Pergi Dengan Gembira

44 11 6
                                    

Jika ada orang tua sulit memberi restu. Maka itu artinya dia meminta anaknya dicuri dengan cara kawin lari.
==============================

"CONGRATULATION! Happy graduation! Selamat wisuda sayang," ucap Stepen yang datang lebih awal ke gedung acara wisuda. Dia sembunyi-sembunyi dari oragtua Intan yang saat itu sudah di lokasi.

"Terima kasih, sayang. Aku kira kamu gak bisa datang. I love you banyak-banyak ya."

"Aku kan sudah janji sama ratu. Masak aku mengingkari. Mau taruh di mana mukaku kalau aku berbohong."

"Iya, iya sayang. Gak usah pidato. Sebentar lagi juga aku akan dengarin pidato orasi," Intan ngeyel manja mendengar ucapan Stepen.

Waktu masih menunjukkan pukul 06.30 pagi. Tapi para wisudawan sudah memenuhi gedung. Intan ada di antara ribuan orang yang akan diwisuda. Tapi karena acara belum dimulai. Intan lebih memilih menemui Stepen di luar ruangan.

Mereka dengan santai bicara sambil berdiri. Orang-orang terlihat mondar-mandir menuju gedung. Semuanya terlihat dengan bangga menghadiri hari bahagia para sarjana.

"Kamu cantik sekali sayang. Rasanya aku tak bisa meninggalkan kamu di sini. Aku ingin selalu ada di samping kamu, sayang. Aku ingin mencium keningmu di depan orang ramai ini. Biar seluruh isi dunia ini tahu kalau aku mencintai kamu."

"Sayang mandi kan tadi? Kok pikiran kamu mesum. Terus kamu mau pergi kemana sampai gak bisa menungguku di sini?"

"Maaf sayang. Aku ditugaskan meliput gempa tadi pagi ke Bantul. Padahal aku sudah menolak. Tapi semua jurnalis sedang punya kesibukan masing-masing. Jadi aku yang ditugaskan meliput kerusakan di Bantul," Stepen menjelaskan dengan panjang lebar.

"Tak apa sayang. Kalau memang tugas ikuti saja. Seharusnya kamu berangkat pagi ini saja. Gak usah datang ke acaraku. Nanti kamu gak dapat momen foto di sana. Aku bisa memahami tugas kamu, sayang."

Tepat hari Sabtu, 27 Mei 2006 pukul 05:55:03 WIB. Gempa Bumi tersebut berkekuatan 5,9 skala Richer. Pagi itu seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta diguncang gempa. Televisi dan media online sudah menyebarkan informasi terkini di lokasi. Terutama di Bantul yang menjadi pusat gempa.

Gempa Tektonik yang mengguncang Yogyakarta ini terhitung ssbagai gempa terdahsyat sepanjang masa. Korban juga sudah banyak diberitakan. Namun jumlah riilnya belum diketahui sepenuhnya. Tercatat di layar televisi hanya 20 korban tewas yang ditemukan.

Jauh hari sebelumnya, pihak kampus sudah menyusun kalender akademik. Terutama jadwal wisuda pagi ini. Sehingga kampus tetap melakukan acara seremonial pengukuhan diploma, sarjana dan pasca sarjana.

Memang, acara wisusa kali ini tak semeriah sebelumnya. Hanya sebagian orang yang bisa tersenyum bahagia. Tapi selebihnya hanya menyimpan bangga di acara wisuda.

"Jadi kamu berangkat jam berapa sayang?" tanya Intan kemudian.

"Setelah aku bertemu orangtua kamu sayang. Aku ingin mengucapkan selamat kepada ayah dan ibu kamu yang sudah sukses mendidik kamu."

"Wah, kamu so sweet banget, sayang. Orangtua aku ada di sana!" Intan menunjuk tribun tempat orangtua Intan duduk. Stepen kemudian melihat ada ayah dan ibu Intan di sana. Tak terkecuali Adinda juga menghadiri acara wisuda kakaknya.

"Sayang. Kamu silakan masuk dan bergabung dengan teman-teman kamu di dalam. Biar aku sendiri saja yang menemui orangtua kamu."

"Jangan! Kali ini aku ikut kamu jumpai orangtuaku," Intan menolak.

"Gak usah sayang. Aku bisa bereskan semua. Nanti kalau ayah kamu ngamuk di sini gimana? Kan kamu yang malu."

"Gak mungkin. Ayah pasti gak berani marah kalau di sini. Ini momen dimana kita berdua bisa minta restu ayah sama ibu."

"Kamu yakin, sayang?" tanya Stepen yang masih pesimis.

"Yakin. Ayo buruan. Nanti kamu terlambat lagi ke lokasi gempa."

Intan dan Stepen bergegas menuju tribun tempat duduk ayah dan ibu Intan. Mereka langsung disambut hangat oleh Adinda yang sangat menyukai karakter Stepen. Dia ingin Intan segera menikah dengan Stepen. Itu sudah menjadi cita-cita Adinda sebelum dia menjadi mahasiswa. Rencananya, Intan akan kuliah di luar negeri. Pengumuman kuliah Adinda akan keluar di sore hari nenti.

"Kak Stepen?" Adinda menyapa Stepen dengan gugup tak percaya, "Wah, kak Intan sudah berani membawa kak Stepen di depan ayah sama ibu," gumam Adinda dalam hatinya.

"Ayah, ibu? Stepen mau bicara sama ayah dan ibu," ucap Intan yang saat itu memberanikan diri. Dia memanfaatkan momen ramai. Sehingga ayah dan ibu Intan tidak berani membentak dan memarahi Stepen dan Intan.

"Iya silakan. Mau bicara apa?" jawab ibu Intan yang bersikap ramah di depan orang ramai.

"Aku hanya ingin menyampaikan selamat. Om dan tante sudah berhasil mendidik Intan menjadi sarjana. Terima kasih Om, tante," ucap Stepen tanpa basa-basi.

"Iya. Terima kasih," jawab ayah Intan yang tetap bersikap cuek.

"Jika memang saya dan Intan tidak mendapat restu untuk hidup bersama. Tolong jodohkan Intan dengan pilihannya selain saya. Jangan memaksa ego dengan mengabaikan pilihannya."

"Hei! Kamu jangan bicara ini di sini. Bukan tempatnya," ucap ayah Intan yang kelihatannya mulai malu di depan orang-orang.

"Tak mengapa orang mendengarnya. Biar semua tahu kalau zaman Siti Nurbaya itu masih ada di dunia ini. Silakan om dan tante marah sama saya. Tapi tolong jodohkan Intan dengan pilihannya. Aku gak mau melihat dia menderita."

"Intan! Kamu suruh pulang pemuda ini. Atau kami yang akan pulang." Ayah Intan mengancam.

"Saya akan pergi sendiri. Profesi saya memang bukan manajer. Tapi hati saya lebih dari presiden direktur untuk menjaga putri om dan tante. Tapi jika tak dipercaya. Tak apa. Saya bisa menerima dengan lapang dada."

"Sudah. Kau pergi saja dari sini. Bikin malu saja kau ini," ucap ayah Intan yang mulai emosi.

Intan kemudian menarik Stepen dari depan ayah dan ibunya. "Ayo Stepen! Sudahlah. Aku sudah bilang. Kamu akan dihinakan selalu."

Stepen mengikuti Intan keluar dari ruangan dengan muka merah karena malu. Tapi dia tak peduli dengan perkataan orangtua Intan. Meskipun menyakitkan. Tapi Stepen tetap terlihat tegar.

"Stepen usaha kamu sudah cukup besar untuk menyatukan cinta kita. Sudah cukup sering kamu terluka karena sikap orangtuku. Kamu harus segera ambil jalan pintas?"

"Gak masalah sayang. Aku tak akan menghitung sebera sering aku terluka dan seberapa besar usahaku. Tapi aku akan menghitung satu di antara semuanya pada saat aku berhasil."

"Jalan pintas seperti apa?" Stepen menanyakan maksud Intan.

"Kawin lari. Iya, kawain lari. Itu jalan pintas untuk menyatukan cinta kita. Apa kamu mau melakukannya demi aku?"

"Jika demi kamu. Apa pun akan kulakukan Intan. Memang ini berat. Tapi aku bisa melakukannya."

"Nanti malam kamu langsung bawa aku. Sekarang kamu pergi dulu melakukan tugasmu. Aku akan menunggu kamu di tempat biasa."

"Sebelum kamu yang pergi. Maka aku lebih baik memilih keputusan ini," sambung Intan dengan yakin meminta kawin lari.

"Siap tuan ratu. Aku pergi dulu, ya."

"Selamat bertugas sayang. I love you never eding. I always for you."

Stepen kemudian pergi dengan gembira menuju Bantul. Kali ini dia merasa bahagia meskipun kembali ditolak oleh orangtua Intan. Tapi Stepen sudah mendapat lampu hijau dari Intan untuk hidup bersama. Meskipun resiko besar sudah menunggu dengan jelas.


VOTE & KOMEN GUYS. Thanks
You are the best

Kamu Yang PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang