BAB 4

803 17 2
                                    

Di salah satu bangku taman, di bawah pohon besar, Key duduk terdiam memikirkan omongan Adit tadi. Kenapa jadi kebalik gini, sih? Dia yang marah dan gue yang salah? Kan harusnya, gue yang marah dia yang salah? Ck!

Saat Key masih sibuk memikirkan hal itu, ponsel di tangannya berdering. Dari Davin. Tanpa berpikir lagi, Key langsung menerima telepon itu.

“Ada apa Kak... di kelas... hem,” Key terlihat sangat terkejut dan langsung menyapukan pandangan ke sekeliling dan terhenti di jendela lantai 3. Di sana, Davin tengah berdiri dengan tangan melambai ke arahnya, “ish... ogah... errgh... iya-iya, gue kesana!”

Setelah itu, Key menutup telponnya dan segera pergi meninggalkan taman. 5 menit kemudian, Key sampai di kantin. Tempat yang wajib Key datangi setelah menerima telpon dari Kakaknya. Tuh orang, kemana lagi! Key terus mengarahkan pandangannya mencari Davin ke seluruh kantin, tapi dia tak melihat ada Kakaknya di sana. Yang dia lihat, justru Adit dan 2 temannya–satu cewek, satu cowok– sedang makan di bangku sudut kantin.

“Ck!” Decak Key seraya bertolak pinggang. “Tuh orang, di kira gue kagak ada kerjaan kali, ya?” dumelnya sendirian.

Sebelum pergi, Key kembali menyapukan pandangan ke sekeliling. Barang kali, ada tempat yang luput dari penglihatannya. Dia pertajam lagi matanya. Dan tiba-tiba seseorang menjitak kepalanya dari belakang.

Seraya membalikkan tubuhnya, Key memarahi orang yang menjitaknya. “Gila ya lo…,” Key tak melanjutkan ucapannya begitu menoleh, ada Davin dan seorang gadis, “sakit tahu!” ungkapnya dengan nada pelan.

Davin tersenyum kemudian mengacak rambut Key, “Sorry!”

“Ck!” decak Key seraya menjauhkan kepalanya dari tangan Davin.

“Kamu sih, Vin! Marah kan, dia!” seru gadis itu.

“Hehehe...” Davin hanya terkekeh. Sementara itu Key terlihat dongkol. “Oh iya Dek, kenalin. Ini Kak Elik. Pacar Kakak!” kata Davin kemudian.

Masih dengan tangan kiri memegangi kepala dan wajah syarat dengan rasa kesal, Key mengulurkan tangan kanannya. “Key!” katanya setelah Elik menjabat tangannya. Setelah itu, tanpa kata, Key bergerak pergi.

“Eh, mau kemana?” tanya Davin menahan tangan Key.

“Balik!” ketusnya.

“Tadi kesepakatannya gimana?” Davin kembali mengingatkan kesepakatannya dengan Key di telpon tadi.

Key terdiam. Kembali diingatnya percakapan tadi dengan Kakaknya itu.

“Ke kantin, ya! Kakak mau kenalin kamu ke ke temen-temen Kakak!”

“Ogah!”

“Ok. Kalo gitu Kakak aduin ke Mama, kalo hari ini lo bolos kuliah, dan malah asik-asikkan ngelamun di taman!”

“Erggh...”

“Jadi gimana? Kamu mau ke kantin sekarang, atau Kakak bilang ke Mama.”

“Iya-iya! Gue ke sana sekarang!”
Mengingat itu, hanya membuat bibir Key semakin mengerucut. “Kan udah!”

“Mana? Orang Kakak belum ngenalin kamu sama temen-temen Kakak.”

“Nah ini!” Key menunjuk Elik dengan dagunya.

“Dia pacar! Bukan teman!” tegas Kakaknya.

“Sama aja!”

“Beda!”

“Ck!”

Davin tahu, decakkan itu tanda kekalahan Key. Dengan bibir mengembang tersenyum jumawa, Davin menarik adiknya ke arah teman-temannya. Ke arah bangku yang ada di sudut kantin.

“Hai!” sapa Davin yang membuat ketiga temannya melihat ke arahnya.

Seketika, mata Key langsung terbelalak begitu menyadari Davin membawanya ke arah Adit dan teman-temannya. Dan Adit yang menyadari kehadiran mereka juga terbelalak. Menatap tajam ke arah gadis yang digandeng sahabatnya itu.

“Ini siapa?” tanya teman Davin yang cewek.

Davin tersenyum, “Kenalin, ini adik gue, Key!” katanya pada ketiga temannya. Setelah itu, Davin melihat adiknya, “Key, kenalin, ini Citra,”Davin menunjuk satu-satunya cewek di bangku itu.

Citra pun tersenyum, tapi tak berlangsung lama. Dia toleh tempat mata Key memandang. Seketika dahinya berkerut, menyadari jika sepasang mata Key dan Adit saling beradu. Menunjukkan sorot yang sama-sama tajam dan penuh kekesalan. Citra yakin, ada yang tidak beres dengan mereka.

“Ini Adit,” lanjut Davin memegang pundak Adit yang duduk di sebelah kirinya.

Key sama sekali tak bereaksi, begitu juga dengan Adit. Membuat Citra yang tak sesaat pun melepaskan perhatian dari mereka, geleng-geleng. Mengundang tawa geli Elik yang berdiri di belakang Adit.

“Dan itu...,” Davin berhenti sejenak, “Lo inget kan, dia siapa?” lanjutnya seraya menoleh ke arah Key yang masih menatap tajam Adit. “Dek?”

“Eh, iya!” Key terperangah dan segera melihat Kakaknya.

“Kamu ingat kan, dia siapa?”

“Siapa?” Key tampak gusar. Mengarahkan pandangan ke sembarang arah dan terhenti pada pria yang duduk di seberang meja. Key tertegun. Sementara orang itu hanya tersenyum.

“Kak Riko...!” gumam Key.

Orang itu tersenyum, “Kakak kira, kamu udah lupa!” seringainya.

Key hanya tersenyum mendengar itu.

“Hm..., kalo udah ketemu cinta monyetnya, jadi lupa kan sama Kakaknya!” celetuk Davin yang seketika membuat semu merah di kedua pipi Adiknya.

Dengan muka geram, Key melebarkan matanya menatap kesal Kakaknya. Yang sukses mengundang tawa geli siapa pun yang melihatnya. Terkecuali, Adit yang setelah mendengar kata itu, langsung pergi tanpa pamit pada siapa pun.
****
Kakak model apaan coba, malu-maluin adik di depan teman-temannya! Gerutu Key dalam hati.

Terus saja disusurinya koridor yang mengarah ke danau belakang kampus. Hanya itu, satu-satunya tempat yang jarang didatangai warga kampus -tempat yang bisa memberinya ketenangan selain taman kampus.

Sialnya, seseorang sudah lebih dulu ada di sana. Berdiri membelakanginya, menatap hamparan danau yang berkilauan. "Heh!" Key mendengus kesal. Untungnya, dermaga danau itu cukup luas, dan orang itu ada di salah satu ujung. Jadi, dia bisa berdiri di ujung yang lain. Dengan begitu, tak ada yang saling terganggu.

Dengan langkah gontai, Key menuruni anak tangga. Sebelum pergi ke ujung yang lain, Key melirik orang itu. Dari sana dia tahu jika itu..., Adit! Tiba-tiba saja, tempat luas itu terasa sangat sempit. Kenapa harus dia sih...! Ah! Key pun memutar balik tubuhnya kembali menaiki anak tangga.

Sementara itu, Adit juga berbalik. Ditatapnya tubuh Key yang semakin menjauh itu. Saat Key hendak menoleh , segera dia palingkan wajahnya melihat ke danau. Dan begitu Key kembali fokus pada jalanan, Adit kembali melihat ke arah Key.

“Aneh, kan!” seru Elik yang berdiri tak jauh dari danau bersama Citra.

Citra pun mengangguk mengiyakan. “Mereka baru kenal, tapi sikapnya kayak musuh bebuyutan!” tambah Citra.

****

The Climbing Love (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang