Aku Kurus, Kan?

220 28 79
                                    

Jika pun kita harus berpisah di kemudian hari. Aku berharap perpisahan kita hanya untuk sementara.

------------------------------------------------------

"Hubungan kalian kok bisa langgeng, ya? Aku juga ingin punya hubungan seperti kalian. Tapi gak pernah berhasil," ucap Adinda Putri pada kakaknya Intan Melati yang tengah sibuk membaca novel.

Intan tersenyum melihat Adinda Putri dan menutup novelnya.

"Dulu aku pernah suka sama dia. Tapi dia-nya suka sama dia. Akhirnya seperti jalur kereta api yang patah. Tidak pernah sampai."

"Nyesek," ucap Intan jail.

"Kasih tahu aku rahasianya dong, kak? Capek aku putus terus."

"Halo beb! Ada apa?" Intan mengangkat telepon pacarnya. Padahal pertanyaan Adinda belum dijawabnya sama sekali. Adinda kemudian mengambil novel milik Intan dan membacanya.

"Adinda. Maaf, ya. Kakak harus pergi sekarang. Stepen ngajak aku kencan nih. Maaf, ya!" Intan kemudian langsung siap-siap mengoleskan make up di pipinya. Sesekali dia memoles bibirnya dengan warna merah muda. Sangat seksi dan cantik penampilannya.

Maklum, mau ketemuan sama doi. Maka sekujur tubuh harus rapi dan wangi. Dress mini yang dikenakan Intan sangat cocok untuk kulitnya yang putih berseri. Seperti tak ada cacat sedikit pun.

"Buru-buru amat. Emang kak Stepen udah di mana?" tanya Adinda kesal karena tidak menjawab pertanyaan pamungkasnya.

Intan menunjuk dari jendela, "Itu di bawah."

"Loh, bukannya dia kerja? Ini kan hari senin. Kakak juga sebentar lagi kuliah, kan?" tanya Adinda penasaran.

"Iya bawel. Dia itu kerja sebagai jurnalis. Makanya hari liburnya gak tentu. Emang dia PNS yang punya waktu Sabtu-Minggu?"

Intan langsung pergi dan membuka pintu, "Eh, lupa. Kalau ditanya sama ibu dan ayah. Bilang aku keluar sama temanku, ya."

"Aku gak mau bohong. Nanti aku bilang keluar sama kak Stepen pacar kakak."

"Iya elah ini bocah. Ini bawa untuk Adinda. Tapi janji jangan bilang-bilang sama ibu dan ayah. Oke!" Intan kemudian memberikan uang pada Adinda sebagai uang tutup mulut.

"Kalau seperti ini pasti beres. Akan aman pada ibu dan ayah. Tapi kalau uang segini tutup mulutnya cuma sama ibu," Adinda menunjukkan uang yang dikasih Intan. Dia ingin minta tambahan.

"Ini, cukup kan?"

"Kalau ini sudah cukup," jawab Adinda yang bikin langkah Intan terhenti menemui pacarnya yang sudah menanti.

Dua bocah yang beradik kakak ini memang selalu bikin seru. Akrabnya bukan main. Kamar masing-masing sudah dibagi. Tapi mereka selalu berdua di satu kamar. Tak ada rasa canggung meminta dan cerita apa pun di antara mereka berdua.

Intan kemudian lari menuju Stepen yang sudah lumayan lama menunggu. "Aku pergi, ya. Bye."

"Kak Intan. Hati-hati, ya! Cowok sekarang banyak yag misterius," teriak Adinda dari pintu rumah yang sepi itu.

"Cowok kamu aja yang misterius," Intan menjawab teriakan Adinda sambil lari.

Intan pun sampai di tempat Stepen menunggu. Mereka bercerita santai sebelum berangkat. Saling puji dan memuji di antara dua sejoli.

"Kamu cantik sekali, Intan. Apa kamu gak tahu kalau aku khawatir kamu berpakaian seperti ini?" Stepen mengawali.

"Kamu gak suka, ya?"

"Siapa bilang gak suka. Aku hanya khawatir kamu itu jadi pusat perhatian semua lelaki," jawab Stepen santai.

"Aku gak mau kamu itu jadi tontonan semua orang. Kamu cukup aku saja yang menontonnya. Karena kamu itu layar lebarku yang selalu membuatku rindu."

"Aku gendutan, ya?"

"Kok gendutan? Maksudnya apa, beb?" Stepen bingung.

"Itu kamu bilang seperti layar lebar. Iya memang aku gendut. Makanya kamu gak suka, kan?"

"Aku gak peduli kamu itu mau gendut atau kurus. Yang aku peduli hanya cintamu yang gendut padaku," Stepen merayunya.

"Tapi aku kurus, kan?"

"Iya, sayang. Kamu itu kurus sekali."

"Kok kurus sekali. Berarti aku gak menarik dong," Intan memeriksa badan dan pakaian yang dikenakannya.

Stepen tambah bingung. Dia berusaha merayu. Tapi selalu salah di mata Intan. Mereka sibuk membahas gendut dan kurus. Hingga akhirnya mereka tak berangkat kencan lantaran sibuk berdebat.

Stepen meraih tangan Intan, "Selebar apa pun kamu. Dan sekurus apa pun fisikmu. Aku akan tetap mencintaimu dengan sepenuh hati. Caraku mencintaimu tak bisa diukur dari fisik. Caraku mencintaimu terukir dari hatiku yang paling dalam."

"Jika pun harus berpisah di kemudian hari nanti. Aku hanya berharap itu hanya perpisahan sementara. Kamu sudah menjadi panji dalam hidupku," ujar Stepen yang bikin hati Intan meleleh tak berkesudahan.

Senyum Intan tak bisa dibendung lagi. Seolah-olah hanya dia dan Stepen yang memiliki dunia ini. Orang lain hanya meminjam dari mereka untuk sementara waktu.

"Jadi berangkat gak ini?" tanya Stepen di tengah senyum manis Intan.

"Mau berangkat atau gak. Aku sudah cukup senang dengan perlakuanmu di sini. Terima kasih ya, beb," Intan kemudian memakai helm yang diberikan Stepen.

Pelukan erat terlihat disematkan Intan pada Stepen di tengah perjalanan. Mereka berdua sedang menikmati masa bahagia di tengah sembunyi Intan sama orangtuanya.

Ikuti lanjutannya. Vote dan komen, ya. Terima kasih.

Kalian pembaca hebatku.

WritingProjectAE

Kamu Yang PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang