PART 18

2K 129 30
                                    

Agam melihat Natta yang sudah berada di meja makan untuk sarapan. Anak laki-lakinya itu tampak bersemangat sekali melahap roti selai cokelat kesukaannya.

"Pagi, Ayah." Sapanya dengan mulut penuh roti membuat Agam terkekeh gemas.

"Pagi, Sayang. Hati-hati makannya nanti tersedak." Sahut Agam mengusap rambut Natta sebentar sebelum menarik kursinya sendiri. Natta hanya tersenyum manis dan melanjutkan makannya.

"Kamu udah siap buat lomba nanti di sekolah?" tanya Agam sebelum menyesap kopi hangatnya.

"Udah dong. Apalagi Bunda mau datang, Natta jadi tambah semangat." Sahut bocah tujuh tahun itu lalu meneguk susu cokelat yang masih menyisakan setengah gelas. Agam hanya tersenyum melihat Natta terlihat bahagia seperti ini, berbeda dari biasanya.

"Nanti Ayah atau bi Irah juga nggak usah jemput Natta, biar Natta pulang sama Bunda aja. Soalnya Natta pengen main sama Bunda dulu. Boleh 'kan, Yah?" pinta Natta sebelum melahap potongan roti terakhirnya.

"Memangnya kamu yakin Bunda mau main sama kamu?"

"Bunda pasti mau. Kan Bunda sayang Natta."

Agam yang sedang menikmati omelet daging, memelankan kunyahannya, menatap Natta seraya berpikir. Flora sayang Natta?

Agam juga menimang-nimang permintaan anaknya. Menolak keinginan Natta berarti mengecewakan anak itu dan Agam tidak ingin melakukannya. Cukup Ibunya saja yang sering membuatnya kecewa. Dan semoga hari ini wanita itu tidak akan mengecewakan anaknya lagi.

"Gimana, Yah?"

"Ya udah kalau kamu maunya kayak gitu." Sahut Agam akhirnya, membuat anaknya itu senang. Natta segera turun dari kursi mendekati Agam, mengalungkan kedua tangannya ke leher Agam dan mencium pipi Ayahnya kuat.

"Makasih, Ayah."

*******

Flora dalam perjalanan menuju sekolah Natta. Senyumnya terus tersungging karena sebentar lagi ia akan bertemu Natta dan menyaksikan putranya itu tampil diatas panggung. Hah, aku sudah tidak sabar.

Mobil Flora berhenti saat lampu merah, tepat saat ponselnya berbunyi. Flora segera menggeser layar melihat nama Ina yang muncul.

"Iya, Na?"

"Mbak Flora dimana?"

"Saya lagi di jalan. Tapi nanti agak siangan baru ke butik karena sekarang ada urusan dulu. Kenapa, Na?"

"Di butik udah ada bu Dewi, Mbak."

"Bu Dewi? Em-kamu bisa handle dulu 'kan? Atau suruh dia datang lagi nanti siang. Soalnya aku bener-bener nggak bisa kesana sekarang." ucap Flora masih bernegosiasi dengan asistennya.

"Gimana ya, Mbak. Soalnya bu Dewi udah nunggu Mbak dari setengah jam yang lalu. Dan minggu lalu bukannya mbak Flora sendiri yang bikin janji sama dia kalau hari ini mau membahas kebaya buat pernikahan anaknya. Dan katanya nanti siang bu Dewi harus terbang ke Singapura, Mbak."

Flora menggaruk keningnya pelan seraya berpikir. Ia lihat jam di ponselnya sebentar. Acara Natta jam 9.30 dan sekarang masih jam 8.30, masih ada waktu kalau aku ke butik sebentar.

"Eh, Na. Bilang ke bu Dewi sebentar lagi aku kesana." Ucap Flora akhirnya.

"Baik, Mbak."

Flora kembali meletakkan ponselnya ke dalam tas. Ia jalankan lagi mobilnya setelah lampu menyala warna hijau. Mobil itu berbelok ke kiri, berlawanan dengan arah sekolah Natta.

'Semoga urusan dengan bu Dewi cepat selesai.'

******

Sekitar jam 12.30 Agam baru keluar dari ruang kerjanya untuk makan siang. Langkahnya terhenti karena ponsel di saku kemejanya bergetar. Nomor sekolahan Natta muncul di layar. Agam mengerutkan kening sebentar sebelum akhirnya menggeser layar.

PUISI UNTUK BUNDA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang