Penyesalan Sang Ayah

39 3 2
                                    

"Penyesalan memang tak pernah datang di awal. Itulah sebabnya, diajurkan berpikir dengan matang sebelum memutuskan sesuatu."

"Ayah nyesal menikahkan kamu sama Jiazhen, Nak. Hukum ayah atas kesalahan yang telah ayah buat. Ayah iklas. Ayah bukan orang yang baik untuk kamu," suara Ayah Intan tersendu-sendu minta maaf sama Intan.

"Makanya, sebelum berbuat itu pikirkan risikonya dulu. Jangan mengorbankan anak sendiri demi kepentingan pekerjaan. Harta yang paling nyata itu bukan emas dan permata. Tapi anak-anak kita. Bukan juga jabatan yang membuat orang terhormat. Tapi tingkah lakunya," sambung Ibu Intan yang ada di ruang tamu.

Intan tak ada menanggapi perkataan Ayah dan Ibunya. Dia hanya diam seolah tak memikirkan lagi yang sudah dirasakannya. Dia santai menghadapinya. Novel yang sudah lusuh tetap ada di tangannya untuk menenangkan hatinya yang sedang terluka hebat.

Sementara Ayah dan Ibunya terus saja berdebat tentang masa lalu yang tak akan kembali lagi.

"Iya saya yang salah. Saya minta maaf," ucap Ayah Intan.

"Apakah Adinda juga akan merasakan hal yang sama?" tanya Ibu Intan.

"Tidak akan terjadi lagi."

"Kenapa tidak? Semuanya saja kamu korbankan demi kepentingan kamu."

"Bisa diam gak?" Ayah Intan meninggikan suaranya.

"Kenapa? Mau marah. Silakan marah. Bunuh saja kami semua. Biar kamu senang," sambung Ibu Intan.

"Ayah, Ibu. Cukup. Tidak usah diteruskan. Semua sudah terjadi. Tidak ada gunannya dibahas berlarut-larut. Masa lalu yang gak akan kembali lagi. Jadi tidak perlu kita tangisi lagi. Karena sudah lewat meninggalkan kita. Sekarang bagaimana cara kita membiayai kuliah Adinda yang paling penting untuk dipikirkan. Bukan berdebat tanpa tujuan." Akhirnya Intan meletakkan novelnya di atas meja dan ikut bicara.

Ayah dan Ibu Intan diam seketika. Tak ada lagi suara yang bergema setelah mendengar ucapan Intan. Adinda memang belum mengetahui keadaan orangtuanya di Indonesia yang jatuh miskin. Untuk hidup sehari-hari saja sudah susah. Apalagi membiayai kuliah Adinda di luar negeri.

Terima kasih. Lanjutkan bacanya di part selanjutnya ya.

Kamu Yang PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang