9. Zaidan

1.3K 82 0
                                    

Setelah hukuman selesai, aku kembali ke bangku ku. Melelahkan, walaupun tidak ribet tapi hukuman ini sungguh menguras hati dan tenaga. Terutama jika berhadapan dengan cowok cuek dan masa bodo seperti orang di samping ku, rasanya aku seperti cewek PMS setiap harinya.

Aku menaikkan kedua kakiku ke atas kursi, seperti orang yang sedang bersila di lantai posisinya, dan secara serentak Zaidan dan orang yang duduk di bangku sebrang kiriku memperhatikan ku dengan tampang terkejut.

Tapi tanpa takut di adukan, aku berbicara kepadanya tanpa suara, "Apa lo?"

Diapun menggeleng, kemudian mengarahkan pandangannya lagi seperti semula, yaitu ke papan tulis.

Sedangkan Zaidan, dia sepertinya tau hal apa yang akan terjadi jika ia mengingatkan ku, jadi dia hanya sebentar melirikku dan kembali ke posisi awalnya.

Oh iya untuk nama teman sebangku ku yang menyebalkan itu, aku baru mengetahui namanya saat kejadian di perpus tadi. Ternyata nama dia Zaidan, Zaidan si cowok kepercayaan guru yang rajin dan pintar, di gandrungi cewek-cewek karena katanya dia mantan kapten tim basket yang pada akhirnya harus lengser karena harus fokus pada perkara UN, walaupun sikapnya cuek tapi setiap hari dia tidak pernah absen mendapatkan kiriman dari para fansnya.

Hey, bukan aku yang mencari tau, tapi Bu penjaga perpus itu yang memberitau semuanya secara lengkap. Sepertinya dia salah satu penggemar Zaidan juga, karena Zaidan kerap kali membaca di perpus katanya di akhir cerita, karena tadi aku diharuskan mengantarkan sisa buku paket ke kelas.

Balik lagi ke dunia nyata, lamunanku dibuyarkan oleh suara bel pertanda istirahat. Satu persatu siswa berhamburan ke luar kelas, tapi aku tidak.

Itu semua sengaja, aku akan membuat perhitungan kepada Zaidan, sekarang gilirannya yang mengembalikan buku ke perpustakaan dan setelah itu baru aku akan pergi ke kantin.

Para siswa perlahan menghilang sehingga menyisakan kami bertiga, aku Zaidan dan seorang pria yang menghampiri Zaidan yang tempat duduknya terhalang satu oleh tempat duduk orang.

"Yuk Ran, mau langsung apa ke kantin dulu?" aku berusaha menguping segala pembicaraan dari keduanya, tapi dari tadi yang lebih banyak nyerocos adalah temannya-- Kevin Pramoedya.

Untung saja mataku tidak minus, sehingga dengan sekali lirik aku dapat melihat nama yang tertera di badge teman Zaidan itu.

Mereka berinteraksi berdua seakan-akan tidak menganggapku ada di ruangan ini, setelah ku beri kode dengan deheman, barulah Kevin menatap ke arahku.

"Oh hai Gwen, sory ya kita ngeganggu, kita cabut dulu ya." itu kata Kevin kepadaku.

Sedangkan Zaidan, hanya bangkit dari duduknya dan bergegas akan pergi.

"Eh tunggu!" Sahutan itu ku lontarkan untuk Zaidan, tapi Kevin pun ikut berbalik karena pada saat mengucapkan kata-kata itu, aku tidak mengimbuhi nama orang yang ku maksud.

"Gantian lo yang balikin bukunya!"

"Ogah."

"Dasar gak bertanggung jawab."

"Yang dihukum siapa?"

"Guru tadi cuma nyuruh gue ngambil doang kok gak nyuruh gue ngembaliin. Jadi sekarang itu tugas lo sebagai KM."

Aku ikut bangkit, permasalahan kali ini selesai, dia yang kalah dan aku yang akan pergi ke kantin.

Lalu ku lewati tubuh Zaidan sengaja, "jangan coba-coba ngibarin bendera permusuhan sama gue."

Setelah ku lewati tubuh Zaidan, ku sapa Kevin yang menatap ku takjub entah tatapan takut. "Hai Vin, gue duluan."

***

Setelah jam istirahat selesai, aku kembali ke kelasku tepat waktu, tumben memang, karena saat itu mata pelajaran favorite ku yang akan berlangsung.

Jangan di sangka, walaupun kebiasaan ku jarang masuk kelas dan tidak pernah belajar, tapi semua itu tidak menghalangiku untuk setia mengikuti pelajaran Bahasa Inggris.

Disaat pelajaran lain aku tidak terlihat dan paling pasif. Tapi untuk pelajaran yang satu ini, aku akan selalu mengacung paling pertama di segala halnya, aku akan menjadi yang teraktif di bandingkan Zaidan yang terpintar.

Materi yang diajarkan saat ini mengenai speaking, kebetulan aku murid baru dan yang paling pertama mengacung. Jadilah aku disuruh ber public speaking di depan kelas.

Pada waktu itu aku memilih menceritakan kegiatan dan hobiku yang hampir memakan waktu dua jam pelajaran bahasa Inggris, ke fasihanku dalam penggunaan Bahasa Inggris membuat siswa yang lain terkejut.

Mungkin mereka pikir aku hanya cewek brandalan yang tidak bisa apa-apa, tapi jangan pernah remehkan aku kalo kalian belum tau bagaimana aku berbahasa inggris, karena setiap orang itu memiliki kelebihan di balik keburukannya.

Aku harus menghela kecewa saat Miss Shopi memberitaukan bahwa aku harus mengakhiri public speaking karena waktu pulang sekolah tersisa beberpa menit lagi.

Dengan berat hati aku harus mengakhirinya, aku jadi tidak sabar bertemu lagi pelajaran ini di minggu depan untuk melanjutkan ceritaku yang belum selesai ini.

"Thank you, Gwen."

" Oke miss, You're welcome."

Setelah aku kembali ke bangku ku, duduk manis di sana, kini giliran Miss Shopi yang memberikan pengumuman untuk minggu depan.

Katanya minggu depan akan di adakan pekan ulangan, Miss Shopi berpesan untuk seluruh siswa agar mereka mempersiapkannya secara matang. Setelah selesai memberikan pengumuman itu, Miss Shopi keluar dari kelas berbarengan dengan suara bel pulang berbunyi.

Aku pun lantas keluar dari kelas, berjalan menuju gerbang untuk mencari taksi yang akan mengantarku pulang. Sudah lama aku tidak diperbolehkan membawa mobil ke sekolah oleh Ayah, katanya takut aku ugal-ugalan di jalan. Tapi masih untung Ayah masih memberikan fasilitas itu di luar sekolah.

Aku memilih menunggu taksi di halte, sembari menunggu taksi, pikiranku berkelana mencari kegiatan untuk mengisi dua hari libur sekolahku besok.

Saat aku sedang larut dalam lamunanku, tiba-tiba ada sebuah mobil merah berhenti di hadapanku, awalnya aku tidak mengetahui siapa si pengendara yang tidak sopan memberhentikan mobilnya di sembarang tempat, namun saat kaca mobilnya perlahan turun, aku mendapati Dion yang memberikan tumpangan gratis kepadaku.

Aku pun tanpa menolak langsung masuk ke mobilnya, lumayan tumpangan gratis sampai rumah. Di sepanjang perjalanan Dion terus mengajak ngobrol diriku, bertanya akan kemana aku esok dan minggu.

Ku bilang ada rencana, tapi tidak ku beritau rencana itu dan obrolan kami pun harus berhenti saat mobilnya sampai di depan rumahku.

Ku lihat Dion takjub memandangi rumahku, memang si, rumahku bisa dikatakan rumah para golongan kaum elit, tapi aku tidak senang atau bangga akan hal itu. Karena apa yang sebenarnya aku butuhkan dalam rumah itu belum aku temukan hingga saat ini, aku belum menemukan arti rumah sesungguhnya di dalamnya.

"Kalo rumah lo segede ini, kenapa lo gak bawa mobil ke sekolah?"

"Bokap gue takut, gue jadi pembalap dadakan pas berangkat sekolah. Yaudah gue duluan ya."

"Oke."

Setelah mobil Dion menjauh dari rumahku, aku pun segera masuk ke dalam rumah untuk merileks kan tubuh ku mulai terasa pegal.

Gwen (a story about bad girl)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang