Claire menutup pintu sambil menghembuskan nafas panjang. Ia melihat halaman di depan matanya yang begitu luas dan pandangannya terhenti pada pohon apel rindang di belakang kandang ayam. Hmm... tempat yang sejuk, pikirnya. Ia pun berjalan tanpa tenaga mendekati pohon tersebut dan duduk di bawahnya.
Claire menghembuskan nafas lagi. Melihat lahan yang terbengkalai di depannya semakin membuat nafasnya berat. Ya, ia baru saja tiba di Mineral Town, kampung terpencil yang jauh dari kota tempat ia tinggal. Mineral Town adalah tempat tinggal kakeknya sejak kecil, ibunya dulu pun juga tinggal di kampung kecil ini. Tapi ia tak menyangka akan menginjakkan kaki di sini juga.
Seminggu yang lalu Claire mendapat surat dari kakeknya yang isinya ia harus segera ke Mineral Town karena keadaan darurat. Ia takut sekali jika terjadi sesuatu pada kakeknya. Maka tanpa pikir panjang ia pun segera berangkat ke Mineral Town yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya. Ia harus naik kapal selama beberapa hari untuk sampai.
Dalam pikirannya, ia sudah tak bisa membayangkan bagaimana keadaan kakek. Namun ketika melihat sosok tersebut menyambutnya di dermaga dengan senyum lebar, Claire merasa lega.
Akan tetapi kelegaannya harus sirna saat ia teringat dengan isi surat kakeknya yang lain. Tulisan itu jelas tertulis di bagian bawah surat. Menjelaskan bahwa sang kakek berharap ia tinggal di Mineral Town dan meninggalkan kehidupan kota yang sudah 23 tahun dijalaninya. Apalagi penjelasan kakeknya tadi semakin membuatnya frustrasi.
"Kakek sudah tua, sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Jadi kakek ingin kamu yang meneruskan pertanian dan peternakan kakek di sini," ucap kakeknya tadi.
"Apa?" Claire cukup terkejut. Pertanian dan peternakan yang cukup besar terlintas di pikirannya. Bagaimana bisa ia mengurusnya sendiri?
"Jack? Kenapa kakek tidak menyuruh Jack kesini juga?" Protes Claire. Jack adalah saudara kembarnya. Mereka tinggal bersama di kota."Mmm..." kakeknya tampak berfikir. "Aku juga memikirkan hal itu. Kenapa kau datang sendiri, Claire?"
Claire mengernyitkan kening. "Di surat, kakek hanya menyebut namaku. Makanya aku kira kakek membutuhkanku."
"Astaga..." kakek menggelengkan kepalanya. "Sepertinya kakek memang sudah sangat tua. Kakek pasti lupa menuliskan nama Jack," jawab kakek enteng.
"Apa?" Claire tak habis pikir. Tapi ia tak boleh marah. Ia harus bisa mengendalikan emosinya. "Kek, kenapa tidak ke kota saja? Seperti setahun yang lalu? Kakek senang 'kan tinggal di kota bersama kami?"
Sekali lagi kakek menggelengkan kepalanya. "Lalu siapa yang akan meneruskan pertanian ini, Claire? Kakek tidak ingin menjual tanah ini. Ini adalah tanah kelahiran kakek. Tanah kelahiran ibumu juga."
Claire terdiam. Ia tak bisa berkata apa-apa lagi. Yang dikatakan kakeknya benar. 'Tanah kelahiran'. Ia pun juga tak ingin kehilangan tanah kelahiran ibunya juga.
Begitulah sehingga Claire bisa berakhir di sini. Meski berat, ia akan belajar untuk bisa tinggal di Mineral Town. Tapi ketika melihat ladang yang terbengkalai di depannya, rasanya sudah lelah sebelum melakukan apapun.
"Aku harus segera memanggil Jack," gumamnya sendiri.
"Ed!"
Sebuah suara mengagetkan Claire. Ia menoleh ke asal suara tersebut. Terlihat seorang kakek tua datang mengetuk pintu rumahnya dan tak lama kakeknya membukakan pintu. Tampaknya kakek tua tersebut tetangga kakeknya. Dia masuk ke dalam setelah kakeknya menyuruhnya masuk.
Sebelum menutup pintu, kakeknya menoleh kepada Claire.
"Claire, jalan-jalan lah ke kota dan sapa para tetangga," suruh kakeknya.Lagi-lagi Claire menghembuskan nafasnya. Rasanya ia masih lelah setelah perjalanan jauh dan ia tak ingin beranjak dari duduknya. Ia lebih memilih bersandar di pohon, menikmati semilir angin yang berhembus. Tak terasa ia tenggelam dalam tidur.
To be continued_
KAMU SEDANG MEMBACA
She's My Fiancee [fan fiction game harvest moon]
FanfictionFan fiction dari game harvest moon dengan mengambil tokoh utama Claire dan Gray.