga boleh tahu tentang kau."
Nero mendesah. "Terserahlah."
"Ada apa ini? Aku boleh tahu apa tentangnya?" aku kebingungan.
"Dax, kau bukan satu satunya superhuman di ruangan ini."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Warrior
FantasiDax, anak SMP biasa terpaksa mengalami petualangan penuh pertarungan melawan sang Ninja Bayangan. Elemen api dia kuasai pertama kali, namun mampukah dia selamat dari musuh musuh yang selalu mengintai?