Romantis Yang Terpaksa

46 8 3
                                    

Seminggu berlalu. Intan belum ada tanda-tanda dikembalikan dokter ke orangtuanya. Dia masih tetap dirawat di rumah sakit jiwa. Baju biru pasien selalu dikenakan Intan saat di rumah sakit.

"Yah, hari ini ayo kita ke rumah sakit! Kasian Intan sudah seminggu gak kita jenguk. Aku kengen sama Intan."

Ayah Intan hanya mengangguk setuju, lalu dia mengambil kontak mobil. Mereka kemudian berjalan menuju parkiran. "Kalau misalnya keluarga Jiazhen benar-benar menolak Intan gimana, Yah? Itu memalukan keluarga kita, bukan?"

Tidak dijawab oleh ayah Intan. Dia terus saja berjalan menuju mobil. Sementara ibu Intan tetap bertanya. "Apa ayah gak kepikiran tentang kata-kata ibu Jiazhen?"

"Ayah! Dengar gak sih aku ngomong?"

Tetap aja diam sambil starter mobil warna hitam itu. Ibu Intan kesal melihat suaminya yang bikin emosi. Ditanya berkali-kali tak dijawab sama sekali. Siapa yang tidak kecewa jika tidak direspons?

Entah apa yang ada dalam pikiran ayah Intan hingga tak merespons pertanyaan istrinya sendiri. Sejak di rumah memang ayah Intan sudah murung. Tak bijak seperti biasanya. Dia seperti tertekan pada sesuatu. Tapi berusaha memendam sendiri.

"Aku mau turun di sini saja. Aku naik ojek saja ke rumah sakit. Gak usah diantar. Berhenti!"

Ayah Intan tetap lurus memandang ke depan sambil memutar setir mobil. Tak ada menoleh ke samping kiri tempat istrinya duduk. Akhirnya ibu Intan pun teriak, "BERHENTIII ....!!!"

Kaget! Ayah Intan langsung menghentikan mobilnya mendadak. Untung, mobil yang dikendarai ayah Intan tak sampai 80km/jam. Injakan rem kaki membuat mobil berhenti seketika.

"Apa apa, bu?" ayah Intan menarik nafas yang terhela-hela kaget. "Aku mau turun di sini!"

Ibu Intan langsung turun dari mobil. Dia kemudian menghentikan ojek untuk mengantarnya ke rumah sakit. Ayah Intan masih bingung melihat istrinya pergi dibawa orang lain dengan sepeda motor.

"Ibu. Kamu mau kemana?" teriak ayah Intan yang terbagun dari lamunan panjangnya. Dia mengikuti sepeda motor yang ditumpangi istrinya.

"Kemana dia akan pergi? Padahal aku kan mau ngantar dia ke rumah sakit," hati ayah Intan bicara.

Sekitar 10 menit diikuti dengan mobil. Akhirnya sepeda motor itu masuk ke kompleks rumah sakit. "Kalau ke sini kenapa gak sama aku di mobil? Heran," ayah Intan menggerutu marah sendiri.

Ojek itu pun langsung pergi setelah ibu Intan memberikan ongkosnya. Kemudian ayah Ingan langsung turun dari mobil. "Kamu kenapa naik ojek itu? Kamu kan sama aku dari rumah. Kenapa ibu?" tanya ayah Intan heran sambil menatap istrinya sempurna.

"Kamu tanya kenapa? Ternyata yang gila itu bukan Intan. Tapi kamu!"

"Aku kan tanya ibu. Kenapa ibu naik ojek?"

"Masih nanya." Ibu Intan menjawab kesal. Dia langsung masuk ke gedung rumah sakit. Tapi ayah Intan mencegahnya dengan memegang tangannya.

"Jujur. Kenapa ibu keluar dari mobil?" ayah Intan bertanya serius.

"Ada ya suami teriak-teriak sama suaminya. Tapi gak direspons sama sekali. Lalu untuk apa aku satu mobil sama kamu? Kan lebih baik aku sama tukang ojek itu. Biar bisa diajak ngobrol. Lebih bisa mengerti penumpangnya."

"Ah, aku gak respons kamu?" tanyanya heran.

"Iya. Aku sampe teriak di mobil. Tapi kami gak peduli."

"Maaf. Diamku bukan disengaja. Tapi otakku penuh dengan pikiran kacau. Aku gak bisa membayangkan kalau Intan gak bisa sembuh. Aku serasa gagal menjadi orangtua. Gagal menjadi suami kamu. Lain lagi keluarga Jiazhen sudah tahu kondisi Intan. Mereka sangat kecewa dengan keluarga kita."

"Itu semua salah ayah. Ayah yang menjodohkan sama Jiazhen. Maka ayah yang menanggung segala risikonya. Aku akan menjadi pengikut saja," ucap ibu Intan menyalahkan suaminya yang menjodohkan Intan pada anak teman kantornya.

"Aku yang salah. Aku yang menanggung risikonya. Kamu istriku, tolong dukung segala tindakanku."

"Aku sudah mendukung keputusanmu menjodohkan Intan sama Jiazhen. Tapi keputusan itu membawa Intan ke rumah sakit ini. Sampai kapan ayah akan seperti ini?"

"Intan sakit bukan karena Jiazhen. Tapi karena takdir. Dan, takdir itu dibuat sendiri oleh Intan. Kenapa Intan mesti pacaran sama Stepen dulu? Stepen yang membuat Intan gangguan jiwa. Bicara asal nyerocos aja," ayah Intan kembali emosi menjawab pernyataan ibu Intan yang memojokkan.

"Jangan kamu ungkit lagi masa lalunya. Dia sudah cukup menderita karenanya. Kamu gak punya hati. Makanya anak sendiri dikorbankan seperti itu," ibu Intan tak mau mengalah. Debat tak berujung pun rius seketika di parkiran rumah sakit.

"Iya sudah. Maafkan ayah jika telah berbuat salah. Aku akan menjadi benar jika istriku siap mendampingi."

Ibu Intan tak menjawab. Dia diam mendengar ucapan suaminya. Sedangkan ayah Intan menyambung bicaranya, "Aku memang tak sempurna menjadi suami dan ayah. Tapi aku akan berusaha menjadi sempurna demi kamu dan anakku. Aku mencintai istriku dan kedua anakku."

"STOP! Jangan diterusin. Aku juga minta maaf. Aku akan jadi istri terbaik untuk kamu. Dan menjadi ibu yang berguna untuk Intan sama Adinda," ibu Intan akhirnya luluh setelah ayah Intan mengalah.

"Kan aku sudah bilang. Aku sayang kamu sepenuhnya. Kamu istri terhebatku. Anak dari kedua putriku," ayah Intan memeluk istrinya di parkiran itu.

Akhirnya, mereka pun berjalan berdua menemui putrinya yang diserang penyakit skizofrenia. Penyakit ini adalah gangguan mental yang ditandai dengan gangguan proses berpikir dan tanggapan emosi yang lemah. Keadaan ini pada umumnya dimanifestasikan dalam bentuk halusinasi, paranoid, keyakinan atau pikiran yang salah yang tidak sesuai dengan dunia nyata serta dibangun atas unsur yang tidak berdasarkan logika, dan disertai dengan disfungsi sosial dan pekerjaan yang signifikan.

Vote dan komen ya guys. Jangan lupa klik di bawah sebelah kiri gadget kamu.

Kamu Yang PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang