"Jangan cari apa yang kamu mau, tapi cari apa yang kamu butuhkan."
***
Sudah seminggu ini Alet selalu mampir ke rumah Gavin. Kadang hanya ngobrol dengan ibunya, kadang juga hanya membawakan makanan. Kali ini, Firda -ibu Gavin- sedang memperlihatkan album foto Gavin kepada Alet. Alet sempat menolak, ia hanya takut akan membangkitkan lagi luka pada Firda. Namun Firda tetep keukeuh untuk memperlihatkan album Gavin padanya.
Ternyata Firda tak serapuh yang dikira. Ia terlihat sangat ikhlas.
"Ini saat Gavin menjuarai lomba se-Jakarta Timur, padahal saat itu dia lagi sakit-sakitan tapi dia tetep maksa pengen ikut lomba itu." kata Firda seraya menunjukan beberapa foto.
Firda terkekeh pelan. Di rautnya terpasang wajah yang sedih, namun Firda selalu berusaha tersenyum.
Sepersekian detik kemudian terdengar pintu berderit. Langit muncul di sana. "Siang tante,"
"Siang Langit, wah kebetulan juga nih ada Alet." Alet tersenyum tipis lalu berdehem pelan, "Ehm, tante Alet pulang duluan ya."
"Loh padahal nak Langit baru datang loh,"
"Mama Alet udah nyuruh pulang tante," Alet berpamitan. Sebelum sampai di ujung pintu, Langit meraih lengan Alet. "Gue anterin pulang,"
"Gak usah," Alet melepas genggaman tangan Langit.
Sebelum mendengar jawaban Alet, Langit lebih dulu berpamitan kepada Firda. Mengajak Alet untuk naik ke motornya. "Gue bisa pulang sendiri,"
Alet melewati Langit, "Lo gue anterin, gak ada penolakan." ucap Langit sembari mencekal tangan Alet. Alet menghela nafasnya gusar. Langit berpikir Alet akan setuju, ia menunjukan senyuman penuh kemenangan.
"Lo siapa sih maksa-maksa gue?" ketus Alet yang seraya melepas cekalan tangan Langit lagi. Sekali lagi, Langit benar-benar kaget dengan perubahan Alet. Semalam pun chatnya hanya dianggap koran, tak di balas sama sekali.
Malam ini pun sama, Langit mencoba menelepon Alet. Langit ingin meminta maaf pada Alet. Namun tetap saja tak diangkat. Di chat pun sama mustahilnya, Alet sama sekali tak membalasnya.
***
"Alet, sekarang kamu udah dewasa sayang. Kamu harus bisa menentukan pilihan terbaik buat kamu. Yang terbaik buat masa depan kamu juga. Jangan cari apa yang kamu mau, tapi cari apa yang kamu butuhkan."
Perkataan Sarah kemarin malam memang benar. Sudah saatnya Alet berpikir dewasa dan berhati-hati dalam melangkah. Karena terlalu larut dalam sedih kemarin, nilai Alet sedikit menurun meski tak terlalu drastis.
Meskipun perasaannya kemarin pada Gavin tak dapat didefinisikan sebagai cinta, namun Alet tetap merasa kehilangan.
Pagi ini pakaian Langit terlihat sangat rapi. Rambutnya tak lagi semrawutan. Langit benar-benar menarik perhatian semua orang. Seorang Langit terlihat rapi itu bisa dibilang keanehan dunia.
Langit melewati kelasnya. Derap kakinya melangkah menuju kelas sebelahnya. Seisi kelas Alet ternganga melihat perubahan Langit. Hanya satu orang yang tak tertarik dan memilih melanjutkan membaca novel.
"Let, liat si Langit bener-bener beda loh." ujar Syasya yang masih melongo menatap Langit. Alet melirik sebentar, lalu kembali menatap novel di tangannya.
Langit mendengus sebal. Ia melewati beberapa bangku dan menghampiri Alet. "Lo kok gak angkat telepon gue?"
Kali ini Alet dan Langit menjadi pusat perhatian. Seisi kelas bersahutan mengatakan cie mendengar pertanyaan Langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bellva
Teen FictionAlette Aozora. Gadis yang sangat menyukai langit. Siang ataupun malam, ia sangat menyukai bagaimana Tuhan menghiasi langitnya. Ia suka saat matahari terbit di pagi hari, saat dimana komorebi sedang indah-indahnya. Ia suka saat senja, saat dimana ma...