Potret Sempurna

75 16 12
                                    

Cinta itu diciptakan untuk menyatukan. Bukan memisahkan dan membedakan.

--------------------------------------------------------

"Bagus kan potretanku? Aku juga bisa jadi jurnalis," ucap Intan pada Stepen yang saat itu mengambil gambar sepasang merpati yang sedang mandi di air mancur di lingkar kota.

"Bagus. Bagus sekali malahan," puji Stepen.

"Kamu pinter ngambil momennya. Fotografi bersertifikat pun butuh waktu lama untuk mendapatkan gambar sebagus ini. Tapi kamu bisa mengambil bagus dan mendapatkan momen paling kerennya."

"Apa kamu pernah belajar fotografi sayang?" tanya Stepen kemudian.

Sebenarnya, Intan bukan bermaksud menunjukkan seberapa bagus gambarnya. Tapi seberapa peka Stepen melihat gambar sepasang merpati itu.

Intan ingin melihat komitmen Stepen menjalin hubungan bersamanya. Pasalnya, sejak bertahun-tahun pacaran belum pernah membicarakan hal yang lebih serius. Semuanya masih datar-datar saja. Tak pernah membicarakan masa depan. Apalagi sampai membicarakan rencana pernikahan.

Sementara Intan tak lama lagi akan menyelesaikan pendidikannya. Rencanya, dia akan dijodohkan oleh orangtuanya. Tak ada istilah pacaran dan memilih jodoh sendiri dalam keluarganya. Semuanya sudah ditentukan oleh orangtua.

Mereka menjalin hubungan selama bertatahun-tahun, hanyalah hasil dari sebuah hubungan diam-diam. Tak ada yang mengetahui selain adiknya Adinda. Semua informasi pacaran bersama Stepen dikunci rapat oleh Intan dan Adinda.

"Romantis ya merpati ini? Tidak seperti pasangan yang bertahun-tahun tanpa tujuan," Intan mulai menyindir dan tak menjawab sesuai pertanyaan Stepen.

Stepen tak peka-peka mendengar ucapan Intan. Dia masih datar seolah tak berdosa. Mereka berdua bersantai hingga larut malam menyaksikan keindahan cahaya lampu jalan Malioboro.

"Aku mau dijodohkan," Intan memberitahu.

"Sama siapa? Ini bukan zaman Siti Nurbaya, Intan."

"Yang jelas bukan sama kamu. Memang bukan zaman Siti Nurbaya, tapi itulah kenyataannya sekarang."

"Aku akan menentang aturan orangtua kamu. Aku akan datang minta izin pada orangtuamu."

"Bagaimana kamu akan bisa menentang aturan orangtuaku? Sementara kebijakan seutuhnya ada di tangannya. Kamu tidak akan bisa, Step!"

"Aku akan mencobanya," ucapnya optimis.

"Kalau tidak berhasil? Apa kamu akan tetap memperjuangkannya?"

"Tidak ada kata tidak berhasil dalam kamusku. Apa pun caranya kamu harus menikah denganku."

"Kamu bisa meluluhkan hatiku. Kamu bisa membuatku meleleh karena rayuanmu. Tapi meyakinkan orangtuaku butuh waktu dan perjuangan yang tidak sederhana."

"Kamu tahu kenapa?" tanya Intan.

"Karena orang tuaku sudah punya pilihan sejak aku masih SMA. Mereka sudah menjalin komunikasi dengan intens."

"Apa kamu menyukainya?" tanya Stepen.

"Ini bukan soal suka atau tidak. Tapi ini soal akad di dalam ikatan suci."

"Berarti kamu juga menyukainya, kan? Lalu untuk apa kita bersama selama bertahun-tahun ini?"

"Aku menyukainya karena terpaksa."

"Maksudnya?"

"Aku hanya sebatas menyukainya karena sesama manusia. Tidak lebih. Aku tidak pernah menaruh cinta pada hatinya. Karena cintaku sudah kusandarkan dengan indah di ruang yang paling dalam hatimu."

"Aku sungguh mencintai dan menyayangimu. Kuharap kamu akan tetap tinggal di hatiku untuk selamanya."

Stepen kemudian meraih pundak Intan dan menyandarkan ke dadanya yang bidang. Stepen memeluknya erat seakan memberikan isyarat tak ingin berpisah. Pelukannya dibalas oleh Intan dengan penuh semangat.

"Jika kita masih di bumi yang sama. Maka apa pun rintangan cinta kita akan kuhadapi. Aku akan berdiri paling depan menolak zaman Siti Nurbaya."

"Lalu apa rencanamu jika perjodohan ini sampai berhasil? Apa kamu akan menerimanya begitu saja? Atau kamu malah membiarkan aku tersiksa sama pilihan orangtua."

"Aku akan hadir di acara wisudamu. Nanti akan kutunjukkan besarnya cintaku pada orang tuamu. Sehebat apa pun orangtua kamu. Tapi aku yakin bisa meluluhkannya."

"Apa itu? Apa kamu mau membuat aku gila menahan malu menahan aksi kamu yang gila? Asal jangan membuat aku dan orangtuaku malu saja. Selebihnya kupercayakan sama kamu Stepen. Aku ingin kita hidup bersama untuk selama-lamanya."

"Nanti akan kuberitahu jika sudah tiba waktunya. Aku akan menunjukkan pada dunia bahwa aku memiliki kamu. Dan, orangtua kamu pasti akan merestui kita. Berdoalah yang baik-baik untuk kisah cinta kita selanjutnya."

"Bukan ide yang gila, kan? Tidak membuat aku malu dan orangtuaku, bukan?"

"Kadang untuk berhasil dalam cinta, kita memang di diharuskan membuat ide yang gila. Biar sama-sama bisa merakan bahwa cinta itu memang bikin gila. Termasuk aku yang sejak awal sudah tergila-gila karena paras dan hatimu."

"Orangtuaku berbeda Stepen. Kamu harus memberitahu aku. Supaya rencanamu sukses dan kita bisa hidup bersama dengan tenang di kemudian hari." 

Stepen kemudian berpikir panjang. Sedangkan mereka masih dalam hangatnya pelukan menghadap pernak-pernik cahaya persimpangan jalan. Mobil yang lalu lalang menambah eksotis indahnya panorama kota di waktu malam.

"Tidak perlu kamu tahu, Intan. Aku akan membuat ide yang lebih gila."

"Jika memang harus dirahasiakan. Maka rahasiakan dengan sekuat tenagamu. Aku akan menunggumu bersanding di pelaminan berdua dalam menjamu tamu. Aku berharap kamu ada di samping kananku saat menerima ucapan selamat. Dan, kamu resmi menjadi imam dalam hidupku."

"Aku akan membuat orangtuamu tersenyum bangga menyaksikan akad kita nanti," sambung Stepen yang membuat hati Intan meleleh tak berhenti.

"Tolong jauhkan aku dari sifat penggombal para lelaki. Kamu itu pilihanku yang murni dari hati. You are only one. Camkan itu baik-baik!"




VOTE & KOMEN, GUYS. THANKS

PEMBACAKU HEBAT

Kamu Yang PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang