Curhat Tak Berujung

51 10 6
                                    

Jangan membenci berlebihan. Karena karmanya akan mencintai yang tak mengenal berhenti.

==============================

"Awalnya kakak pacaran sama kak Stepen gimana sih? Kok cinta kakak besar sekali sama dia," Adinda mendatangi kamar Intan.

"Kamu mau dengarin kakak curhat gak?" Intan balik bertanya, "Iya, iyalah. Makanya aku tanya kak."

"Awal ketemu sama kak Stepen gimana kak?" Adinda mengeraskan intonasi suaranya. Hingga terdengar sampai ke ruang tamu. Padahal pintu kamar Intan tertutup rapat.

"Suara Adinda. Jangan keras-keras. Nanti ayah sama ibu dengar."

"Biarin aja mereka dengar. Biar sadar. Biar tidak ada perjodohan di keluarga ini. Kalau kakak berhasil dijodohkan. Pasti imbasnya ke aku nanti. Terus aku gak bisa sama nikah sama kekasihku nanti."

"Kamu punya kekasih?" Intan menyindir, "Bukannya kamu yang digonggongi anjing karena terlalu lama menjomblo."

"Iya, iya. Kakak aja yang punya kekasih. Tapi mau dijodohin. Kasian," jawab Adinda kesal.

"Kakak cuma becanda bocah. Mau lanjutin gak ceritanya ini."

"Bodo amat. Mau lanjut atau gak bukan urusanku," Adinda ngambek yang tak bisa diajak kompromi.

Adinda langsung pergi ke kamarnya dengan muka asam. Lima menit kemudian, Intan mendatangi kamarnya. Tapi dia terlihat masih marah dan cuek.

"Masih marah ya bocah?" Intan menggoda. Adinda tak menjawab sama sekali. Kemudian Intan mengambil foto pria yang ada di atas meja belajarnya.

"Ini siapa Adinda? Ganteng sekali."

"Jangan pegang-pegang. Ini calon suamiku," Adinda melarangnya.

"Kamu kok gak pernah cerita sama kakak? Ternyata sudah gak jombo lagi."

"Adikku punya cowok. Adikku punya cowok. Adikku punya cowok," Intan menari-nari di kamar Adinda. Dia terus mengganggu adiknya.

"Bukan. Dia bukan pacarku," Adinda menjawab sambil beranjak duduk di atas ranjang. Terus Intan juga mengikut duduk di depan Adinda.

"Ayo lanjutin lagi cerita kakak!" Adinda kembali menyuruh Intan menceritakan awal pertemuannya dengan Stepen.

"Gak ngambek lagi?" tanya Intan genit, "Yakin?" lanjutnya.

"Yakin. Aku ingin tahu cerita kakak seperti apa di awalnya."

"Kamu seperti jurnalis aja. Banyak pertanyaan."

"Iya, dong. Kan calon adik ipar kak Stepen," mereka tertawa berdua di kamar Adinda.

"Jadi, dulu kakak bertemu Stepen di acara kampus. Dia itu kakak tingkatku di jurusan. Terus dia yang jadi panitia acaranya. Kalau gak salah waktu itu acara kepemimpinan di salah satu markas tentara. Stepen selalu punya cara untuk dekat sama aku. Dia punya seribu alasan asalkan dia bisa bertemu aku setiap saat. Cari perhatian mulu ke aku. Aku berusaha menghindar. Berkali-kali aku bisa lolos dari dia. Tapi tetap saja dia menemukanku."

"Terus-terus gimana kak?" Adinda tak sabaran ingin tahu ending ceritanya.

"Iya begitu. Aku gak suka sama dia. Makanya aku menghindar terus. Tapi diakhir acara dia menemukan nomor handphone kakak. Waktu aku sudah sampai di rumah dia telepon. Aku gak mengangkatnya karena nomor baru. Tapi dia terus-terusan menelepon. Tetap saja gak aku angkat. Akhirnya dia kirim pesan chat berkali-kali dengan menyebutkan namanya. Aku tetap tak merespons. Apalagi sampai membalasnya."

Kamu Yang PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang