7. Kecamuk

3K 178 29
                                    

"It's very difficult to loving someone whose heart is for whom."

***

Dengan cekatan Langit membantu Sarah menyiapkan masakan. Sedangkan di jalur yang berbeda, Alet masih berada di alam bawah sadarnya. Sarah sudah beberapa kali membangunkan Alet. Namun mustahil saja, anak satu-satunya itu jika sudah masalah bangun di pagi hari selalu saja menjadi nomer terakhir.

Akhirnya Langit menawarkan diri untuk membangunkan Alet. Sarah memberikan izin. Langit membawa peralatan masak, panci, cutik. Lalu bergegas ke lantai atas. Langit berjalan pelan, ia membuka pintu kamar Alet dengan hati-hati.

Langit terperangah melihat Alet yang benar-benar masih tidur. Ia menghela napas sebentar bersiap-siap membuat kejutan. Sepersekian detik kemudian, Langit memukul keras panci ditangannya lalu berteriak dengan sangat keras. "KEBAKARAAANNNNN, KEBAKARAAANNNNN."

Alet terkejut dengan spontan ia bangun dan berteriak khawatir. Langit tertawa puas. Wajah Alet panas, ubun-ubunnya terasa benar-benar kebakaran. Di tengah tawa Langit yang lepas, Alet mengambil guling dan boneka-bonekanya bersiap membalas. Namun sebelum Alet menghempas guling ke arah Langit, Langit meninggalkan kamar Alet.

Alet mengejar Langit. Alet terus-terusan melempari Langit tanpa ampun. Melihat tingkah laku anaknya itu, Sarah hanya tersenyum. "Alet cepet mandi." Sarah menengahi.

Alet melihat ke arah jam dinding. Ini sudah waktunya untuk berangkat ke sekolah. Alet beringsut dan segera mandi dan bersiap-siap. Langit dan Sarah menunggu di ruang makan. Saat Langit sedang asyik menikmati masakannya dan Sarah, Alet menarik Langit agar cepat-cepat berangkat. Tanpa sarapan, Alet segera bergegas. Untung saja Sarah sudah menyiapkan bekal karena sudah tahu bahwa Alet akan telat.

Langit yang masih mengunyah nasi goreng di mulutnya, hanya termangu mengikuti Alet yang menariknya ke luar. Alet dengan tergesa-gesa membuat Langit harus terburu-buru. Padahal Langit biasanya datang santai dan tak mengenal waktu.

"Cepetan sii, lama amat." gerutu Alet.

"Sabar sih, si Hitam motor gue ini tuh harus dijalanin pake kasih sayang tau ga."

"Kasih sayang ndasmu, cepetan ah gue telat nih. Kalo gue telat mau ditaroh dimana muka gue. Aduh cepet Langit gue gamau telatttt!!" ucapnya dengan nada volume yang tinggi. Alet sesekali melihat jam tangannya dengan tergesa-gesa. Sedangkan Langit beringsut menutup telinganya yang sakit karena bicara Alet yang memekikkan telinga.

"Cerewet, ini salah lo juga bangun telat."

Akhirnya mereka bergegas pergi ke sekolah. Kali ini Langit membawa si Hitam -motornya- dengan cepat. Dan akhirnya, mereka sampai di sekolah. Hampir saja, jika sampai sedetik lagi mereka belum sampai, mereka tak akan bisa masuk.

Alet bernapas lega. "Gara-gara lo gue jadi datang pagi," Langit pergi meninggalkan Alet. Alet menyusulnya dengan siluet langkah mengikuti Langit. "Pagi kata lo?"

Langit menganggukkan kepalanya. "Lo gak liat jam berapa ini jelas udah kesiangan banget tau." ujar Alet yang tak mau kalah. Langit membelokkan langkahnya ke arah kelasnya. Alet segera bergegas ke kelasnya juga.

Di bingkai pintu kelas Alet, sudah terlihat Syasya. Alet harus bersiap karena Syasya pasti akan menghujaninya banyak pertanyaan. Sudah jelas ia pasti melihat Alet dan Langit tadi.

"Pagi putri tidur, kesiangan lagi?" Syasya bertanya seolah takzim melihat Alet yang selalu telat. Alet hanya nyengir. "Ngomong-ngomong kok lo sama si Langit sih? Gimana sama Aimee? Gimana kalo dia liat?"

Dugaan Alet benar. Namun di sudut sana sudah terlihat guru matematika sedang menuju kemari. Alet merasa tertolong. "Udah yu masuk udah ada Bu Ifi."

BellvaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang