Setelah memeriksa semua perlengkapannya, Adit berjalan menghampiri Key yang duduk termenung, menatap puncak. Poninya dibiarkan melambai menutup sebagian wajahnya.
"Sudah minum?" tanya Adit begitu sampai di dekatnya.
Key mendongak ke samping. "Gue nggak haus."
Adit mengembuskan napas panjang, lalu jongkok. Membuat wajah letih Key terlihat sangat jelas.
"Lo harus sering minum meskipun nggak haus," ingatnya, "Udah makan?"
Key menggeleng pelan.
Udah gue duga. Lalu Adit mengambil satu bungkus roti dari dalam saku jaketnya.
"Nih," ucapnya menyodorkan roti itu ke Key.
Key menggeleng lagi.
"Gue nggak terima penolakan," Adit menegaskan.
"Tapi gue nggak laper," Key menjawab pelan.
Adit sudah menduga hal ini yang akan terjadi. Jadi tanpa bicara, Adit langsung meraih tangan Key dan meletakkan roti itu. "Kita nggak akan naik ke puncak kalo lo nggak habisin roti ini," ucapnya seraya berlalu.
Key tertegun. Tapi sebenarnya ingin protes juga. Hanya saja, sepertinya sekarang bukan waktu yang tepat. Mengingat tenaga yang dia punya hanya tinggal sedikit. Bahkan dia sendiri tak yakin masih bisa bertahan atau tidak hingga nanti sampai puncak.
*
Seperti yang Adit tadi bilang, perjalanan baru akan dilanjutkan setelah Key menghabiskan roti pemberiannya. Dan baru saja, Adit melihat Key mengunyah roti terakhirnya, dan berlanjut meminum air mineral beberapa teguk.
"Masih kuat?" tanya Riko begitu mereka sudah bersiap melanjutkan perjalanan.
Setelah menghela napas panjang, Key mengangguk mantap. Menciptakan senyum tipis di bibir Riko.
Adit yang melihat itu berusaha mengabaikannya dan menahan amarah yang akhir-akhir ini kerap muncul.
"Ko, lo yang mimpin tim. Gue jalan paling belakang," jelas Adit membagi tugas.
Riko mengangguk setuju.
Setelah membaca doa, perjalanan pun dilanjutkan.
"Lo aja Cit. Gue jalan di belakang aja," tolak Key saat Citra menawari Key jalan di belakang Riko dengan bahasa isyarat.
"Ok," sahut Citra diikuti anggukan pelan.
Citra pun berjalan tepat di belakang Riko, lalu keempat temannya, kemudian Key, dan terakhir Adit.
Entah ada yang sadar atau tidak, jika Adit mengulum senyum saat melihat Key menolak tawaran Citra. Bahkan senyumnya tak kunjung hilang meskipun perjalanan sudah dimulai.
45 menit kemudian Key merasa kepalanya berdenyut hebat. Jalannya pun mulai lambat. Lalu dia menoleh ke belakang, Adit masih ada di belakangnya sementara yang lain sudah jauh di depan.
Key merasa harus berhenti sekarang. Memulihkan tenaganya dan berharap sakit di kepalanya akan berkurang. Tapi jika dia berhenti sekarang, saat Adit ada di belakangnya sama aja bohong. Adit akan tahu kondisinya sekarang, bahkan usahanya menahan diri agar tidak memegangi kepalanya hanya akan sia-sia. Padahal dalam hati dia bertekad tak ingin menyusahkan Adit lagi.
Key berpikir keras mencari cara dia bisa istirahat dan tak membebani Adit. Lalu dia bergerak menepi, dan bersandar di salah satu pohon.
"Kenapa?" tanya Adit.
"Gue mau minum, lo duluan aja," dusta Key.
"Gue tungguin lo!"
"Enggak usah, Dit. Lo duluan aja. Gue nggak pa-pa, kok. Kalo nungguin gue, lo entar malah ketinggalan sama yang lain."
"Dan kalo gue duluan, gue bakal kehilangan lo!"
Key mendongak menatap Adit tak mengerti.
Adit tak mengatakan apapun. Hanya kedua tangannya yang bergerak, melepas tas besar dari punggung Key.
"Lo, lo ngapain?" tanya Key terbata.
Adit tak menyahut. Dia letakkan tas itu ke tanah, lalu menyuruh Key duduk. Dia pun juga.
"Selonjorin kaki lo!" perintah Adit.
Key pun menurut. Lalu Adit mengambil botol minum dari saku kiri tasnya.
"Nih!"
Key menerimanya lalu meminumnya beberapa teguk.
Setelah itu, Key ingin bangkit, tapi buru-buru Adit menahannya.
"Nggak usah buru-buru. Kita istirahat di sini dulu."
"Tapi Dit, nanti kita bakal ketinggalan jauh!"
"Gue nggak peduli. Yang gue peduliin sekarang, elo!" Key tertegun, "Gue nggak mungkin ninggalin atau maksain lo buat jalan sekarang. Kondisi lo bener-bener nggak memungkinkan."
"Dit, gue nggak pa-pa!"
"Muka pucet kaya kapas gitu lo bilang nggak pa-pa?"
Skak mat! Key kehabisan kata-kata lagi. Semua rencana yang disusunnya gagal total. Membohongi Adit ternyata bukan hal mudah, dan membuat kebohongan ternyata sama tidak mudahnya.
"Kenapa tadi lo nggak istirahat?" tanya Adit memecah keheningan. Suaranya sudah sedikit melunak dari yang sebelumnya.
"Gue nggak bisa tidur!"
Diam-diam Adit menghela napas, "Lo mikirin Davin?"
Key menoleh lalu mengangguk perlahan.
"Gue nggak akan bilang salah kalo lo mikirin Davin. Tapi gue juga nggak akan membenarkan tindakan lo ini!" ucap Adit.
"Key lihat gue!" Key pun mendongak, "Jangan telan mentah-mentah ucapan Davin."
Key menatap Adit dengan sorot tak mengerti.
"Menurut lo, kenapa Davin nyuruh lo naik gunung?"
Key menggeleng.
"Dia nyuruh lo ke sini, bukan hanya untuk naik, sampai puncak, lalu turun. Tapi lebih dari itu." Adit menghela napas sebelum melanjutkan ucapannya, "Dia bilang ke gue, lo sangat suka gunung. Tapi setelah kejadian di Cartenz, lo jadi menutup diri sama gunung. Lo berusaha lupain semuanya. Lo nggak mau inget-inget masalah itu lagi."
"Davin tahu, lo nggak pernah benar-benar bisa move on dari gunung. Lo kangen naik gunung, tapi lo takut kalo naik lagi, kejadian yang sama terulang lagi."
Key hanya diam membenarkan itu semua. Lalu perlahan Adit meraih tangannya, dan menggenggamnya erat.
"Key, Davin pengen, lo nikmatin yang benar-benar nikmatin pendakian ini. Nikmatin prosesnya, perjalanannya. Davin kangen liat lo ketawa lepas lagi. Dia pengen liat lo bahagia seperti sebelumnya. Jangan siksa diri lo. Davin pasti bakal sedih kalo liat lo yang sekarang."
Tanpa sadar air mata Key terjun bebas, mengalir membasahi pipi. Lalu Adit menyekanya dengan ibu jari. "Orang bilang, dia harus bahagia dulu sebelum buat orang lain bahagia. Kalo lo pengen liat Davin sehat lagi seperti sedia kala, lo harus buat Davin bahagia. Tularin kebahagian lo ke dia, biar semangat hidupnya balik lagi."
Key semakin tersedu.
"Udah, jangan nangis lagi. Semua pasti akan baik-baik aja!" Adit kembali menyeka air mata Key lalu menariknya dalam dekapannya.
*
Terlalu singkat nggak sih, ceritanya. But don't worry. Ceritanya akan cepat dilanjut, kok. Karena secepatnya mau di kirim ke penerbit story club.Yaps, cerita ini lolos seleksi dan akan diterbitkan, InsyaAllah.
Thanks buat semua yang udah mau baca cerita aku. 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
The Climbing Love (Republish)
Romance#1 dalam Gunung [06-08-2019] #2 dalam Persaudaraan [06-08-2019] Key, gadis cantik yang cuek soal penampilan itu tak bisa tidur karena dia dan orang tuanya akan meninggalkan Surabaya. Kota tempat tinggalnya sejak lima tahun terakhir. Kembali ke Jaka...