“Kak dimana?” tanya Key menanyakan keberadaan Davin lewat telpon. “Nggak tahu nih, kayaknya sih di lobi... Ha? Gue nyamperin situ... Tahu tempatnya aja kagak!... Ck. Kenapa nggak Kakak aja sih, yang nyamperin Key... Entar kalo gue ilang gimana?... Ish! Sumpah nyebelin banget!” Key pun menutup telponnya lalu berjalan menyusuri lobi.
Dengan sangat terburu-buru, Adit memasukkan semua buku-bukunya ke dalam tas dan langsung keluar. Disusurinya koridor dengan berlari. Beberapa orang telah ditabraknya, tapi tak satu pun dari mereka yang marah.
Sementara itu, dengan memelototi layar ponsel, membaca petunjuk yang dikirmkan Davin, Key terus jalan. Dia tak sadar, jika di ujung sana, seseorang tengah berlari ke arahnya tanpa haluan. Dan kemudian...,
“Eh... awas, awas, awas…!!” teriak Adit mengisyaratkan agar Key menyingkir dari jalan.
Adit memacu kecepatan larinya maksimal. jadi, tak mungkin bagi dirinya untuk berhenti mendadak.
Yang akhirnya...,
Bruuk...!
“Aw!” rintih Key begitu Adit jatuh menimpanya. Membuat seluruh tubuhnya membentur kerasnya lantai. Adit membeku beberapa saat. Ditatapnya gadis yang ditimpanya itu. Kedua matanya tertutup menahan sakit.
Sadar akan hal itu, Adit pun segera bangun.
Ingin Adit membantu gadis itu hingga berdiri. Tapi saat ini dia sangat terburu-buru. Kelanjutan hubungannya ada ditepat atau tidak dia menemui sang pacar. “Sorry...!” ucap Adit pelan. Kemudian, pergi meninggalkan Key yang masih tergeletak di lantai.
Key merasa sekujur tubuhnya sakit. Tulang-tulangnya serasa patah semua. Setelah cukup lama terdiam di lantai, dengan sisa-sisa sakit, dia pun bangkit. Dengan tertatih-tatih dia melangkah.
Dua langkah berikutnya, Key berhenti. Disandarkan tubuhnya ke dinding, kemudian meluruh duduk. Tubuhnya masih sangat sakit untuk dibawa pergi sekarang. Tak berapa lama, ponselnya berdering. Telepon dari Davin.
“Iya Kak!” sahut Key, “Udah... Depan ruang Mapala... Oh, gitu... Ya udah, aku ke sana!” setelah itu Key simpan ponselnya dan kembali bangkit.
****
Setelah 5 menit berjalan dengan tertatih-tatih, Key akhirnya sampai di danau belakang kampus. Dia hampiri bangku panjang yang terletak di pinggir danau. Dia hempaskan tubuhnya. Sembari menunggu Davin datang, Key tatap hamparan danau yang berkilauan memantulkan sinar matahari. Menyilaukan memang, tapi dari silau itu, ada daya tarik sendiri. Yang membua Key enggan berpaling, meski kedua matanya harus menyipit.
Dua menit kemudian, Davin datang. Memegang bahu Key dari belakang dan berkata, “Hai!”
Key tersentak. Bukan hanya karena tidak tahu tapi juga karena sakit yang tak kunjung hilang.
Davin pun tersenyum lalu duduk di sampingnya tanpa merasa curiga, dia bertanya, “Ada apa?"
Key tak menjawab. Dia gerakkan satu tangannya mengambil tiket konser musik dari saku jaket, “Nih!” ujarnya menyodorkan.
Perlahan, Davin mengambil tiket itu. dua detik berikutnya, senyumnya merekah, “Ini seriusan?” tanyanya tak percaya.
Key tersenyum. “Iya lah! Itu tuh, kado ulang tahun lo. Gue tahu, emang udah kelewat. Tapi,”
Davin tak bisa lagi menutupi kebahagiannya. Segera dia dekap Key tanpa menunggu kelanjutan dari ucapannya. Tapi Key langsung meronta, menolak. Membuat Davin heran, terlebih saat Key meringis menahan sakit, “Lo kenapa?”
“Badan gue sakit! Tadi baru aja jatuh!” seru Key.
“Ceroboh, sih!” ungkap Davin.
Key hanya tersenyum.
Davin kembali melihat tiketnya. Lalu melihat Adiknya lagi. Perlahan, dia gerkkan satu tangan merangkul Key. Dikecupnya lembut puncak kepala Adiknya yang bersandar dipundaknya itu dengan penuh kasih. Setelah itu, kembali dia curahkan seluruh perhatiannya ke tiket yang didominasi warna hitam dan putih.
****
Setelah memarkir mobilnya, Adit langsung lari ke tengah-tengah taman.
Di sana, di depan air mancur, Sita menunggu dengan kedua tangan terlipat di dada dan raut muka kesal. 30 menit lebih, dia berdiri di sana. Menunggu Adit yang tak kunjung datang.
20 detik kemudian, dengan nafas terengah-engah dan wajah letih, Adit datang. Tubuhnya membungkuk dengan kedua tangan berpegangan pada lutut. Setelah nafasnya mulai membaik, Adit menegakkan tubuhnya kembali. Ditatapnya gadis itu.
“Lo telat lagi!” protes Sita.
“Sorry,” sesal Adit, “tadi jalanan macet banget!”
“Alesan!” tampiknya. “Lo kan bisa, akalin biar dateng tepat waktu. Lo berangkat lebih awal, kek!”
“Gue ada kuis!”
“Gue juga ada!”
“Ya kan, kampus lo deket dari sini?”
“Dan jam kuliah lo, selesai 3 jam yang lalu.”
“Gue kan ngumpul dulu, sama anak Mapala!”
Sita pun tersenyum sinis. “Fix! Gue nggak lebih berarti dari temen-temen Mapala lo!” ungkap Sita, “Ok...! Kalo itu yang lo mau!” tambahnya.
“Nggak gitu, juga!” tampik Adit.
“Udah deh, nggak usah ngelak. Kita putus. Gue capek, di PHP-in mulu sama lo!” Sita pun langsung melangkah pergi.
“Sit? Sita..?!” Sita sama sekali tak menoleh. “ARGHH...!!” geram Adit seraya melayangkan kakinya menendang angin.
****
“Eh!” Key terkejut begitu Adit tiba-tiba muncul di hadapannya. Langkahnya langsung terhenti.
Cowok idaman kampus yang baru saja keluar dari ruang mapala itu, langsung memicingkan mata. Kepalanya sedikit bergerak ke belakang. Setelah melihat Key cukup lama dalam diam, cara pandang Adit jadi kesal.
“Lo lagi! Lo lagi!” keluh Adit.
Seketika, dahi Key berkerut, “Maksud lo ngomong gituan, apa ya?”
Adit pun tersenyum sinis, “Gara-gara lo, gue putus sama pacar gue!” ketus Adit.
“Gue?” heran Key, “Emang gue ngapain? kenal aja enggak, bikin lo putus. Yang bener aja!” tampiknya.
Tanpa kata, Adit langsung menyudutkan Key dalam dinding. Kedua tangannya terbuka lebar mengapit gadis itu. “Gue nggak lagi fitnah lo. Ini fakta. Lo emang penyebab putusnya gue sama cewek gue. Kalo aja kemarin lo denger apa kata gue. Kalo aja lo nggak ngehalangin jalan gue. Lo nggak bakalan jatuh dan gue nggak bakalan putus!” tandas Adit kemudian pergi tanpa menunggu pembelaan Key.
Lo nggak bakalan jatuh dan gue nggak bakalan putus. Selama 10 detik, kata itu terngiang dalam pikiran Key. Dan baru setelah itu, Key tahu apa maksud Adit. Jadi, cowok itu yang kemarin nabrak gue!
****
KAMU SEDANG MEMBACA
The Climbing Love (Republish)
Romansa#1 dalam Gunung [06-08-2019] #2 dalam Persaudaraan [06-08-2019] Key, gadis cantik yang cuek soal penampilan itu tak bisa tidur karena dia dan orang tuanya akan meninggalkan Surabaya. Kota tempat tinggalnya sejak lima tahun terakhir. Kembali ke Jaka...