33. Maunya Marah

1.3K 86 1
                                    

"Mau marah kok susah ya sama kamu mah," -Alet

***

Suasana pagi sekolah hari itu berjalan seperti hari Senin pada biasanya. Murid-murid berlarian menuji gerbang takut terlambat untuk upacara. Beberapa diantaranya sibuk merapikan dasi, topi hingga bajunya. Alet tengah merapikan satu barisan kakak kelas yang susah diatur. Beginilah nasib OSIS.

Sudah dua minggu tidak diadakan upacara. Setiap Senin pagi selalu hujan. Setelah pagi tidak hujan lagi. Sudah dua minggu pula jarang diadakan rapat OSIS. Sekali rapat pun hanya dipanggil ketua koor. Senang bagi Alet karena dirinya hanya anggota.

Pagi ini ada yang berbeda. Gerombolan Langit ikut upacara. Tumben sekali mereka tepat waktu. Entah apa alasannya datang tepat waktu. Barisan kelas Langit tak jauh dari barisan OSIS. Alet memperhatikannya tanpa di sadari sang empu.

Belum lama upacara dimulai, gerak-geriknya mulai terlihat bosan. Badannya yang tegak tiba-tiba saja ia berjongkok. Salah satu petugas PMR menghampiri Langit. Tak tau percakapan apa yang terjadi. Tau tau Langit dibawa ke Uks.

Alet sedikit gelisah. Selepas upacaraa, Alet bermaksud melihat kondisi Langit di Uks. Namun nihil, tak ada siapa-siapa di Uks. Lalu ia mencari-cari wujud Langit. Dan akhirnya ketemu di kantin. Alet mengintip dari balik jendela kantin.

"Gue gak kuat banget bro, untung aja tuh cewek tadi percaya kalo gue sakit." tawa Langit pecah begitu pula dengan ketiga temannya.

Alet sudah mulai kesal. "Gue juga tadinya mau ngikutin trik lo, tapi gue gak berani." ujar Barus.

Ubun-ubun Alet mulai naik suhunya. Mengingat lagi kejadian waktu di cafe. Hingga dua hari tanpa kabar. Apa benar dia cuma main-main. Alet tak habis pikir kenapa cowok buang-buang waktu untuk mempermainkan cewek.

Sembari berjalan ke arah kelas. Alet sesekali mengumpat, hingga beberapa orang melihatnya bingung. Belajar pun tak fokus. Ia hanya cemberut dan tak mengubris dipanggil Syasya sekali pun.

Bel istirahat pun berdering. Suasana kelas langsung sepi hanya berjarak waktu lima menit setelah bel. Hanya tinggal Alet dan Syasya di kelas. Bila dan Jessy duluan ke kantin karena lapar. Syasya menghampiri Alet yang sedang menikmati bekalnya meskipun hanya di aduk-aduk saja.

"Loh kok gak dimakan?" tanya Syasya.

"Gak nafsu makan gue," jawab Alet lalu mengalihkan bekalnya dari hadapannya.

"Lo kenapa sih? Dari tadi bawaannya emosi mulu, kenapa?" tanya Syasya penasaran.

"Gue gak papa, lo ke kantin aja. Cacing lo udah keroyokan tuh!" titah Alet mengalihkan pembicaraan.

"Yaudah gue duluan," Syasya melangkah pergi dari hadapan Alet. Sekarang tinggal Alet sendirian. Membuka bekalnya lagi pun tak nafsu. Ia memutuskan membuka ponselnya.

Satu pesan masuk tapi nomor tak diketahui.

None
Terima kasih sudah mau repot-repot membuka pesan ini

Alet menautkan alisnya bingung, "Siapa nih, gaje banget."

None
Bingung ya siapa aku? Ayo cari tahu katakan peta!!

Alet semakin menautkan alisnya. Tak lupa senyuman yang mengembang di bibirnya. Jika receh begini, seperti ini Alet sepertinya tahu siapa itu.

None
Coba lihat aku di pintu, dan katakan wididit berhasil, berhasil, yayy!!

Alet lantas melihat ke pintu. Namun ia urungkan karena itu sudah pasti Langit. "Kok gak liat gue sih? Gue kan nungguin," keluh Langit. "Ngapain juga liat orang yang sakitnya cuma akting," Alet sengaja memasang mimik wajah kesal.

"Loh kok lo tau sih? Jangan-jangan.."

"Jangan-jangan apa?" tanya Alet.

"Lo bisa baca pikiran gue ya?"

"Ngaco," tingkas Alet yang merasa kalah tak bisa lagi memperlihatkan kekesalannya. Padahal ia berniat marah selama tiga hari tiga malam. Namun apalah daya jika si cowok bisa merayu si cewek dengan cara yang tak terduga.

"Kenapa ganti nomor?" tanya Alet.

"Soalnya hp gue rusak," jawab Langit. "Dibanting Luna," lanjutnya.

Luna? Siapa lagi itu, dede gemes yang di cafe? Alet ingin sekali memborbardir cowok di depannya dengan pertanyaan. "Siapa Luna?"

"Marmut gue,"

"Lo melihara marmut?"

Langit menganggukkan kepalanya. " Entar kita harus ketemu dia, soalnya dia sesepuh lo."

"Sesepuh gue marmut?"

"Iya sama-sama ngegemesin," ujar Langit dengan polos.

"Ga mau gue disamain marmut." Alet merajuk.

"Yaudah lo mah princess gue aja gimana?" gombal Langit sambil terkekeh pelan karen geli.

Bel tanda masuk membuat keduanya teehenti bicara. Langit sempat mengumpat karena waktu istirahat terlalu sebentar. Ia akhirnya pergi dari hadapan Alet.

None
Semangat hari ini, jangan lupa senyum

Alet tersenyum untuk kesekian kalinya. Yang tadinya ingin kesal malah kalah hanya karena satu pesan masuk. Syasya datang beserta Bila dan Jessy mendatangi Alet. Membuka bekal Alet yang masih penuh. "Lo gak makan, Let?" tanya Bila.

"Enggak gue udah kenyang begini pun." Alet tersenyum lagi. Berbeda dengan tadi. Bau-baunua emosi terus.

None
Jangan nyontek ya sekarang ulangan fisika dadakan

Alet terlonjak kaget. Bertanya ke salah satu teman pintarnya di kelas. Menanyakan apakah informasi itu benar. Dan akhirnya Alet beserta kelasnya harus menelan rasanya ulangan dadakan.

Kenapa Langit tidak menjadi berguna dari tadi. Jika saja dia bicara dari tadi , mungkin akan keburu untuk sedikit mengulas buku. Namun ini telat. Meskipun begitu, Alet tetap menghargai usaha Langit. Dan sebisa mungkin mengerjakan seadanya di kepala.

***

Tbc
W udah ngantuk haha, jangan lupa vote dan comment. Sorry part ini sedikit banget. Part besok kembali seperti semula.
xoxo

BellvaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang