PART 48

1.4K 89 57
                                    

Waktu terus berlalu. Kondisi Flora pun semakin memburuk. Flora bukan hanya melupakan banyak hal. Tapi dia juga lupa dengan benda-benda dan ruangan-ruangan di rumahnya. Dan setiap Flora melupakan sesuatu, Natta yang sudah kelas 1 SMA selalu menempelkan kertas kecil warna-warni bertuliskan nama benda tersebut.

Agam dan Natta selalu bergantian menemani Flora. Mereka tidak mau Flora melakukan hal aneh diluar pengawasan. Tapi karena Agam harus bekerja, Natta lebih sering menemani Flora setelah pulang sekolah.

Natta tidak pernah bosan menjaga Flora dengan segala keanehan sikapnya yang sewaktu-waktu muncul. Natta sering mengajak Ibunya mengobrol, membacakan buku cerita atau menceritakan kegiatannya di sekolah.

Natta maupun Agam juga sering merekam kegiatan mereka. Dan jika sewaktu-waktu Flora melupakannya, rekaman itu bisa membantu. Tata bahasa Flora juga sudah mulai terganggu. Dia sering mengulang-ngulang kata yang sama atau membolak-balik kata-kata dalam rangkaian kalimatnya.

Natta sudah terbiasa dengan semua perubahan sikap Ibunya. Anak itu juga tidak peduli dengan waktu bermain atau kegiatan bersama teman-temannya yang berkurang. Toh Natta masih bisa belajar atau main game saat Flora tidur siang. Atau berolahraga di ruang Gym yang belum lama Agam buat di rumahnya. Kesenangannya dapat, Flora pun tetap terawasi.

Bahkan jika ada kegiatan kelompok belajar, Natta memilih mengajak teman-temannya datang ke rumah daripada harus pergi meninggalkan Flora.

Seperti hari ini, meja pinggir kolam renang sudah terisi buku-buku yang terbuka dan juga laptop. Minuman dingin dan cemilan juga ada disela-sela ruang meja yang kosong.

Sudah satu jam Natta, Alex, Akbar dan Thomas belajar. Sesekali mereka mengobrol, tapi saat Natta meminta untuk fokus akhirnya mereka sibuk mengerjakan tugas.

Semuanya tampak sibuk, kecuali Thomas yang sibuk sendiri dengan toples keripik kentang dan ponselnya.

Anak itu memang terkenal pemalas dan nakal di kelas. Karena itu juga guru memasukkannya ke kelompok Natta agar dia mau belajar, karena Natta sendiri memang dikenal tidak pelit ilmu jika orang itu mau belajar. Tapi ternyata tidak untuk Thomas, dia tetap sama saja, malas. Berulang kali ketiga temannya menegur, tetap saja dijawab enteng.

"Santai aja sih, masih minggu depan ini dikumpulinnya. Lagian kalian bertiga otaknya udah encer, bisa lah tanpa bantuan gue. Yang ada malah ribet kalau gue ikutan. "

"Namanya tugas kelompok, sedikit banyak setiap anggota harus kerja, Thom. Biar adil." Sahut Akbar.

"Lo tau gue lemah kalau pelajaran Fisika, Bar. Gimana dong?"

"Lo mah semua pelajaran lemah, makan sama berantem doang kuatnya."

"Maksud lo apaan, Lex?"

Thomas meletakkan toples ke meja secara kasar, kemudian berdiri menatap Alex tajam. Akbar yang duduk disebelah Thomas ikut berdiri menahan lengannya.

"Lo ngehina gue?" sambung Thomas.

"Gue ngomong apa adanya."

"Lo,." Akbar langsung menahan bahu Thomas.

"Udah, Thom."

"Lepasin, Bar!"

Alex yang sibuk di depan laptop hanya tersenyum miring. Dari awal Alex memang orang yang paling tidak suka Thomas gabung di kelompok mereka. Tapi mau gimana lagi, guru sudah menentukan.

"Emosi lo nunjukin kalau omongan gue bener. Harusnya lo mikir dan bersyukur, Thom. Waktu pak Imam masukin lo ke kelompoknya Natta, anak-anak yang lain pada bersyukur karena nggak sekelompok sama lo. Lo boleh sok jagoan, lo boleh temenan sama genk kakak kelas. Tapi kalau urusan pelajaran, nggak ada anak di kelas kita yang mau sama lo. Untung aja kelompok ini ketuanya Natta, kalau gue, nggak sudi gue nerima lo."

PUISI UNTUK BUNDA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang