Bab 28

135 2 0
                                    

"Masih kuat?" tanya Adit seraya mengusap air mata yang masih tersisa di pipi Key.

Key mengangguk.

"Yakin?"

Dan kembali Key mengangguk.

"Tapi wajah lo pucet banget. Kita istirahat dulu, ya?"

"Enggak Dit. Kita jalan aja sekarang. Gue nggak pa-pa, kok!" terang Key.

"Tapi Key...,"

"Dit," Key memotong ucapan Adit, "Trust me. I'm fine. Gue nggak mau terus-terusan ngerepotin kalian."

Adit terdiam, berusaha mempercayai Key, meski sebenarnya sulit untuk melakukannya. Wajah Key teramat pucat.

"Gue gendong, ya?" tawar Adit yang justru dapat sambutan senyum geli dari Key. "Kenapa?"

"Apaan sih, Dit. Gue bisa jalan sendiri kali."

Adit hanya diam tak merespon.

"Tadi gue emang sempet pusing, tapi sekarang udah mendingan, kok. Thanks ya, Dit."

"Sorry ya, Key. Gue belum bisa jagain lo sepenuhnya. Kalo gue nggak teledor, mungkin nggak akan gini jadinya."

"Lo ngomong apaan sih, Dit? Lo tuh nggak teledor. Menurut gue mah, elo malah over protective sama gue."

Adit terkekeh, lalu mengulurkan tangannya untuk Key, "Ok. Kalo gitu kita lanjutkan perjalanan, tapi janji sama gue, kalo ada apa-apa ngomong sama gue!"

Key pun tersenyum lalu menyambut uluran tangan Adit, "Janji!" sahutnya mantap.

*

Riko dan yang lainnya masih terus berjalan. Menyusuri tanjakan. di samping kanan kiri tumbuh subur pohon cantigi. Warna daunnya yang hijau bercampur merah dan oren benar-benar memanjakan mata siapapun yang melihatnya.

Setelah puncak tinggal sedikit lagi, Riko memutuskan berhenti, yang otomatis diikuti oleh pasukan di belakangnya. Napasnya ngos-ngosan. Dia membungkuk, dengan satu tangan sebagai penopang sedang tangan yang lain mengusap keringatnya dari kening menuju pelipis. Setelah napasnya mulai teratur, dia menoleh. Citra dan Arif duduk selonjoran di bawah pohon cantigi sementara Lukman masih membungkuk dengan kedua tangan memegangi lutut.

"Adit sama Key mana?" tanyanya kemudian.

Citra yang masih ngos-ngosan pun menggeleng.

Riko pun menurunkan tasnya lalu duduk di sebelah Citra.

"Cantik ya?" gumam Citra membuat Riko seketika menoleh. Dahinya mengernyit.

"Maksudnya?"

Citra nyengir lebar, "Cantigi maksud gue," jelasnya.

"Oh," sahut Riko sambil manggut-manggut, lalu mengalihkan perhatiannya ke arah tumbuhan berdaun kecil dan tebal di depannya.

"Katanya, daunnya yang masih muda bisa di makan langsung. Bener gitu nggak, sih?"

"Iya. Lo mau?" tawar Arif.

"Aman nggak?" Citra masih tak yakin.

"Yeee..., dibilangin juga. Kalo nggak percaya, tanya noh sama Lukman. Dia pernah makan daun sama buahnya pas lagi kesesat," terang Arif.

Citra menoleh ke arah Lukman. Cowok tambun itu sudah duduk di bawah pohon cantigi juga. Namun bersebrangan dengan mereka.

"Benar, Man?" tanya Citra memastikan.

Lukman mengangguk.

"Rasanya gimana?"

"Ya lo coba aja sendiri," celetuk Arif.

The Climbing Love (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang