"Bi, tolong panggilin Flora buat sarapan ya. Tumben jam segini dia belum turun." Pinta Dina yang baru keluar kamar dan belum menemukan putrinya di meja makan.
"Baik, Bu."
Sampai didepan kamar Flora, bi Siti memanggil-manggil sang empunya kamar tapi tak ada jawaban. Dia coba membuka pintu dan ternyata tidak dikunci.
"Non. Non Flora udah ditunggu ibu buat sarap,."
"Astagfirullah, non Flora!" Bi Siti kaget melihat Flora pingsan dengan banyak darah disekitar tangan kirinya.
"Bu! Bu Dina! Non Flora bu!" teriaknya sebelum mendekati Flora dan menggoyang-goyangkan lengan Flora.
"Non bangun, Non. Non Flora kenapa?"
"Astagfirullah, Flora!"
Dina segera mendekat dan memangku kepala putrinya sambil menangis. Sejenak Dina panik tapi wajah pucat Flora membuatnya harus segera bertindak. Ia meminta bi Siti untuk memanggil supir dan membantu mengangkat Flora ke mobil untuk dibawa ke rumah sakit.
***
'Udah hampir dua bulan aku nggak bisa hubungi dan nemuin kamu, Flo. Jujur aku belum terima keputusan sepihak kamu. Dan sekarang adalah kesempatan terakhir aku untuk minta penjelasan, sebelum nanti malam aku pergi ke Surabaya untuk kuliah. Karena aku yakin kalau kamu masih sayang sama aku.'
Zaki yang sedari tadi berdiam didalam mobil, akhirnya keluar menuju gerbang. Beberapa kali ia menekan bel, sebelum akhirnya seorang satpam keluar menyapanya. Zaki yang sudah kenal dengan satpam rumah Flora, tak butuh waktu lama untuk tau bahwa sekarang gadis yang ia cintai sedang berada di rumah sakit.
***
Mata Flora perlahan terbuka. Ruangan serba putih serta selang infus yang menempel ditangan membuatnya tersadar sekarang dia ada dimana.
"Ma,."
Suara Flora menyadarkan Dina yang daritadi melamun duduk di sofa. Ia mengusap pipinya yang basah lalu mendekati Flora.
"Iya sayang. Kamu udah sadar?"
Dina mencium kening Flora, setetes air bening kembali jatuh mengenai wajah putrinya. Dan semua itu membuat Flora yakin bahwa ibunya sudah mengetahui tentang keadaannya saat ini. Sudut mata Flora pun mendadak basah disertai isakan pelan.
"Maafin Flora, Ma. Flo nggak bisa jaga diri."
Dina menggeleng lalu mengusap air mata Flora dan air matanya sendiri. Jujur ia kecewa, bukan hanya dengan Flora, Dina juga kecewa dengan dirinya sendiri yang tak bisa menjaga putrinya. Tapi nasi sudah menjadi bubur, percuma juga marah. Yang dibutuhkan Flora bukan kemarahan, melainkan dukungan. Tapi Dina juga butuh penjelasan. Dan perlahan, Flora menceritakan semuanya. Bibir Dina kelu mendengar cerita putrinya, hatinya tak kalah hancur. Terlebih lagi bagi Flora, ia kembali teringat kejadian kelam malam itu, yang akhirnya menumbuhkan janin dalam rahimnya.
Dina memeluk Flora yang kembali menangis. Hanya itu yang bisa ia lakukan saat ini, memberi sandaran dan ketenangan untuk putri semata wayangnya. Ruangan itu sejenak hening, hanya sesekali masih terdengar isakan keduanya. Sebelum akhirnya pintu berwarna putih itu terbuka tiba-tiba dan memaksa mereka menoleh.
"Zaki?"
"Jadi ini alasan kamu mutusin aku, Flo? Kamu udah tidur sama laki-laki lain disaat kamu masih jadi pacar aku! Iya?" Flora menggeleng cepat menatap Zaki yang berjalan mendekatinya.
"Aku bisa jelasin sem,."
"Dan sekarang kamu lagi hamil anak dari pria itu 'kan? Yang lebih tepatnya anak haram."
KAMU SEDANG MEMBACA
PUISI UNTUK BUNDA
General FictionAku hidup bersama Ayah dari aku masih bayi merah hingga saat ini Jika kalian bertanya, memang dimana Bundamu? Apa sudah meninggal? Maka dengan tegas kukatakan, "Bundaku masih hidup. Beliau amat sangat cantik dan tentu saja sangat sehat tidak kurang...