”Puncak kesabaran wanita adalah. Tangisan."
***
Aroma petrikor henyakkan asa di pagi buta diiringi angin berkesiur kencang. Semalam memang hujan mengguyur deras, terlihat sisa-sisanya. Semburat merah mulai nampak di kaki langit. Alet tergugu melihat cakrawala yang sangat egois. Ia terlihat indah ditengah suntuknya pikiran Alet. Meski berat, Alet tetap melangkah. Sebisa mungkin ia harus terlihat bahagia sentosa jika sudah berada di sekolah. Jalanan masih lengang, belum banyak kendaraan yang lewat.
Ini masih sangat pagi, taksi dan bus juga masih belum lewat. Lama menunggu, tiba-tiba terdengar suara dentruman motor mendekat. Ia berhenti tepat di depan Alet. “Langit? Ngapain?” Alet bertanya. “Keliatannya lo harus datang pagi banget ya? Cepet naik atau gue itung lagi sampe tiga.”
“Ga gue nunggu taksi aja,” Alet memalingkan wajahnya. Ia sungguh tak ingin berangkat bersama Langit. Langit mendengus sebal, ia mengambil satu helmnya dan memakaikannya kepada Alet. Alet pun terpaksa naik, kini aroma petrikor berubah menjadi aroma maskulin yang sungguh membuat Alet gugup. Nafasnya mulai menderu padahal Alet sama sekali tak berlarian atau kecapean tadi.
Langit menurunkan Alet di depan gerbang sekolah. Lalu Langit membelokkan motornya ke arah berlawanan dengan sekolah. “Makasih, eh lo mau kemana? Gak sekolah?” Langit sama sekali tak menggubris pertanyaan Alet. Alet melongo tak percaya. Bisa-bisanya Langit yang baik kepada semua wanita selalu bersikap mengacuhkannya. Alet sungguh kesal, rasanya ingin merobek-robek wajah so kecakepan itu.
Alet segera menuju kelasnya. Alet segera bersiap-siap sebelum acara pensi dimulai. “Pagi Alet,” seseorang menyapa Alet. Alet melirik ke arah daun pintu. Ketiga temannya sudah ada di sana. Bila, Jessy dan Syasya menghampiri Alet yang tengah bersiap-siap. “Kenapa sih kalian berdua ikut Oziz kan jadi gak seru.” Syasya cemberut.
“Brisik keluar!” Bila dengan polos mengucapkan dua kata itu.
“Waduhh bangsat patrick kita dimarahin haha,” ujar Jessy yang membuat mereka semua tertawa. Dengan gaya centilnya Syasya mulai menggoda Bila yang jadian dengan Bagas kelas sebelah, mereka baru tahu sekarang karena Bila berusaha merahasiakannya. Dan akhirnya tetap saja, Syasya dan Jessy mengetahuinya.
“Bil lo tau gak? Bagas ngajak gue ketemuan pulang sekolah. Katanya dia mau langsung lamar gue uh, lo tau kan gue itu emang diperebutkan banyak cowok. Tapi karna gue baik dan anti tikung-tikung club, si Bagas gue tolak, nah karna ditolak gue akhirnya dia ke elo Bil.”
“Lo mah bege aduh kenapa gak diterima aja Sya, gapapa kan belom jadi temen kalo belom nikung, haha.” Ucap Jessy dengan nada khas jahilnya. Syasya dan Jessy mulai tertawa karena mereka sudah berhasil membuat Bila kelimpuhan menahan amarah dan tetap sabar. Jika tidak harus melakukan apel pagi, mungkin Bila akan mulai beradu mulut dengan mereka berdua. Dan seperti biasa, Alet lah yang menengahi dan menyudahi adu mulut.
Bila menarik lengan Alet sembari menutup telinga yang bising oleh ocehan Syasya dan Jessy. Setelah apel pagi selesai, acara pensi pun segera dimulai. Alet mendapat tugas kroscek ke kelas-kelas, karena takutnya ada siswa-siswa yang kabur. Setelah tugasnya usai, Alet ikut menikmati acara pensi. Kebetulan saat ini Marcel dan band nya sedang tampil. Marcel sepertinya senang karena merasa Alet sengaja menontonnya. Padahal Alet hanya kebetulan istirahat saat Marcel sedang tampil.
Bukannya Alet kegeeran, tapi Marcel melihatnya terus dari tadi. Alet jadi risih dan tak bisa menonton dengan tenang. Ketika sedang asyik menyeruput es jeruk, seseorang menubruk kursi yang diduduki Alet hingga es jeruk yang dipegang Alet tumpah ke bajunya. “Eh sorry gue gak liat ada upik abu.” Orang itu tertawa puas. Alet tak terima, “Maaf kak, alangkah baiknya Kakak gunakan mata Kakak untuk berjalan. Rok saya jadi basah karena kakak tadi.” Alet sudah berada di puncak kemarahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bellva
Teen FictionAlette Aozora. Gadis yang sangat menyukai langit. Siang ataupun malam, ia sangat menyukai bagaimana Tuhan menghiasi langitnya. Ia suka saat matahari terbit di pagi hari, saat dimana komorebi sedang indah-indahnya. Ia suka saat senja, saat dimana ma...