Jisoo mematikan alarm di atas nakas. Mengintip sekilas karena terlalu berat membuka matanya. Sinar matahari yang menembus jendelanya, memaksa Jisoo harus membuka matanya lebar-lebar.
Laki-laki itu terduduk di bibir ranjang. Dia menggeliat pelan, menarik napasnya panjang-panjang. Kemudian, matanya tertuju pada secarik kertas yang tertempel di belakang pintu kamarnya.
Dia hanya menatap kosong ke arah depan dan kemudian mengarahkan pandangannya ke arah meja belajar. Jisoo mengernyit.
Dan dia bingung apa yang dia rasakan sekarang.
-One Week Memories-
Seokmin membuka pintu atap dengan wajah sumringah. Dia langsung tersenyum lebar begitu melihat punggung Jisoo yang membelakanginya. Melangkahkan kakinya dengan percaya diri menghampiri Jisoo yang menatap kosong ke depan.
"Jisoo-ya."
Orang yang dipanggil namanya itu langsung menoleh. Bibir kecilnya menyunggingkan senyum tipis. Mata kucingnya menatap dalam manik hitam Seokmin.
"H-halo."
Bulu kuduk Jisoo meremang. Seokmin malah menghampirinya semakin dekat.
"Bagaimana dengan ingatanmu? Apakah sudah sedikit membaik?"
Ucapan Seokmin tadi dibalas anggukan keraguan oleh Jisoo. Tangan kirinya memeluk erat buku harian pemberian Seokmin dengan gemetar. Jisoo hanya bisa menggigit bibir bawahnya ketika laki-laki tinggi di depannya tersenyum puas.
"Ah, syukurlah jika itu berpengaruh pada ingatanmu. Aku ikut senang." Seokmin kini mulai duduk dan Jisoo mengikutinya.
Jisoo menatap sosok Seokmin yang kini mulai mengajaknya makan siang. Tangannya sibuk membuka bungkus roti keju kesukaannya. Seokmin sendiri tidak menyadari jika Jisoo memperhatikannya sedari tadi.
"A-aku senang s-sekali bisa mengingatmu. Terima kasih sudah memberikan kenangan manis yang masih bisa ku ingat dengan jelas."
Suara Jisoo bergetar. Tangannya juga kini meremas buku harian itu. "A-aku senang ketika kau mengajakku ke bioskop kemarin. A-aku juga senang ketika kau bilang pernah membawaku ke taman bermain. A-aku juga sangat senang bisa menjadi temanmu."
Seokmin sedikit terkejut ketika mendengar suara Jisoo yang bergetar. Tangan kanan Jisoo mengepal dan air mata mulai membasahi kedua pipinya.
"S-sangat menyenangkan. I-itu sangat menyenangkan-"
"Jisoo-ya."
Tangan besar Seokmin kini mulai menyeka air mata Jisoo di pipinya. Sakit rasanya ketika melihat orang yang kau cintai menangis, apalagi karenamu dan itu tepat di depanmu. Seokmin mulai menjauhkan badannya dari Jisoo dan membungkukkan badannya sambil terduduk.
"Maafkan aku!" kata Seokmin. Dia masih menundukkan badannya.
Jisoo mengatur napasnya. "Kenapa kau meminta maaf?"
"Kau pasti tidak mengingatnya, kan, Jisoo?" Badan Seokmin kini menegak. "Kau tidak mengingat semuanya sama sekali."
Jisoo tertegun. Hanya ada wajah penyesalan di wajah Seokmin begitu mengucapkan kata-kata tadi. Wajah lirihnya menatap Jisoo sambil menyesali apa yang ia perbuat.
"Aku tahu, kau terlalu memaksakan diri untuk mengingatnya. Kau ingat kejadian itu, hanya karena kau menulisnya di buku harian. Bukan karena kau mengingatnya di dalam memorimu."
Dada Seokmin langsung berdegup dengan kencang. "Aku sudah membuatmu bertindak jauh seperti ini. Aku sudah menyakitimu, Jisoo. Jika kau benar-benar tidak bisa mengingatnya, itu bukan masalah. Aku akan selalu mendekatimu begitu Senin tiba."
KAMU SEDANG MEMBACA
One Week Memories | Seoksoo [✔]
FanfictionSejak mengenal Hong Jisoo, Lee Seokmin jadi takut jika harus berhadapan dengan hari Senin. Jisoo mengalami hal yang tidak terduga dan membuat Seokmin terus menerus berusaha menjadi temannya. Melakukan hal apapun, merelakan waktunya, dan tetap bekerj...