4. Apa, Lagi?🍬

68.3K 3.2K 16
                                    

"Alhamdulillah kerjaan hari ini selesai juga. Sekarang saatnya nyantai" Ucap Nana yang merasa kegirangan di dalam mobilnya dengan sesekali mengikuti lirik lagu yang sedang di putar di radio.

Dengan melihat raut mukanya Nana sekarang yang begitu bahagia, tampaknya dia sudah melukapan kejadian yang menimpanya tadi pagi. Dia tidak ingin terlalu memikirkan kejadian itu, toh mobilnya juga tidak terlalu parah rusaknya, pikirnya.

"Om-om tadi pagi itu kalau dilihat-lihat mirip siapa gitu, ya" Gumamnya mengingat-ingat wajah lelaki itu dengan wajah seseorang yang dirasanya dikenalnya.

"Ganteng sih tipe gue banget. Tapi kalau sifatnya dingin seperti itu gue mah malas dekatinnya. Jangan sampailah ketemu lagi dengan orang yang modelan seperti itu. Makan hati yang ada" Sambungnya merasa merinding mengingat sifat lelaki itu yang sangat bertolak belakang dengannya.

Nana mengambil kartu nama yang diberikan pemuda itu tadi dan mengeja tulisan nama yang tertera disana "Hadi Yudhistira" ucapnya pelan dengan kening berkerut seperti sedang memikirkan sesuatu, "kayak pernah dengar nama ini baru-baru ini, tapi di mana, ya?" Tanyanya bingung.

"Bodo ah, cape mikir terus" Timpalnya kembali dengan melempar asal kartu nama itu di atas dasbor mobilnya.

"Mending sekarang gue mikir mau ngapain dulu. Baca novel yang belum beres? Pasang nail art? Sopping?" Tanyanya pada dirinya sendiri, "atau tidur seharian saja kali, ya?" Sambungnya lagi dengan tertawa. Ya, setiap libur Nana selalu banyak rencana yang ingin di lakukannya. Tapi itu hanya sekedar rencana saja, karena ujung-ujungnya dia akan tidur seharian. Katanya untuk mengembalikan energinya yang terkuras habis di kantor.

Memikirkan akan tidur seharian membuat perasaan Nana makin lebih baik lagi. Dengan ditemani alunan musik yang didengarnya, dia tak berhenti untuk mengembangkan senyum bahagianya.

Sedang asik-asiknya menikmati alunan musik tersebut, Nama merasa familiar dengan seorang anak laki-laki yang duduk di salah satu bangku taman yang ada di pinggir jalan tersebut. Dengan rasa penasarannya, Nana memutarkan kembali mobilnya untuk mendekati anak itu.

"Ngapain si Raka di sini?" Tanyanya bingung dengan menghentikan mobilnya ke tepi jalan di mana berhadapan langsung dengan bangku yang didudukin oleh Raka.

"Ka" Teriaknya memanggil anak yang bernama Raka itu dari dalam mobilnya dengan bibir melengkung ke atas.

Sontak hal itu membuat Raka langsung menoleh kesumber suara yang memanggil namanya tadi dan ikut melebarkan senyumnya.

"Kak, ngapain di sini?" Tanyanya berjalan dengan santainya mendekati mobil itu.

"Kakak baru pulang ngantor, kantor kakak tu di samping sana. Kamu tu ngapain di sini, Ka? Ini kan bukan jalan arah rumah kamu"

"Ya memang, Kak. Tapi kakak enggak lihat seragam sekolah Raka? Sekolah Raka itu ada di seberang sana. Ini juga Raka baru pulang sekolah" jawabnya dengan menjelaskan beradaannya. Nana yang sudah paham hanya mengangguk-anggukan kepalanya,

"Terus kenapa duduk di sini, kenapa enggak langsung pulang, nanti dicariin orang rumah, loh" timpalnya kembali.

"Raka lagi nungguin Papa ngejemput. Tapi memang kebiasaan Papa sih jemputnya telat terus" ucapnya dengan tampang cuek tak peduli. Seperti kebiasaan itu memang sudah sering terjadi.

Hal itu membuat Nana teringat dengan cerita Raka minggu lalu kalau dia cuma Papa yang sangat sibuk dan hanya punya waktu luang di akhir pekan saja. Nana enggak habis pikir, kenapa anak seusia Raka bisa melewati harinya tanpa figure seorang Ibu. Bahkan Nana sendiri yang sudah berumur 23 Tahun yang bisa dikategorikan dewasa masih membutuhkan figure seorang Ibu buat mengurus semua keperluan sehari-harinya. Mengingat itu membuat Nana jadi merasa kasihan terhadap Raka.

A Perfect Father (REVISI) - ((SEASON-02 / ARKANA))Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang