Setelah kondisi Key kembali membaik, perjalanan pun kembali dilanjutkan. Usai menyeberangi sungai kecil, jalanan kembali menanjak. Memasuki hutan dengan tanah lembek.
Kira-kira setelah menempuh perjalanan selama setengah jam-an, sesuatu mengganggu pikiran Key. Membuat Key berulang kali menoleh ke belakang.
“Kenapa?” tanya Adit begitu menoleh mendapati Key berdiri 5 meter di belakangnya, dan memunggunginya.
Key masih tak menjawab dan terus mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Tak ada apa pun. Selain pohon-pohon besar dan beberapa jenis tumbuhan.
Melihat itu, Adit memutuskan menghampiri Key, “Kenapa?” tanyanya lagi setelah berada tepat di samping Key.
Key menoleh ke arah Adit lalu menggeleng.
“Jujur sama gue!” pinta Adit karena yakin Key tengah menyembunyikan sesuatu.
Key tak langsung bicara. Ditatapnya Adit sesaat, “Gue ngerasa ada yang ngikutin kita!” katanya pelan.
Mendengar itu, Adit langsung mengedarkan pandangannya ke segala penjuru. Mungkin ada beberapa pendaki tak jauh dari mereka. Jadi itu sebabnya, kenapa Key merasa seperti ada yang mengikutinya. Tapi setelah mempertajam penglihatannya, dan dengan teliti melihat setiap penjuru, dia tak menemukan siapa pun. Kemudian dia hela nafasnya, “Mungkin hawan lewat!” kata Adit berusaha menenangkan.
Key terdiam sejenak, kemudian menghela nafasnya, “Mungkin bener apa yang lo bilang!” ucapnya pelan meski tak sepenuhnya setuju. Kemudian, kembali dia lanjutkan pendakian.
Adit menahan dengan meraih satu tangan Key. “Dengerin gue, sekali ini aja!”
Perlahan, Key memutar tubuhnya menghadap Adit. Ditunjukkannya sorot ketidakmengertian di dua matanya.
“Gue tahu, meskipun lo udah janji buat nurutin omongan gue, lo nggak pernah ngelakuin itu. Tapi buat yang satu ini, gue mohon…, dengerin!”
Meski sempat ragu, Key pun mengangguk. Adit pun tersenyum lega melihat persetujuan itu. Dan berharap, Key benar-benar menurutinya.
“Kita nggak tahu pasti, apa yang ada di sini. Jadi please, fokus sama tujuan lo! Apapun yang terjadi, jangan noleh ke belakang! Lo ngerti?”
Key pun mengangguk. Perjalanan pun dilanjutkan dengan Key berjalan di depan. Sepanjang perjalanan, perkataan Adit terus saja terngiang di telinganya. Tapi sayangnya, hal itu tak membuat Key bisa mengabaikan keinginannya untuk terus menoleh ke belakang. Setiap saat keinginan itu selalu timbul dalam diri Key.
Medan yang mereka lalui pun semakin terjal. Untuk itu, mereka pun harus berpegangan pada akar-akar yang melintang di jalur pendakian. Hal itu, bisa membuat Key melupakan keinginannya itu. Meski hanya sesaat. Karena setelah itu, keinginan Key untuk menoleh ke belakang pun semakin besar.
“Key?” panggil seseorang dari belakang Key.
Suara itu…
Key tahu pasti siapa pemilik suara itu. Itu bukan suara Adit, melainkan…, Key pun langsung berhenti lalu menoleh ke belakang.
“Kenapa?” tanya Adit heran.
Key tak menjawab. Dilihatnya ke sekeliling mencari sumber suara itu berasal. Tapi tak ada siapa pun selain mereka.Huft…! Key mendengus pelan. Mungkin gue Cuma halusinasi!
Setelah memastikan lagi tak ada siapa pun selain mereka, Key pun kembali berjalan. Baru dua langkah, suara itu terdengar lagi.
“Key?” panggilnya.
Key pun menghela nafasnya dan berusaha untuk tidak mempedulikannya.“Key…?” tapi suara itu terus saja memanggilnya hingga berulang kali. Membuat Key tak mampu lagi menahan keinginannya untuk berhenti dan menoleh ke belakang.
Ditatapnya rerumputan yang tumbuh tinggi di sekelilingnya. Tapi tetap saja, mata Key tak menemukan siapapun. Lalu Key kembali mengulanginya dengan lebih teliti lagi. Sampai akhirnya, rumput-rumput yang bergerak, beberapa meter di belakang mereka, menyita perhatiannya. Key pun semakin mempertajam penglihatannya dan sama sekali tak berkedip.
Ck! Adit berdecak kesal, karena Key tak lagi mendengarkan omongannya. Di tolehkan kepalanya ke arah yang tengah Key lihat. Tak ada apa-apa di sana. Selain rerumputan yang bergerak diterpa hembusan angin. Melihat tak ada yang ganjil, Adit pun memalingkan wajahnya ke Key.
Key semakin mempertajam pandangannya. Matanya kontan melebar begitu melihat seseorang muncul dari balik rumput itu. Memperlihatkan wajahnya pada Key dengan senyum manisnya. “Kak Davin!” gumam Key.
“Apa?!” Adit terkejut begitu mendengar gumaman Key itu. Segera dialihkannya pandangannya ke belakang, tapi dia tetap tak melihat siapa pun.
Kesadaran Key kembali hilang. Tanpa kata, Key pergi mendekat ke Davin. Tak dipedulikannya lagi Adit. Hanya Davin yang ingin ditujunya saat ini.
Dengan gerakkan cepat, Adit meraih lengan Key. Menahannya untuk tidak berbalik ke tempat yang sudah mereka lalui.
Dengan mata berkilat, Key menunjukkan sorot ketidaksukaannya melihat Adit. Tapi Adit tetap tak peduli. Dipeganginya tubuh Key semakin kuat. Dibisikkannya kata-kata yang mungkin akan membuat kesadaran Key kembali.
Sementara itu, dibalik rerumputan, Davin terus memanggilnya. Membuat Key semakin berontak hingga Adit terjatuh. Setelah terlepas dari Adit, Key segera lari.
“Key, jangan?!” teriak Adit yang sama sekali tak Key pedulikan.
Key terus saja berlari mengejar Davin yang terus bergerak pergi. “Key? Ayo…!” ajak Davin dengan suara lembut. Membuat Key terbuai dan semakin mempercepat larinya. Membelah rerumputan yang tumbuh hijau dan meninggi. Membuat Adit semakin kesulitan mencari keberadaan Key.
“Key…?! Key…?!” teriak Adit yang sama sekali tak ada sahutan dari Key.
“Ayo Key…? Ayo…? Sedikit lagi Key…? Ayo…?” kata Davin yang tiba-tiba hilang dari pandangan Key.
Key pun berhenti. Kesadarannya mulai kembali. Dan betapa terkejutnya dia mendapati dirinya sendirian di hutan. Key pun memutar tubuhnya melihat ke sekeliling. Dia tak menemukan apa pun selain pohon besar berlumut dan rumput-rumput tinggi.
“Adiiit…?! Adiiit…?!” teriak Key setelah ingat dengan siapa dirinya tadi. Setelah berulang kali teriak, hingga tenggorokannya sakit, tetap saja tak ada sahutan, Key terduduk pasrah. Kenapa jadi seperti ini? Kenapa Adit tak mengejarnya? Apa mungkin Adit marah karena Key tak menurutinya? Perlahan, air mata Key meleleh, mengalir di pipi chuby-nya.
Setelah beberapa saat, Key mengangkat wajahnya. Disekanya air mata yang masih berbekas di pipi dengan kasar. Keg ingat tujuan awalnya. Davin. Ya, Davin. Karena dia, Key sampai di sini. Bahkan tak masalah jika harus berurusan dengan Adit yang menyebalkan.
Setelah itu, Key mendongak. Hanya matahari satu-satunya petunjuk yang bisa membantunya keluar dari tempat ini. Sialnya, Key tak bisa melihat matahari itu karena tertutup oleh dedaunan yang membentuk kanopi. Terpaksa, Key harus mengandalkan feeling untuk bisa keluar dari sana.
Key pun memutuskan untuk berjalan ke depan. Lalu berhenti. Tanpa sadar, dia menggeleng. Lalu berjalan ke kanan. Dan berhenti lagi. “Ck! Bodo amat! Nyasar ya nyasar!” katanya menyerah lalu berjalan ke kanan.
Dengan terus saja berjalan, Key melihat ke sekelilingnya, berharap menemukan jalan yang bisa membawanya kembali ke jalur yang benar. Bahkan dia tak tahu kalau dirinya semakin mendekat ke bibir jurang. Hanya tinggal beberapa langkah.
Lima…, empat…, tiga…, dua…, dan…
Bruuuk‼
Sesorang menarik Key hingga terjatuh. Mengunci mata coklatnya dengan mata hitamnya. “Kak Riko…!” gumam Key setelah menyadari siapa orang yang ditindahnya. Kemudian, dia segera bangun. “Maaf…!” ujar Key dengan menunduk.
Riko tak masalah soal itu. Jika bisa, ingin dia lebih lama memandang mata itu. Mata yang telah lama memikat hatinya. Tak pernah enyah dari pikirannya meski sedang bersama gadis lain.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
The Climbing Love (Republish)
Romance#1 dalam Gunung [06-08-2019] #2 dalam Persaudaraan [06-08-2019] Key, gadis cantik yang cuek soal penampilan itu tak bisa tidur karena dia dan orang tuanya akan meninggalkan Surabaya. Kota tempat tinggalnya sejak lima tahun terakhir. Kembali ke Jaka...