"Kamu enggak apa-apa pulang sendiri?" Ardi bertanya lagi untuk ketiga kalinya. Enggak yakin dengan enggak-apa-apa-nya Rayn. Lebih baik cerewet tapi aman ketimbang enggak cerewet tapi enggak aman, iya kan?
Rayn memutar bola mata. "Ardi, tiap hari, kalau kamu enggak nginep di tempatku, gimana aku pulang?"
Ardi garuk-garuk kepala. "Ya, sendiri. Soalnya kita beda arah. Tapi, sekarang kan aku pulang ke rumahmu, cuma enggak barengan kamu. Apa kata Mami Kiara nanti?"
Rayn tergelak, memukul punggungnya pelan. "Jadi, kamu khawatir keselamatanku, atau sieun dicarekan ku Mami?"
Ardi meringis. "Dua-duanya," katanya mengakui. Mami Kiara itu lembut hati tapi dalam urusan keselamatan putra semata wayangnya, bisa galak pol.
Pernah waktu SD, Ardi dimarahi karena memulai kebiasaan masuk kamar Rayn lewat jendela. Naik dari pohon di samping rumah, ke balkon, terus ke kamar Rayn. Gara-gara teriak dan ngebel enggak ada yang bukain pintu. Rupanya Rayn tertidur dan enggak ada orang lain di rumah. Belakangan Mami Kiara tahu, dan marah banget, karena nanti kalau ada maling beneran malah dikira Ardi oleh Rayn. Sejak saat itu pula, pohon yang asyik dipanjat itu ditebang.
Marah kedua kalinya, waktu mereka SMP. Rayn yang homeschooling bete di rumah dan tiba-tiba nyamperin Ardi di sekolah, ngajak bolos. Pergilah mereka main sampai malam bikin cemas semua orang. Ponsel Rayn kehabisan batere dan Ardi belum punya ponsel waktu itu. Mereka pulang sambil ketawa-tawa untuk disambut amukan Mami Kiara. Iya sih, Rayn mengaku salah, membela Ardi mati-matian. Tapi Ardi merasa, dia yang "normal", seharusnya bisa lebih "dewasa" dan bertanggung jawab.
"Sebaiknya aku pulang dulu bareng kamu deh," kata Ardi memutuskan. "Baru pergi lagi."
"Ardi!" Rayn berkacak pinggang. "Aku bukan anak kecil. Naik angkot sendiri bukan sekali ini. Naik grab car juga biasa. Mami enggak akan kenapa-kenapa, karena kita enggak salah. Pergilah. Jangan biarkan Meja menunggu."
Ardi masih ragu. Di sakunya ada flash disk Annabelle berisi semua foto di pesta. Rencana awal, malam ini ia dan Rayn berniat menyisir file satu demi satu mencari Mitsuha. Tapi Megan tiba-tiba saja minta ia temani. Ia menyerahkan flash disk itu kepada Rayn. "Pegang sama kamu dulu. Kalau mau duluan cek, dari baju yang dipakainya ...."
"Nanti saja barengan kamu. Enggak buru-buru. Sudah, jangan mikirin aku sekali-sekali kenapa?" Rayn begitu santai. Menjitak jidatnya. Tepat saat itu ponsel Rayn berbunyi.
Ardi langsung berdoa semoga itu Mami Kiara mau jemput. Please .... Please .... Doa anak saleh dan baik hati mudah terkabul, kan? Demi Rayn, ya Allah. Demi Megan juga yang sekarang menunggu di taman.
"Oke, Mami." Rayn mengangguk dan memutuskan telepon. Menyeringai padanya. "Nah, pergilah. Mami otw jemput aku. Jangan khawatir, Mami pake baju identitasnya."
"Alhamdulillah!" teriak Ardi. Memeluk Rayn tanpa sadar. Rayn mendorongnya dengan muka memerah. Beberapa cewek di sekitar mereka cekikikan. "Aku duluan, ya?"
"Iya, iya, sana!" Rayn menendangnya.
Ardi melompat menghindar, dan meninggalkan Rayn dengan hati lega. Ia bersiul-siul di sepanjang jalan ke taman, sesekali melompat menjangkau ranting dan daun yang ia lewati. Selepas salat zuhur tadi, akhirnya ia bicara dengan Megan tentang Lucy dan Raiden yang didengarnya dari Rayn. Lengkap tanpa dikurangi atau ditambahkan. Ia sadar dengan efek sampingnya. Mata Megan membulat. Kekaguman gadis itu jelas untuk Rayn. Tapi Ardi merasa itu hukuman yang setimpal untuknya karena telah berbohong pada Rayn.
Rayn bertanya semalam, memangnya Megan pakai kacamata bolong. Ardi menggeleng. Mau menambahkan, saat mereka ketemu, Megan enggak pakai kacamata. Tapi Rayn sudah keburu memutuskan Megan bukan Mitsuha. Dan Ardi mendiamkan saja. Sama saja dengan bohong, kan? Alias menyembunyikan fakta tentang kemungkinan Mitsuha dan Meja cewek yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
PELIK [Sudah Terbit]
Teen Fiction[Sudah Terbit] PELIK "haruskah aku relain kamu dengannya?" Rayn belum pernah jatuh cinta. Gimana mau jatuh cinta kalau ngenali muka orang saja enggak bisa. Ia mengidap face-blindness yang dirahasiakannya mati-matian. Saat cinta akhirnya menyapa, Ray...