Perbedaan pendapat itu hal biasa. Tapi untuk menyatukan kembali adalah sesuatu yang menjadi luar biasa. Beda bukan berarti tidak bisa bersama.
==============================Dua puluh tiga jam yang lalu Adinda sudah bercerita banyak dengan psikolog Melody dan dr. Ervina lewat suara ponsel Melody. Adinda sudah memberitahu kepada mereka berdua tentang masalah yang pernah dihadapi Intan selama menjalin kasih sama Stepen.
“Kita sudah punya cara untuk melakukan terapi yang lebih jauh untuk pasien yang satu ini.” Ceplos Melody kepada dr. Ervina yang sudah merawatnya sejak awal.
Jidad dr. Ervina berkerut mendengar kalimat Melody begitu saja. Karena dunia medis tak sepenuhnya sama dan bisa diterima oleh seorang dokter. Begitu juga sebaliknya, dunia psikolog tak selalu benar dengan dunia medis.
“Sebenarnya aku ingin mundur menangani pasien yang satu ini. Aku ingin melimpahkan sama dokter jiwa lainnya. Biar kamu bisa bekerja sama lebih baik dalam menanganinya. Aku sudah lelah dengan drama keluarga pasien ini,” ucap dr. Ervina tak semangat.
“Maksudnya dok?” tanya Melody gelagapan.
“Aku gak bisa mengurus pasien yang tidak terbuka sama keluarganya. Jadi kita sebagai petugas gak bisa memberikan perawatan yang terbaik.”
“Gak masalah. Itu kan sudah lewat dok. Sekarang kita sudah menemukan banyak informasi dari Adinda. Dokter harus semangat menyembuhkan pasien ini.”
“Untungnya sih begitu. Tapi kalau seandainya gak ada yang bisa memberitahu tentang keseharian pasien. Maka dunia medis sama psikolog yang kita jalani ini gak bisa melakukan apa-apa. Kita gak bisa memberikan pelayanan perawatan yang maksimal.” dr. Ervina menyesalkan keluarga Intan yang tidak terbuka di dalam keluarga.
“Kita harus semangat menolong pasien ini, dok.”
“Lalu bangaimana rencana kita selanjutnya?” tanya dr. Ervina di ruangan 4 x 5 rumah sakit jiwa itu.
“Aku sudah menemukan gambar Stepen,” ucap Melody dengan cepat.
Dr. Ervina memegang kepalanya, “Apa hubungannya?”
“Kita akan membuat maskot yang mirip dengan Stepen. Dengan cara ini kita akan mudah memberikan terapi kepada pasien.”
“Apa itu gak semakin menambah beban pikirannya?” tanya dr. Ervina cekatan sambil menatap Melody sempurna.
Melody berusaha menjelaskan dengan detail maksudnya, “Begini dok. Kalau kita sudah bisa berkomunikasi dengan baik dengan pasien. Maka sudah 50 persen usaha kita berhasil menyembuhkan pasien.”
“Aku belum bisa memahami.”“Dokter, dunia medis sama psikolog itu tidak semuanya sama. Tapi tidak semuanya juga berbeda. Jadi kita harus berkolaborasi dengan sempurna untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Jika kita membuat maskot yang mirip dengan Stepen, maka pasien akan dengan mudah mengenalinya. Dia akan mengingat masa lalunya. Di sini kesempatan kita untuk menggali informasi lebih dalam. Supaya pasien bisa ditangani dengan benar. Aku yakin rencana ini bisa berhasil,” Melody kembali menjelaskan dengan baik kepada dr. Ervina.
“Terlalu besar risikonya itu. Jika gagal, maka otak pasien bukan sembuh. Tapi lebih memperparah keadaannya saat ini.”
“Tapi saya yakin dengan rencana ini dok,” ucap Melody meyakinkan.
“Di dunia medis tidak boleh dicoba-coba. Semua harus melewati prosedur yang ada. Jika tidak, maka kami sebagai dokter melanggar sumpah dokter.”
“Jika demikian, dok. Saya minta izin untuk melakukannya dengan dunia psikolog. Karena di dunia psikolog yang saya tekuni tidak memerlukan sumpah jabatan. Kami bekerja independen, tapi dengan profesional.”
“Seberapa yakin kamu sama rencana itu?” dr. Ervina menantang Melody sambil melepaskan kacamatanya.
Sambil tersenyum indah, Melody menjawab tegas, “100 persen saya yakin, dok. Ini rencana terbaik untuk pasien seperti ini.”
Dr. Ervina kemudian keluar dari ruangannya. Dia meninggalkan Melody di ruangannya sendiri. Tanpa memberitahu, dr. Ervina langsung saja pergi tanpa permisi.
“Apa rencana kamu?” tanya wakil direktur rumah sakit yang datang menghampiri Melody. Ternyata dr. Ervina memberitahu wakil direktur terkait rencana Melody membuat maskot. Kini ruangan 4 x 5 itu sudah ada tiga orang di dalamnya.
“Membuat maskot yang mirip dengan pacar pasien yang meninggal, Pak.” Jawab Melody dengan gelagap kepada wakil direktur rumah sakit. Melody sungguh kaget dengan sikaf dr. Ervina yang melaporkan kepada wakil direktur.
“Apa kamu tahu risikonya? Ini kan rumah sakit. Kalau kita tidak bisa menjaga nama baik rumah sakit siapa lagi. Coba kamu pikirkan lagi tentang rencana itu.”
Melody mengangkat dagunya tegak, “Saya sudah pikirkan, Pak. Tapi ini yang terbaik untuk membantu otak pasien berputar.”
“Bagaimana dengan risiko yang akan ditimbulkan?” tanya wakil direktur itu kembali.
“Setiap pekerjaan punya risiko. Jadi saya akan menanggung segala risikonya sendiri,” jawab Melody dengan yakin.
“Tidak bisa begitu. Ini kan institusi. Segala risiko akan kembali kepada institusi. Tidak mungkin kepada petugas.”
“Bapak percayakan sama saya. Jika dr. Ervina tidak mau bekerja sama dengan saya untuk menyembuhkan pasien ini. Tolong carikan saya dokter yang memiliki mental pejuang dan berani mengambil risiko,” Melody menyindir keras dr. Ervina yang berdiri tepat di belakang wakil direktur.
“Jika saya gagal. Maka silakan pihak rumah sakit memecat saya dari rumah sakit ini. Tapi jika saya berhasil, silakan bapak memecat dokter pengecut ini,” ucap Melody sambil menunjuk dr. Ervina.
“Saya tidak pengecut. Tapi rencana kamu terlalu bodoh,” ucap dr. Ervina yang tak mau mengalah.
“Silakan kamu bilang bodoh sekarang. Tapi lihatlah hasil akhirnya nanti,” Melody menantang dr. Ervina lagi.
“Oke, baik. Saya setuju kamu membuat maskot atau apalah namanya itu. Tujuan kita sekarang menyembuhkan pasien. Dokter sama psikolog harus saling mendukung, jangan jadikan perbedaan pendapat menjadi hambatan. Nyawa pasien harus dinomor satukan. Sifat egois harus segera dihilangkan. Dokter Ervina dan psikolog Melody harus berjuang bersama. Tidak ada lagi perbedaan pendapat. Kami percaya kalian bisa memberikan yang terbaik kepada pasien. Ayo sekarang saling memaafkan!”
Maskot Stepen pun akan segera hadir membantu kesembuhan Intan dari gangguan jiwanya.
VOTE DAN KOMEN GUYS.
TERIMA KASIH
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Yang Pergi
Roman pour AdolescentsTahukah kamu yang paling sakit saat mengingatmu? Bukan karena wajahmu yang imut dan lucu. Tapi karena senyuman manismu membuatku rindu. #WritingProjectAe Copyright © 2017