25. Sick

1.8K 99 2
                                    

"Sungguh dia mencintaimu. Jangan ragu untuk meminta, sebelum benar-benar menghilang."

***

Semalaman Alet tak bisa tidur. Tubuhnya panas hingga hari ini ia tak bisa berangkat sekolah. Dan harinya semakin bosan dengan hanya berdiam diri di kamar. Gadis itu sesekali melirik gawainya. Sesekali memejamkan matanya. Padahal demamnya sudah reda, namun Sarah tak mengizinkannya masuk sekolah.

Namun tak lama senyumnya kembali merekah di kala ia mendapati pesan bahwa ketiga temannya akan menjenguknya sepulang sekolah. Jika mereka datang berbarengan, berarti mereka sudah akur. Dan itu membuat Alet benar-benar bersemangat.

Sedangkan di suasana lain, keharmonisan Langit dan ibunya semakin terjalin. Meskipun Bu Hasanah kadangkali canggung, bagi Langit sesuatu yang berharga sangat ia syukuri. Dan Langit sudah dari sejak  lama menginginkan kehangatan ibunya ini.

Seperti biasa nasi goreng buatan ibunya tercinta sudah menyambut Langit. Jika bisa ia tak ingin pergi ke sekolah agar terus dimanja oleh ibunya. Langit tak pernah sebahagia ini selama hidupnya.

"Ibu ke rumah engkong kamu dulu ya, kamu belajar yang bener jangan kabur-kaburan." titah Bu Hasanah sembari mengecup dahi anaknya.

Langit berangkat dengan wajah berseri. Ibunya sudah tak lagi ragu untuk mencium dirinya. Itu adalah kabar yang sangat bahagia bagi dirinya. Kali ini pria itu bertekad untuk tidak mengecewakan ibunya.

Pelajaran pertama Langit tidak membolos. Membuat heran ketiga temannya. "Lang, lo gak ada niat ngajak kita bolos?" tanya Barus dengan wajah penasaran. Pria itu hanya membalas dengan gelengan kepala dan senyuman yang merekah di wajahnya.

Pelajaran kedua pun berhasil di jalani Langit tanpa kendali. Guru-guru pun sedikit aneh melihat kehadiran Langit di kelasnya. Kehadiran Langit bisa dibilang kejadian yang sangat langka. "Lang lo sakit ya?" tanya Barus sembari memegang jidat Langit dan merasakan sensasi suhu yang tersalur.

"Gue gak sakit," bantah Langit yang masih diselingi dengan senyuman. "Lo aneh banget sih, ada apa?" tanya Bagas. "Kepo lo pada,"

"Ah palingan ada lonte," ketus Yoga tanpa ekspresi. Ketiganya tertawa melihat tingkah Yoga yang masih marah kepada Langit. "Lo masih marah, Ga?" tanya Langit terkekeh pelan. Sedangkan Yoga tak membalas dan tetap fokus dengan makanannya.

Langit menghampiri Yoga dan merangkul sahabatnya itu, "Lo tenang aja, gue gak akan balikan sama Rachel kok." ujar Langit dan disanggah dengan kekehan pelan Yoga."Mana bisa gue percaya sama playboy kaya lo." kata Yoga sembari meninggalkan kantin.

"Macam cewek pms kawan kita yang satu ini," seru Barus dengan tertawa terbahak-bahak. Tawa mereka terhenti saat seorang gadis menghampiri meja mereka. "Lang, sepulang sekolah lo ikut kita ya. Ke rumah Alet,"

Langit menatap gadis itu, lalu melempar tatapan kepada Bagas di sampingnya. "Kenapa gue harus ke rumah Alet?" tanya Langit. " Alet sakit dan gak masuk sekolah, kayaknya kalo di jenguk lo bakal cepet sembuh deh." yakin Bila hingga merengek-rengek karena Langit keukeuh tidak mau. Dan akhirnya Langit mengalah.

Namun perhentian Bila tak hanya disitu. Ia melirik ke arah Bagas, "Pulang sekolah aku tunggu di taman belakang," ucap Bila tanpa mendengar persetujuan Bagas. Bagas hanya menampakkan wajah lesu dan datar ciri khasnya. Sepertinya kedua insan itu sedang di pertemukan dengan suatu masalah.

***

Bila sudah duduk manis di bangku taman. Ia siap bila harus mendengar pernyataan pria yang akan ia sidang sekarang. Tak lama menunggu, Bagas datang dengan santainya. "Ada apa? Gue gak punya waktu banyak," ujar Bagas dengan datar.

BellvaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang