2. Belum Tahu Cinta

43.1K 4K 1.5K
                                    

Semakin dekat tujuan, semakin kacau detak jantung Rayn. Segala macam keramaian, terutama pesta ulang tahun, selalu membuatnya lemas melebihi dampak diare. Kenapa pula ia nekat? Rayn tidak kenal Jocelyn Xiao, cewek populer dari kelas 12, yang berulang tahun sekarang. Undangan ia dapatkan dari Annabelle Xiao, adik Jocelyn yang sekelas dengannya.

Rayn benci kehebohan yang ditimbulkan Annabelle tempo hari. Cewek itu cuma punya 10 lembar undangan, sementara ada 30 orang di kelas. Harusnya dipilih saja secara diam-diam, enggak usahlah bikin kecemburuan sosial dengan seleksi enggak jelas. Rayn melipir saja ke bangkunya untuk lanjut membaca, menjauhi keramaian di depan kelas. Entah kenapa akhirnya ia diseret-seret juga.

Rayn dipilih, Ardi tidak. Rayn menolak, Ardi pengin banget datang. Katanya, ini kesempatan bagus ketemu semua cewek cakep Darmawangsa di satu tempat. Rayn dengan senang hati ingin memberikan undangannya kepada Ardi. Tapi Ardi malah bernegosiasi dengan Annabelle. 

"Rayn dan Ardi itu sepaket. Kayak raja dengan patihnya. Kayak aktor dengn stuntman-nya. Kayak wizard dengan familiar-nya. Enggak bisa salah satu saja, Bel. Raynardi atau tidak dua-duanya."

"Aku enggak pengin datang." Rayn berkata datar, sambil mengembalikan undangan kepada Annabelle. Ia tahu yang mana cewek itu di antara teman-teman karena Ardi sengaja berdiri tepat di depannya dan menyebutkan nama.

"Oke. Oke. Dua undangan. Tapi kamu pastikan Rayn beneran datang! Awas kalau enggak." Annabelle mengancam, yang dibalas Ardi dengan menghormat lebay sambil tertawa bandel.

Rayn mendesah. Sekarang sudah separuh jalan menuju rumah Annabelle. Kalau ia mundur, Ardi bakal membunuhnya pelan-pelan dengan tusuk gigi. Enggak ada yang enggak mungkin buat yang ngaku jadi patih, stuntman, sekaligus familiar-nya itu. Rayn jadi geli sendiri mengingat kata-kata sahabatnya. Keresahannya pun sedikit berkurang. Ya, ia datang demi Ardi. Dan Ardi akan ada di sana membantunya. Itu saja yang penting.

Mami tiba-tiba meraih tangannya, menggenggamnya sebentar, lalu kembali pada kemudi. "Jangan khawatir, Rayn. Kamu pasti bisa mengatasi situasi apa pun nanti."

Rayn tersenyum tipis. Mami is the best. Sejak Rayn dipastikan mengidap prosopagnosia, Mami membuat dirinya dikenali dengan banyak cara dan dari berbagai arah. Rambut digelung dengan tusuk konde bunga mawar, bros mawar besar di dada, parfum dengan wangi mawar lembut, pakaian dominan warna indigo, dan yang jelas, akan lebih dulu bersuara sambil menghampiri Rayn. Papi melakukan hal serupa, tentu saja versi maskulinnya. Tidak masalah tampilan jadi begitu-begitu saja demi putra tunggal mereka. Masa panik dan stres gara-gara kehilangan orangtua di keramaian pun sudah lama lewat.

Tapi di sekolah selalu beda cerita. Pakaian seragam saja sudah menyusahkan Rayn, apalagi kalau ada dandanan dan potongan rambut lagi happening. Penampilan teman-teman bisa begitu cepat berubah, senada pula, sebelum Rayn hafal ciri masing-masing. Hampir satu semester di kelas 10 A, Rayn masih bergantung sepenuhnya pada petunjuk dari Ardi.

"Kayaknya itu deh rumahnya." Mami menepikan mobil. Membuka kaca jendela. Angin malam mengembus masuk membawa debu dan asap jalanan tak kasatmata.

Rayn buru-buru menutup hidung. Lalu melongok melewati kepala Mami. Mengamati rumah mewah di seberang jalan. Halamannya terang benderang dan ramai. Gerbangnya terbuka lebar dengan antrean panjang kendaraan yang hendak masuk. Tampak dua orang satpam memeriksa kartu identitas dan undangan para tamu. Maklum, bapak Jocelyn orang penting di atase kebudayaan Tiongkok untuk Indonesia.

"Yakin enggak perlu diantar sampai ke dalam?" Mami menoleh kepadanya.

Rayn tertawa. "Atuhlah Mami, Rayn bukan anak SD lagi. Lebih cepat juga jalan kaki. Ardi pasti sudah nunggu di dalam. Katanya mau datang lebih awal."

PELIK [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang