PART 8

1.9K 116 40
                                    

Pagi ini Flora sudah rapi dengan inner ketat warna putih yang membuat perutnya tampak begitu menonjol di usia kandungan 7 bulan. Cardigan lengan panjang warna hijau tosca serta celana legging hitam selutut juga sudah membalut tubuhnya. Semua itu dibelikan Dina minggu lalu beserta pakaian hamil yang lainnya.

Flora keluar kamar menuju meja makan untuk sarapan. Ia sedang mengolesi selembar roti tawar dengan selai cokelat kesukaannya saat bi Siti datang membawa segelas susu hamil yang juga rasa cokelat.

"Pagi-pagi udah rapi, Non. Apa karena mas Agam mau dateng?" Flora mengeryitkan kening melirik asisten rumah tangganya itu.

"Bodo amat dia mau dateng apa enggak. Aku cuma pengen jalan-jalan disekitar villa, siapa tau nemu jagung rebus." Sahutnya lalu melahap roti ditangannya.

"Jangan terlalu benci sama mas Agam, Non. Dia itu baik. Lagipula pamali kalau lagi hamil terlalu benci sama orang, nanti anaknya mirip orang itu loh."

"Wajarlah kalau mirip, dia 'kan bapaknya, Bi."

Flora mendadak memelankan kunyahannya, memutar bola mata seperti orang yang sudah salah bicara. Ia segera meneguk susu didepannya dan melihat bi Siti senyum-senyum sambil menatapnya.

"Kenapa senyum-senyum?" wanita paruh baya itu hanya menggeleng.

"Ya udah, aku pergi dulu ya, Bi." Flora beranjak susah payah dengan perut besarnya.

"Mau bibi temenin?"

"Nggak usah, cuma deket-deket sini aja kok."

***

Ini kali pertama Flora keluar area villa sendirian. Selama beberapa bulan ini ia lebih banyak menghabiskan waktu di villa, kecuali saat check up kandungan tiap bulannya bersama Agam ke rumah sakit.

'Mengingat Agam selalu membuatku kesal.'

Sejak hamil Flora memang mudah lelah dan malas kemana-mana. Jika menginginkan sesuatu, ia selalu meminta ke bi Siti atau mang Karta untuk membelikan. Ia juga malas jika harus bertemu warga yang pasti akan menanyakan tentang kehamilannya. Flora memang lumayan kenal dengan warga sekitar karena hampir setiap tahun ia liburan ke villa ini.

Tapi entah kenapa sejak subuh tadi Flora ingin sekali makan jagung rebus yang ia beli sendiri dari penjualnya. Setaunya ada yang sering menjualnya disekitar villa, tapi sudah setengah jam ia berjalan, belum juga menemukan orang berjualan jagung rebus. Flora berhenti sejenak saat nafasnya mulai tak beraturan karena lelah. Ia juga menyeka keringat yang tetap membasahi keningnya disaat cuaca dingin seperti ini.

"Maaf, Pak. Tukang jagung rebus yang biasa berjualan disekitar sini kemana ya?" Flora menghentikan bapak-bapak yang sepertinya akan pergi ke ladang, dilihat dari perlengkapan yang ia bawa.

"Jam segini mah biasanya udah pindah ke pasar, Neng."

"Pasar?"

"Iya, neng lurus aja, kurang lebih 15 menit kalau jalan kaki dari sini." Flora tersentak, harus berjalan lagi disaat kaki udah sakit begini?

"Ya udah. Makasih, Pak." Pamitnya yang diikuti anggukan kepala si bapak yang kembali melanjutkan langkahnya.

Flora ragu ingin melangkah, tubuhnya sudah sangat lelah dan kakinya juga terasa sakit. Tapi bayangan memakan jagung rebus hangat dengan asap yang masih mengepul itu masih kuat dikepalanya. Flora akhirnya melanjutkan langkah dengan sisa tenaga yang ada dan langkah lebih pelan dari sebelumnya.

'Percuma udah jalan sejauh ini kalau nggak dapet jagung rebus.'

***

Dua puluh menit berjalan, akhirnya Flora sampai di pasar yang dimaksud. Matanya berbinar saat melihat gerobak tukang jagung rebus didekat kios buah-buahan. Ia pun mendekat sambil menyeka keringat yang sudah membasahi wajahnya.

PUISI UNTUK BUNDA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang