[40] Our Wedding

1.3K 124 26
                                    

Alleshia's POV

Si brengsek itu benar-benar, hari ini acara pernikahan kami. Dan dia masih sempat-sempat nya mencium pipi seorang gadis pirang didepanku, tangan nya dipinggang gadis itu!

Sebenarnya, aku malas masuk keruang Make Up ini, ewh.

Sedari tadi aku dipaksa untuk masuk ke Ruang Make Up dan Wadrobe ini. Tapi, setelah melihat Harry mencium pipi gadis murah itu, aku menjadi bernapsu memasuki ruangan ini. Toh, Harry juga masih memakai kausnya itu.

Aku langsung masuk dan mengambil Kimono lalu memakainya di Toilet. Aku keluar dan langsung duduk dikursi berhadapan dengan cermin.

Lou, ya dia yang bertugas me-Make up ku. Dia menyolet apapun krim-krim menjijikan kewajah ku dan leherku. Aku bahkan hanya tau, Foundation, Lip Matte, Eye shadow, Eye Liner, dan Conclear lainnya.

Setelah siap, aku kembali ke Toilet dan memakai gaunku dan dibantu beberapa orang.

Keluar lagi, aku akan dirias rambut dan lain-lain.

Huft, ini saatnya..

Ini sangat menyeramkan.

Aku. Harus. Memakai. Hell's.

Baiklah, itu Heels, tapi aku menyebutnya Hell's. Masa bodo.

Aku memakainya, padahal aku sudah berjanji untuk memakai Sneakers Adidas Putih dengan 3 Garis Hitam, kan cocok dengan gaunku, Putih dan ber-diamond hitam. Hehe.

Setelah rambutku dihias menjadi sanggul dan bagian kanan kirinya dijatuhkan sedikit, aku dipasangkan Tudung, duh bisa-bisa wajah Harry terlihat lebih konyol saat aku memakai ini. Pandanganku buram, sialan!

Semua selesai, aku keluar setelah mengucapkan terima kasih. Aku tidak melihat Harry lagi disini, huh. Bisa saja ia sedang bercinta dengan gadis itu.

Lihat saja balasanku, Bangsat.

Aku melihat Ayahku dipintu, bukannya menangis atau apa. Ayahku tersenyum lebar, "Aku tak sabar melihat cucuku." Aku memutar bola mataku, "Ayo cepat, aku juga sudah tidak sabar melepas gadis gila sepertimu." Aku memukul lengan Ayah. Bukannya sedih, atau terharu, atau apapun itu, ayahku malah tertawa disaat aku berdegup kencang.

Ayah mengendarai mobil sedangkan aku duduk disampingnya, Ibuku menunggu di Gereja dan Saudaraku.

"Ayah, ini hari pernikahanku, bukan hari kematianku." Entah faktor apa aku gila, tapi Ibuku selalu bilang 'Landa' saat aku berbuat menyebalkan. Dan kata ibuku aku menyebalkan keturunan ayahku, baiklah. Fine. Ayahku berdarah Belanda dan ibuku selalu mengejekku dengan itu, karena sifatku mirip Ayahku, menyebalkan, 'Dasar Belanda satu ini'. Tapi, ayahku memang benar-benar menyebalkan saat ini, dia mirip-mirip si Brengsek itu ketika menyetir Mobil, dasar mabuk. Kepalaku bahkan hampir saja terjeduk ke Jendela disampingku jika saja aku tak bisa menahannya dengan telapak tanganku.

"Baiklah, aku menurunkan Speednya." Menurunkan apanya.

Bayangkan saja jika kami ditilang, dan polisi mengetuk jendela dan berteriak 'Hei anak muda!' Dan ayahku segera membukanya lalu polisi terkejut ternyata yang membuka bukan anak muda melainkan Anak tua. Hahaha.

"Hahahah." Baiklah aku tertawa tapi ini sama sekali tidak lucu, aku sedang tidak ingin terkena tilang.

"Heh, kau ini kenapa?" Ayahku mengetuk kepalaku yang sudah rapi dengan kepalan tangannya yang tidak jauh-jauh selebar tangan Harry.

"Tidak." Aku bahkan tidak sadar jika aku mengakhiri monolog ku dengan tertawa juga.

---

Aku turun dari mobil, Ayahku menggandengku, "Kenapa kau tidak memakai sepatu yang biasanya kau buat tempat pensil itu?" Aku memutar bola mataku, sudah kubilang aku ini gila faktor genetik. Sudah tau aku mau menikah, mana mungkin aku memakai Boots.

Troublesome [H.S] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang