27. Start

1.9K 110 6
                                    

"Seseorang yang patut di pertahankan adalah dia yang selalu ada."

***

Balutan kain kapan sudah menutup akhir hidup seseorang yang amat sangat berharga bagi Langit. Bagai mimpi di siang bolong, Langit masih belum percaya. Pria itu tak lekas keluar dari kamarnya. Tak ingin melihat pria tua itu terbujur kaku tak berdaya. Ibu Hasanah sudah beberapa kali mengetuk pintu dan menyuruh Langit keluar. Tak ada balasan sama sekali. Pintu kamarnya pun dikunci sepihak oleh Langit. Dan seorang gadis masih tetap setia menunggu di balik pintu.

Langit merenung, banyak sekali derita yang ia berikan kepada engkongnya. Mengurus anak bandel seperti Langit sudah pastilah engkongnya kelelahan. Dan sekarang, sudah yang ke berapa kalinya Langit harus kehilangan seseorang yang amat ia cinta. Satu amarahnya memuncak. Ia berjalan menuju rak yang terdapat foto keluarga. Semua barang yang terdapat di sana ia lempar jauh-jauh. Menimbulkan suara amat bising di luar. "Ayah, Kak Bulan,"

"Langit cengeng sekali ya," ucapnya sembari memeluk kakinya sendiri.

"Enggak lo gak cengeng," teriak seseorang dari luar. "Langit itu kuat, Engkong pasti seneng liat Langit udah dewasa, gak bandel kayak dulu. Tapi kalo kayak gini, engkong bisa kecewa sama kamu. Langit juga bisa buat seseorang merasa menyesal disini," lanjutnya lagi. Perkataannya tersendat karena sudah jelas ia menyesal. "Dan Langit juga bisa buat orang itu jatuh cinta meski si pengecut itu gak sadar sedang bermimpi."

Selesai mengungkapkan isi hatinya, gadis itu menundukkan kepalanya. Tak sadar, beberapa bulir air bening itu deras menghantap ubin lantai. Langit mendengarkan semuanya dengan jelas. Hingga suara isakan yang membuat hatinya semakin tergerak. Jelas ia tahu yang empu suara.

Dari amarah kini terbentuk garis lengkung di wajahnya. Pelan-pelan ia membuka kenop pintu. "Kita semua nungguin lo," kata Alet dengan sedikit senyum dan sisa tangis yang masih terlihat. "Maaf gue lama," ujar Langit singkat.

Proses pemakaman pun berjalan dengan lancar. Tangis Bu Hasanah pun pecah tak dapat tertampung lagi. Menurut kabar, Bu Hasanah adalah orang terakhir yang bertemu engkong. Langit memapah ibunya menjauhi area pemakaman. Tak ada lagi yang bisa Alet lakukan di sana. Ia lekas pulang bersama Bila.

Setelah kejadian di rumah sakit, Bila sedikit ragu untuk bicara seperti biasa kepada Alet. Sekarang Bila sudah sadar dan tahu kenapa Lamgit terlihat menjauhi Alet. Semuanya karena dirinya sendiri. Bila juga tahu kenapa Bagas memutuskannya. Keadaannya semakin beku penuh kekakuan.

Gadis di sebelahnya pun sama. Ia tak jua bicara. Sudah sifatnya tak bisa bicara duluan. Hingga suara dentuman hujan memecah suasana. Kaku semakin sepi. Diam jadi boomerang. Sampai rumah pun tak ada kata yang terucap di keduanya. Bila yang masih merasa bersalah dan Alet yang tak bisa bicara duluan.

***

Pagi ini begitu indah. Setelah semalaman menangis, semburat matahari muncul di kejauhan horizon cakrawala. Burung camar bersua mengisi lengangnya pagi. Bagai lukisan yang pas, tambahkan saja satu warna lagi itu akan membuat semesta tak akan enak lagi dilihat

Sesekali angin berdesir pelan. Bawa suasana ngantuk jadi segar. Selimut putih lembut seperti kapas, memanjakan mata yang sudah seperti panda. Sejentik embun mengenai tangan saat mendekat ke arah tanaman. Pagi yang indah namun tidak dengan suasana hati gadis penyuka langit itu.

Ada beras, taruh dalam padi. Seharusnya rahasia ia simpan baik-baik. Dengan begini, ia tak tahu lagi harus dimana dirinya menaruh wajah. Semalaman ia menyesali tindakan bodoh yang sudah dirinya lakukan. Bisa-bisanya dia mengungkapkan perasaannya begitu saja.

Suasananya sudah adem ayem. Namun suara bising sepeda motor merusak segalanya. Alet melirik sekilas, hingga tertegun begitu lama. Motor itu. Motor yang sangat dikenali Alet. Motor itu sudah terparkir sempurna di depan rumah Bila. Hingga tak lama sesosok pria dan wanita paruh baya keluar dari rumah itu.

BellvaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang