BAB 14

698 32 8
                                    

Sembari menunggui Kakaknya, Key membaca artikel tentang pendakian. Teknik dasar, jalur pendakian, medan yang dilewati, dan masih banyak lagi. Bukan hanya dari satu sumber melainkan berbagai sumber.  Meski jika diamati secara pasti -oleh setiap mata tanpa pengecualian- pikirannya tak berisi tentang artikel-artikel itu. Melainkan hal lain. Hal yang benar-benar menyita perhatiannya. Dan ini soal kejadian di dermaga kemarin.

“Kok Kakak dicuekin, sih?” celetuk Davin yang bosan dengan kebisuan ini. Karena memang, begitu sampai, Key hanya diam. Duduk di samping ranjang Davin tanpa kata, lalu menyibukkan diri dengan ponselnya.

“Heh…,” Key terperangah dan segera menoleh ke arah Davin, menunjukkan senyum garing dan kembali sibuk dengan ponselnya.

Melihat itu, diam-diam Davin menghela nafas panjang lalu menoleh ke arah pintu. “Hai, Dit…?” teriaknya kemudian.

Mendengar itu, Key langsung terlonjak dan gugup. Mengedarkan pandangan ke segala arah, berharap menemukan tempat yang bisa menyembunyikannya dari teman Kakaknya itu. Sampai akhirnya, pandangannya tertuju ke pintu yang tertutup. Lalu, ditolehnya Davin yang pura-pura tak melihat tingkahnya barusan.

“Kenapa, Dek?” tanyanya pura-pura heran.

“Lo boongin gue, ya?” kejarnya.

Dahi Davin berkerut, “Maksudnya?”

“Lo bilang ada Adit. Mana?”

Dahi Davin masih berkerut, “Enggak…! Kakak nggak bilang ada Adit. Kakak cuma bilang, hai Dit!

“Sama aja!”

“Ya beda, lah!” Key tak lagi menyahut, membuat Davin tersenyum geli dan semakin ingin menggoda adik kesayangannya itu. “Ciee… yang mikirin Adit!” ucapnya.

“Enggak! Siapa bilang gue mikirin Adit!” ketus Key berpaling ke arah lain.

“Emang Kakak bilang kamu, ya, yang mikirin Adit?” goda Davin lagi.

Kontan Key langsung menatap kakaknya dengan mata terbelalak. Dan Davin, menatap adiknya dengan alis naik turun. Membuat semburat merah langsung menghiasi wajah Key dalam waktu sekejap.  Kembali Key memalingkan wajahnya dengan bibir semakin mengerucut.

Sial! Sial! Sial...!! Gerutu Key dalam hati.

Aksi Davin menggoda adiknya pun terus berlanjut. Sampai kemudian Riko datang. Membuat kakak beradik itu bungkam seketika. Tapi hanya dalam waktu singkat. Sesaat kemudian, Davin tersenyum lebar lalu menyuruh temannya itu masuk.

Sedang Key?

Sorot kesal seketika hinggap di kedua matanya. Tanpa mengatakan apa pun, dia langsung pergi ke luar ruangan. Membuat Davin maupun Riko terheran-heran dengan sikapnya.

"Key...," Riko menatap Davin bingung sambil satu tangan menunjuk Key, "dia kenapa?" tanyanya bingung.

Davin yang sama bingungnya dengan Riko hanya menggeleng, lalu menyuruh temannya itu duduk. Setelah bercakap sebentar. Menanyakan kondisi, membicarakan kejadian di kampus, Riko pun pamit.

Setelah Riko pergi, tak berapa lama Adit datang. Setelah basa-basi sebentar, Adit melihat ke sekeliling. Seperti mencari keberadaan seseorang.

“Lo nyari, Key?” terka Davin kontan, seakan mengerti siapa orang yang tengah temannya cari itu.

“Iya! Gue mau minta tanda tangannya buat formulir pendakian lusa,” jelas Adit setelah memastikan matanya untuk yang kedua kali, tetap tak menemukan Key.

“Baru aja, dia keluar! Nggak tahu, kemana? Nggak pamit juga. Ke taman kali! Lo contact aja!” saran Davin.

“Gue nggak punya kontaknya!”

The Climbing Love (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang