Sekitar jam 7 pagi Flora dan Agam tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Agam mendorong troly yang berisi koper-koper mereka, sementara Flora menggandeng lengan suaminya. Pria itu menoleh kearah Flora yang sedari tadi terdiam dengan tatapan kosong.
"Pulang bulan madu kok murung. Kenapa?" Flora menggeleng pelan.
"Nggak tau kenapa aku masih kepikiran sama mimpi semalem, Gam. Trus Mama juga belum ngabarin udah sampai apa belum? Padahal kan kemarin dia bilang mau jemput kita."
"Ya udah nggak usah dipikirin mimpinya. Sekarang kamu coba telfon Mama, siapa tau Mama lupa ngabarin." Flora mengangguk lalu mengambil ponsel di dalam tas.
"Nggak diangkat." Kata Flora setelah mendial nomor Dina beberapa kali tapi tidak ada jawaban.
"Mungkin lagi di jalan. Coba telfon rumah." Flora menurut.
Beberapa kali juga dia mencoba tapi hasilnya sama, tidak diangkat. Agam yang baru saja menurunkan koper-kopernya kembali menatap Flora. Wanita itu menggeleng dengan wajah tampak cemas.
"Gam, aku takut terjadi sesuatu di rumah. Nggak biasanya loh Mama susah dihubungi kayak gini." Agam tertegun sejenak.
"Jangan mikir macem-macem ah."
"Tapi Gam,."
"Mending sekarang kamu kirim pesan buat Mama kalau kita akan pulang naik taksi." Flora akhirnya mengangguk setuju.
*****
"Den Agam.. non Flora?" gumam pak Ali saat sebuah taksi berhenti di depan rumah kemudian memunculkan Flora dan Agam dari balik pintu mobil. Pria paruh baya itu sedikit gugup saat membukakan gerbang.
"Pak, tolong bawakan koper-koper ini ke dalam ya."
"Ba-baik, Den." Flora mengerutkan kening melihat kegugupan satpam rumahnya.
"Pak Ali kenapa gugup? Sakit?"
"Heh? Eng-enggak Non, saya cuma... itu ... eeee..."
"Pak. Pak Ali nggak pa-pa kan?" kali ini Agam memastikan.
"Tante Flora."
Mendengar namanya dipanggil, Flora menoleh dan melihat anak seumuran Natta datang dengan sepedanya. Anak itu langsung meninggalkan sepedanya begitu saja tak jauh dari gerbang. Ia segera mendekati kedua orang tua Natta dengan nafas memburu.
"Eh Alex, mau ngajak Natta main bola ya?" anak bernama Alex itu menggeleng.
Alex ini teman sekolahnya Natta, rumahnya juga masih di komplek yang sama. Dan setiap minggu pagi seperti sekarang, mereka selalu bermain bola di lapangan komplek bersama anak-anak yang lain.
"Enggak, Tante. Kan Natta hilang, emangnya Tante nggak tau?" Agam dan Flora membulatkan matanya seketika.
"APA? HILANG?"
Alex langsung menegang melihat perubahan ekspresi kedua orang tua Natta.
"Eh Sayang." Agam sigap menahan tubuh Flora yang hampir limbung.
"Natta, Gam." Agam mengangguk pelan lalu menatap Alex.
"Alex, apa maksud kamu?"
Alex baru ingat jika beberapa hari yang lalu Natta sempat bercerita kalau orang tuanya sedang di luar negeri. Dan mungkin mereka memang belum tau tentang hilangnya Natta. Alex menghela nafas beberapa kali sebelum bersuara.
"Maaf Om. Sebenarnya semalam bi Irah datang ke rumah nyariin Natta, katanya sejak kemarin sore Natta hilang. Makanya bi Irah minta Alex buat nanya ke teman-teman tentang keberadaan Natta. Tapi tadi pas di lapangan, mereka semua nggak tau kemana Natta pergi."
KAMU SEDANG MEMBACA
PUISI UNTUK BUNDA
General FictionAku hidup bersama Ayah dari aku masih bayi merah hingga saat ini Jika kalian bertanya, memang dimana Bundamu? Apa sudah meninggal? Maka dengan tegas kukatakan, "Bundaku masih hidup. Beliau amat sangat cantik dan tentu saja sangat sehat tidak kurang...