BAB 7

631 18 2
                                    

Dengan sabar, Davin menunggui Key yang masih setia duduk di bangkunya. Menunggu kelas benar-benar sepi, baru berkemas dan bergerak pergi. Dengan langkah-langkah tenang, Key terus berjalan. Sama sekali tak peduli pada kakaknya yang berdiri di ambang pintu.

Merasa tak diacuhkan, Davin pun mengejar Key. Dia hadang langkah adiknya itu. Key pun berhenti, tapi hanya sesaat. Setelah itu, dia putar balik tubuhnya, melangkah pergi ke arah yang berlawanan.

"Key?" panggil Davin.

Key tak menjawab dan terus berjalan. Justru, dia kaitkan handset yang sedari tadi bergelantung di pundak ke telinga. Berharap tak lagi bisa mendengara teriakan kakaknya. Davin ingin mengejar, tapi Elik lebih dulu datang dan menahan.

Davin pun langsung menoleh. Perlahan, Elik menggeleng dan menariknya pergi ke parkiran. Elik pun menghela nafas kemudian bersandar di mobil Davin, "Tadi temen gue bilang, kalo kemarin Key sama Adit ada di satu kafe yang sama. Berduaan!" Elik menegaskan, "Dan nggak lama..., Sita datang."

"Terus?" tanya Davin tak mengerti.

"Gue rasa, dari situ Sita ngira, kalo Adit berhenti ngejar-ngejar dia karena Key," terka Elik.

"Kenapa lo bisa mikir gitu?"

"Eeeh...,"Elik geregetan, "Davin, lo tuh beneran nggak nyadar atau pura-pura nggak nyadar, sih? Meski terkesan cuek sama urusan penampilan, tapi tetep aja, adik lo itu cantik. Gue aja dibuat jealous, apalagi Sita?" Davin pun senyum-senyum mendengar penuturan pacarnya, "Apa senyam-senyum?" tukas Elik yang membuat Davin nyengir lebar.

Elik hanya geleng-geleng lalu pergi, masuk ke dalam mobil disusul Davin.

****

Di ruang Mapala, Adit hanya diam dengan sesekali memegangi rahangnya yang masih lebam. Kedua matanya, menatap tajam ke arah taman yang tampak jelas dari jendela ruang Mapala. Di sana, Key tengah duduk di salah satu kursi taman. Menunduk rendah-rendah.

Key pun menghela nafasnya, kemudian menegakkan tubuhnya dan bersandar di kursi. Diarahkan pandangannya lurus ke depan. Menatap kosong pada bunga-bunga beraneka warna yang sedang bermekaran.

"Key?"

Key pun menoleh ke arah sumber suara itu berasal. Kak Riko! Riko pun tersenyum kemudian berjalan mendekat padanya lalu duduk di sampingnya.

"Kok belum pulang?" tanya Riko seraya menoleh padanya.

"Males!" jawab Key singkat.

"Mau makan?" tawar Riko kemudian.

"Gue nggak laper!" ucapnya singkat seraya bergerak pergi.

****

Setelah merasa siap, Davin pun menyambar tasnya dan berjalan keluar ke arah meja makan. Di sana, seperti biasa, seraya menunggu Ratna menyiapkan sarapan, Irfan membaca koran dengan di temani secangkir kopi.

"Pagi Ma!" sapa Davin seraya mencium pipi Mamanya.

"Pagi Sayang!" sahut Mamanya terus mengoleskan mentega pada roti suaminya.

"Pagi Pa!" sapanya pada Papanya seraya menarik salah satu kursi tak jauh dari Irfan.

"Pagi!" sahut Irfan seraya melipat korannya.

Sembari menunggu Mama mengoleskan roti untuknya, Davin mengedarkan pandangannya ke sekeliling, "Key mana?" tanyanya setelah tak menemukan sosok adiknya.

"Dia udah berangkat!" jawab Ratna seraya meletakkan roti ke piring Davin.

"Berangkat?" ulang Davin tak percaya. Ratna pun mengangguk, mengiyakan. "Tumben, tuh anak, pagi-pagi udah berangkat."

"Mungkin kesambet setannya kampus. Makanya, pagi-pagi udah berangkat," celetuk Irfan yang membuat satu tawa keluar dari bibir Davin dan Ratna.

Tak berapa lama tawa di bibir Davin lenyap. Apa mungkin, Key masih marah? Pikirnya. Diam-diam dia menghela nafas, kemudian mulai mengunyah rotinya.

****

Begitu sampai di kampus, Davin langsung pergi ke kelas mencari Key. Sesampainya di sana, dia tak mendapati orang yang dicarinya. Mungkin di danau! Davin pun langsung melangkah ke sana. Tapi di sana, dia tak juga menemukan Key. Dermaga kosong. Davin mulai kebingungan mencari keberadaan Key.

Dikelauarkan ponsel dari dalam sakunya. Dikontaknya Key, tapi tak ada jawaban. "Key..., Lo ada dimana...?" gerutu Davin.

Dengan langkah lunglai, Davin kembali masuk ke gedung kampus. Diayunkannya kaki ke arah ruang Mapala yang saat ini kosong. Diletakkan tas punggungnya ke lantai. Kemudian, dia bergerak ke dekat jendela. Pemandangan taman dengan bunga beraneka warna langsung terpapar di balik kaca jendela.

Ada satu warna berbeda di taman itu. Warna merah menyala dari pakaian seorang gadis yang begitu kontras di antara warna hijau di sana. Meski gadis itu membelakanginya, Davin tahu pasti siapa gadis itu.

Tanpa menunggu lagi, Davin langsung pergi ke sana. Dengan langkah tenang, Davin mendekati gadis yang masih setia duduk di bangku putih itu. Hanya tinggal beberapa langkah dia akan sampai pada gadis itu.

Tapi kemudian Davin berhenti. Kepalanya terasa sangat sakit. Apapun yang dilihatnya berputar sangat cepat membuatnya pusing. Tak berapa lama, darah segar mengalir dari hidungnya.

Key yang melintas tak jauh dari taman langsung lari menghampiri Davin yang limbung terhempas ke tanah. "KAKAK...?!" teriaknya. Membuat gadis yang duduk di kursi taman, berdiri dan menoleh.

"Davin...!" gumam gadis itu yang tak lain adalah Elik. Dengan langkah cepat, Elik menghampiri tubuh Davin yang terkulai itu.

****

Dengan menggigit bibir bawah, Key terus saja mondar-mandir di depan UGD. Sesekali dia tarik poninya ke belakang. Dia lihat jamnya. Sudah 20 menit dia di sana, tapi belum satu pun info yang dia dapat. Entah apa yang terjadi dengan Kakaknya di dalam sana.

Pemandangan sama pun terlihat di kursi tunggu di depan UGD. Meski hanya duduk mematung, sudah dapat dipastikan jika gadis itu benar-benar khawatir. Lelehan air mata tak hentinya membasahi pipinya. Kedua tangannya terkatup, menutup bibirnya agar tak terisak.

Melihat pacar Kakaknya menangis tersedu, Key yakin ada yang tidak beres. Key pun berjalan ke arah Elik lalu duduk di sampingnya. Bibirnya hendak terbuka ingin bertanya tapi...,

"Keluarga Davin?" panggil dokter yang memeriksa Davin.

Key pun segera bangkit dan mengurungkan niatannya itu. Dihampirinnya dokter itu.

"Kamu...,"

"Saya adiknya, Dok!" sergah Key. Dokter muda itu pun manggut-manggut. "Di mana orang tua kamu?"

"Mereka dalam perjalanan!"

Dokter itu pun menghela nafasnya, "Suruh mereka langsung menemui saya begitu sampai. Ada hal penting yang harus saya sampaikan kepada mereka," ujarnya.

"Hal penting apa, Dok?" kejar Key saat menyadari dokter itu hendak beranjak.

Dokter itu tak menjawab dan justru melihat ke arah Elik yang semakin tersedu. Merasa heran, Key pun ikut menoleh ke arah Elik. "Dok?" panggil Key yang membuat dokter itu terperangah dan melihat ke arahnya.

"Ikut saya!" katanya seraya beranjak ke arah ruangannya.

****

The Climbing Love (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang