Bab 23

135 5 0
                                    

Hai, hai...! 😀 Aku balik lagi, nih. *nggak nanya.

Maaf banget, ya, lanjutnya lama. Oh iya, aku juga mau kasih tahu nih, soal judulnya yang aku ganti. Emang nggak penting banget, sih. Tapi nggak apa, lah.

Jadi, kenapa dari "Karena Edelweis" jadi "Climbing love"?  Karena aku tiba-tiba kepikiran, kalo tetep KARENA EDELWEIS berarti setelah sampai di Surya Kencana ceritanya tamat dong. Padahal aku pengen ceritanya nggak cuma 20an Bab. Tapi bisa 30 lebih.

Terus aku mikir lagi, ini ceritanya sebenarnya tentang apa, sih? Tentang mewujudkan keinginan kakak yang sedang sakit. Orang lagi sakit kok malah nyuruh adiknya naik gunung, sih? Nggak mungkin kan, kalo cuma nyuruh aja tanpa ada sebabnya. 

Di Bab sebelumnya emang udah di kasih tahu alasannya apa. Tapi menurut aku, alasannya itu kurang kuat. Jadi, aku mau buat alasan yang lebih kuat lagi. Yang mendasari keinginan itu.

Dan ini ceritanya kan, romance. Berarti harus happy ending, kan? Kalo dibuat tamat sekarang, letak happy endingnya di mana? Sebenarnya bisa aja dibuat tamat sekarang, tapi pasti rasanya ada yang kurang. *menurut aku, sih. 😁

Ok. Terima kasih sudah menyempatkan membaca info nggak jelas dari saya, sekarang waktunya buat kamu baca updatenya.

Happy reading... 😉 Semoga nggak mengecewakan kalian. 😘

"Key...," panggil Adit tertahan karena mendapati Key duduk berhadapan dengan Riko. "Shit!" desisnya langsung balik arah.

Melihat ekspresi masam Adit, Key segera bangun untuk menyusul. "Adit tunggu!" teriak Key yang sama sekali tak digubris Adit.

Dan Riko, dia bangkit lalu berjalan menyusul mereka.

Key sudah mempercepat langkahnya, tapi tetap saja tertinggal jauh oleh Adit. Sebenarnya, kalau dari yang Key lihat, Adit tengah berjalan, bukan berlari. Tapi entah kenapa, untuk dekat dengannya harus lari.

"Adit, tunggu?" teriak Key lagi.

Tapi sayang, Adit tak menggubrisnya. Bahkan dia tak menoleh. Membuat Key semakin jengkel, mengambil batu lalu melemparnya.

"Sial?!" teriak Key sekerasnya karena lemparannya meleset. Tapi sukses membuat Adit berhenti dan berbalik menghampirinya.

"Mulut lo bisa nggak sih, dijaga?" kesal Adit.

"Enggak?!" Key tetap teriak.

"Teriak lagi gue sumpah mulut lo pake batu!" ancam Adit.

"Bodo!" Key tetap tak mendengarkan Adit.

Tanpa pikir lagi, Adit langsung menunduk, mengambil batu. Lalu tangannya yang lain meraih rahang Key.

Gerakkan itu sangat cepat sampai Key tak bisa mengelak. Kalau saja Riko tak langsung menengahi mereka, sudah pasti batu sebesar genggaman tangan itu benar-benar menyumpal mulutnya.

"Kalian apa-apaan, sih?" kesal Riko setelah berhasil memisahkan mereka berdua. "Kita lagi ada di tengah hutan, bisa nggak sih, kalian jaga sikap? Nggak usah berantem!"

"Tanya tuh, sama cewek lo!" ketus Adit seraya berlalu.

"Gue bukan ceweknya Kak Riko!" Key menegaskan, tapi sama sekali tak digubris Adit. "Ih, ngeselin banget sih, tuh orang!" gumamnya seraya berlalu.

Sementara itu, Riko masih mematung di tempatnya. Ada desiran pilu yang menjalar di sekujur tubuhnya. Yang makin membuat sesak dadanya.

"Kak?"

Riko terperangah mendengar suara Key. Dia arahkan pandangannya ke depan. Key tengah menatapnya dengan ekspresi bingung. Tapi sesaat kemudian, sudah biasa kembali.

The Climbing Love (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang