17. Naif

2.1K 140 1
                                    

"Sang pujangga berkepala batu, sudah melepas bunga dan sekarang menggenggam durinya."

***

Sudah setengah jam Alet menemani Marcel. Pria itu memilih beberapa buku tebal yang Alet ketahui itu adalah buku-buku sejarah dan rumus fisika. Marcel adalah tipikal anak kesayangan guru. Sudah pintar, ketua OSIS lagi.

Marcel yang memang notabenenya most wanted juga banyak diperebutkan. Dan entah apa yang menarik dari Alet yang membuat Marcel menyukainya sejak lama. Itu patut menjadi pertanyaan misteri.

Alet sekilas melihat sebuah buku yang membuat Alet sangat tertarik. Salah satunya dengan kata-kata penulisnya yang mengatakan : Sang pujangga berkepala batu, sudah melepas bunga dan sekarang menggenggam durinya.

"Maksudnya apa ya?" gumam Alet yang masih membolak-balikkan buku.  "Lo mau beli itu, Let?" tanya Marcel memecah otak Alet yang sedang berpikir. Alet menganggukkan kepalanya. Niatnya ia tidak akan membeli buku apa pun karena ia sudah membeli banyak waktu bersama Langit. Namun buku ini sungguh menarik perhatiannya.

Langit sudah mulai menguning. Alet dan Marcel bergegas pulang. Marcel menggenggam tangan Alet hingga parkiran. Alet sama sekali tak menolak kali ini. Di sepanjang perjalanan seperti biasa memang selalu Marcel yang mendominasi pembicaraan. Alet hanya sesekali menimpali dan seterusnya tertawa.

Mereka sampai di rumah tepat saat langit mulai menghitam. "Mau mampir kak?" Marcel menggelengkan kepalanya sembari tersenyum. Mobil Marcel hilang ditelan gelap gumpita malam.

Kali ini di luar hujan deras. Suara air mengenai atap, jendela dan bebatuan terdengar ramai. Setelah mandi, Alet bergegas membuka buku yang barusan ia beli. Satu pesan masuk ke ponselnya.

Langit
Let maafin gw dong kan ga lucu kalo lo diemin gw terus

Alet menyimpan ponselnya kembali. Namun ponselnya kembali berisik dengan spam chat. Dan ketika dilihat semua itu dikirim dari Langit. Memang tak ada pekerjaan.

Langit
Kalo lo ga bales sekarang gw ke rumah lo

Alet buru-buru membalas karena ia tak mungkin membiarkan Langit datang ke rumahnya. Apalagi sekarang ada ayahnya di rumah. Ayah Alet sangat keras kepada Alet. Ia melarang Alet untuk berpacaran. Berbanding terbalik dengan ibunya yang memang membebaskan Alet.

Langit

Mau apa sih lo

Mau elo

Pipi Alet mulai blushing. Ia tak lagi berniat membalas chat dari Langit. Alet mematikan ponselnya.

***

"Lo kok ngehindarin si Langit sih?"

"Gue gak ngehindarin dia," tegas Alet. "Gue tau kok lo pasti masih ngerasa bersalah kan sama Gavin? Makanya lo gak mau sia-siain orang yang sayang sama lo kan?" tanya Bila.

Alet memicingkan matanya. "Lo gak usah bawa-bawa Gavin."

"Tapi gue bener kan?" Bila masih saja bersikeras bertanya pada Alet. Syasya tidak masuk sekolah. Jadi Bila yang menggantikan posisi Syasya menjadi teman sebangku Alet.

BellvaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang