Begitu jam kuliahnya berakhir, gadis itu langsung tancap gas pergi meninggalkan kampus. Setelah dua puluh menit berbaur dalam kemacetan, dia pun sampai ditempat tujuan. Di seberang jalan, kedua tangannya terus-terusan mencengkeram setang mobilnya. Kedua matanya, enggan berpaling dari pintu gerbang kampus mantannya. Ditatapnya tajam setiap orang yang masuk dan keluar pintu itu. Sampai kemudian, tatapannya terkunci pada gadis bercelana hitam yang dikombinasikan dengan kaos putih lengan pendek, dan jaket tanpa lengan berwarna hitam. Rambutnya diikat jadi satu tertutup dengan kupluk jaketnya, dan poni menjuntai menutupi sebagian wajahnya. Di telinga kirinya, bertaut sebuah handset. Di pundaknya, bergelantung handset putih yang lain. Dialah Key. Gadis yang sejak kemarin jadi targetnya, yang menurutnya jadi sumber masalahnya.
Setelah menoleh ke kanan dan ke kiri dengan tangan tersimpan di saku jaket, Key pun mulai menyebrang. Saat itu juga, gadis itu langsung menancap gasnya. Mengarahkan mobilnya mendekat Key. Kemudian, disrempetnya gadis itu hingga terguling ke aspal. Masih dengan terlentang di atas aspal, Key mendongakkan kepalanya. Melihat ke arah mobil itu pergi. Dan dari kaca spionnya, dia tahu siapa pengendara mobil itu.
Kemudian, Key melihat ke sekelilingnya. Beberapa orang bergerak mendekat padanya. Sebelum mereka benar-benar sampai padanya -dengan menahan rasa sekit- Key pun bangkit. Melihat Key sudah berdiri, orang-orang itu berhenti dan kembali ke seberang. Dengan tertatih-tatih, Key kembali masuk ke kampus. Di carinya sosok yang bertanggung jawab atas semua ini.
Rasa sakit di sekujur tubuhnya, juga rasa geli akibat aliran darah dari sikunya tak lagi dihiraukan. Semua itu tak lebih penting dari pada menemui Adit dan buat perhitungan padanya. Terus dilaluinya koridor kampus. Dilangkahkan kakinya menuju ruang Mapala. Tanpa permisi, dia langsung membuka pintu itu. Membuat semua orang yang ada di dalam, termasuk Davin, Citra, dan Riko, menoleh ke arahnya.
Tak di lihatnya Adit di sana. Tanpa mengucap kata lagi, Key menutup pintu itu dengan keras, membuat setiap orang di ruangan itu terlonjak. Davin tahu jika adiknya saat ini sedang marah. Maka dari itu, setelah terlonjak, Davin langsung pergi menyusul.
Tak ditemuinya juga Adit di mana pun. Key yakin, jika saat ini, orang itu ada di danau. Segera diarahkannya kakinya ke danau. Benar saja, dari atas Key melihat Adit duduk di bangku yang ada di dermaga. Tanpa menunggu lagi, Key langsung melangkahkan kakinya menuruni anak tangga.
Sampai di sana, dia langsung berdiri tegap di hadapan Adit
"Kenapa lo?" tanya Adit heran. Kemudian, menggerakkan matanya menatap gadis di hadapannya itu dari atas sampai bawah, dan terpaku pada darah yang mengalir dari siku Key. "Siku lo kenapa?"
"Ini semua gara-gara lo!"
"Gue?"
"Gue nggak pernah cari masalah sama lo," Key berhenti sejenak, "Juga mantan lo!"
Adit masih duduk terdiam di bangkunya, mencerna kata-kata Key.
"Nggak usah pura-pura mikir! Klasik tahu nggak!"
"Lo ngomong apaan, sih Key? Asli, gue nggak ngerti!" kata Adit seraya bangkit.
"Oh ya?" Key menyeringai. Tanpa kata lagi, Key langsung melayangkan pukulan di rahang Adit, sampai mengeluarkan darah, dan terduduk kembali. Kemudian, di cengkramnya kerah Adit, "Lo nggak ngerti kan? Gue akan jelasin secara rinci, ke elo! Cewek lo, nyrempet gue, di depan kampus! Apa lo masih nggak ngerti juga?"
Adit pun mendorong Key hingga terjatuh ke dermaga. Kemudian, Adit bangkit. Dihampirinya gadis itu, "Nggak ada hubungannya sama gue, Begok!"
Mendengar kata terakhir itu, darah Key langsung mendidih. Digerakkannya tubuhnya bangkit, "Tapi gue nggak sebegok itu, sampek gue nggak ngerti semuanya!"
"Emang apa yang lo ngerti? Ha?" Adit berhenti sejenak, "Lo tuh nggak ngerti apa-apa, jadi nggak usah sok ngerti!" tukas Adit lalu berjalan pergi.
"Lo selalu bersikap seakan-akan gue yang nggak ngerti," Key menggerakkan tubuhnya menghadap Adit, "Tapi sebenarnya, elo yang nggak pernah ngerti!"
Adit pun berhenti dan langsung menoleh ke belakang. Tapi Key sudah tidak ada di sana. Dia sudah pergi memegangi sikunya yang berlumuran darah.
****
Di kursi taman sambil menggigit bibir bawahnya, Key berjingkat-jingkat begitu kapas yang sudah diberi anti septik menyentuh luka di sikunya.
"Key!" tegur Davin.
Key mendongakkan kepalanya ke arah sumber suara itu berasal. Davin berdiri di sampingnya. Key pun menggeser duduknya ke samping. Lalu Davin duduk di hadapannya. Mengambil alih kapas itu dari tangan Key. Terus dibersihkannya luka adiknya itu dan ditiupinya perlahan. Setelah itu, diperbannya.
"Kenapa lo mukul, Adit?" tanya Davin setelah cukup lama bungkam. Key tak menjawab. "Key...?" suara Davin sedikit meninggi.
"Jadi dia ngadu sama lo?" tanya Key cuek.
"Kenapa dia harus ngadu, kalo gue liat sendiri!"
"Kalo gitu, ngapain lo masih nanya?"
"Gue Cuma liat, Key! Bukan tahu! Lo bisa bedain liat ama tahu nggak, sih?"
"Apa lo lupa, gue selalu punya alasan kuat untuk semua tindakkan gue!"
"Apa ini karena Sita?"
****
Beberapa saat yang lalu...
Adit datang ke ruang Mapala dengan memegangi rahangnya yang lebam. Citra dan Riko yang tengah membicarakan rencana pendakian langsung berhambur menghampiri Adit.
"Lo kenapa?"
"Ini semua, gara-gara cewek itu!" tukas Adit yang membuat Riko dan Citra saling pandang dengan mimik heran.
Kemudian, Elik datang dengan tergopoh-gopoh. "Dimana Davin?"
Citra dan Riko hanya geleng-geleng. Kemudian, Elik mengambil ponselnya dan mengontak Davin.
"Lo dimana?" tanyanya begitu tersambung. "Buruan ke sini?"
Davin yang saat itu berada tak jauh dari danau, melihat dengan jelas apa yang Key lakuin ke Adit, tanpa tahu penyebabnya. Sampai mereka berdua pergi. Davin masih di sana, menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi pada mereka. Sampai akhirnya, Elik menelponnya. Dari nada suaranya, Davin yakin ada hal penting yang harus dia sampaikan.
"Iya!" sahut Davin lalu pergi meninggalkan tempat itu, menuju ruang Mapala.
Di ruang Mapala, semua terdiam menunggu kedatangan Davin. Elik tak henti-hentinya mondar-mandir dari sudut ke sudut. Adit berdiri di samping jendela sembari memegangi rahangnya. Riko dan Citra duduk bersebelahan di sofa.
Davin heran juga, melihat suasana tegang itu. Tapi Elik tak membiarkan Davin berlama-lama dalam keheranan itu. Langsung dia hampiri Davin, menyuruhnya duduk tak jauh dari Riko dan Citra.
"Kalian harus lihat ini!" kata Elik menekan tauchpad laptop yang sudah disambungkan dengan ponselnya.
Video berdurasi tak sampai satu menit, tersuguh di hadapan mereka. Elik sengaja mengulang berkali-kali, memelankan durasi, memperbesar gambar agar meraka bisa memahaminya. Adit yang awalnya ogah-ogahan, begitu melihat siapa orang yang ada di dalam rekaman itu, langsung berjalan mendekat.
"Sita...!" geramnya begitu melihat mobil yang menyrempet Key hingga terjatuh ke aspal.
Tanpa kata lagi, Adit langsung pergi. Tak berapa lama, Davin pun juga pergi, menyusul adiknya ke taman.
****
"Itu udah tahu! Ngapain nanya?" ketus Key seraya bangkit berdiri.
"Adit nggak ada hubungannya sama ini, Key?" teriak Davin masih tetap di tempatnya.
Key pun berhenti dan langsung menoleh ke arah Davin. "Jadi lo kesini, cuma buat nunjukkin pembelaan lo ke temen lo?" Davin terdiam. "Udah gue duga!" seringai Key seraya pergi meninggalkan Kakaknya itu.
****

KAMU SEDANG MEMBACA
The Climbing Love (Republish)
Romance#1 dalam Gunung [06-08-2019] #2 dalam Persaudaraan [06-08-2019] Key, gadis cantik yang cuek soal penampilan itu tak bisa tidur karena dia dan orang tuanya akan meninggalkan Surabaya. Kota tempat tinggalnya sejak lima tahun terakhir. Kembali ke Jaka...