38. Yang Datang Akan Pergi

808 57 3
                                    

Duduk kembali di bangku sekolah dengan Zaidan di sampingku, dan teman-teman yang menyambutku rasanya agak sedikit aneh, namun ternyata ada yang lebih aneh lagi di sini selain semua hal itu.

Bagaimana tidak aneh kalau Zaidan si es batu berjalan yang biasanya gemar mendiami ku kini sangat senang tersenyum ke padaku, lalu dia juga tidak segan membuka obrolan bersama ku.

Memang aneh kan? Kadang kita tak tau apa yang akan Tuhan lakukan satu detik kedepan. Buktinya saja hal yang terlihat sangat mustahil pun dengan mudahnya bisa terjadi tanpa terprediksi.

Tidak mungkin kan yang ada di samping aku ini Zulfikar si periang? Haha tidak mungkin Zulfikar segila itu mengendap-ngendap menjadi Zaidan hanya untuk menyambut kedatanganku.

Di tengah kebingunganku, terdengar suara nyaring bel istirahat berbunyi, sungguh tidak terasa pelajaran hari ini berjalan begitu cepat hanya dengan memikirkan keanehan orang di sampingku.

Untuk menuntaskan segala kebingunganku, akupun memberanikan diri bertanya kepada Zaidan sebelum pria itu hendak bangkit dari kursinya.

"Dan."

"Iya Gwen." Lagi-lagi dirinya tersenyum, bisa gila aku kalau terus-terusan melihat senyumannya itu, karena menurutku senyuman orang pendiam itu sungguh manis karena terkesan langka dan patut di lestarikan di dalam pikiran.

"Lo Zaidan kan?"

Zaidan mengangkat alisnya kemudian tersenyum kembali sebelum menjawab pertanyaanku, "iyalah, yaudah yuk."

Tiba-tiba saja aku tersentak saat dia meraih tanganku, aku terkejut dengan kontak fisik pertama kita setelah sekian lama.

"Mau kemana?"

"Cari makan lah, emang mau kemana lagi? mau ke perpus lagi buat tutor?"

Zaidan kembali menarikku, membawaku ke luar kelas. Aku yang masih dalam mode bingung hanya bisa mengikuti langkah kakinya yang terkesan buru-buru.

Sepanjang perjalanan tak ayal aku dan Zaidan menjadi pusat perhatian, kalo aku memang sudah terbiasa menjadi pusat perhatian di segala kondisi, sedangkan Zaidan yang biasanya tidak suka menjadi pusat perhatian kenapa sekarang dia malah santai-santai saja menarikku menuju kantin.

Benar-benar orang aneh.

Sesampainya di kantin Zaidan kemudian menyuruhku menunggu di sebuah meja, sedangkan dia menghampiri stand penjual untuk memesankan makanan kami.

Sembari menunggu Zaidan aku hanya bisa memainkan kedua jemari tanganku di atas meja, salahnya aku tidak membawa handphone sebelum pergi ke kantin untuk mengantisipasi suasana seperti ini, suasana canggung saat ratusan pasang mata mencuri-curi pandangan ke arahku.

Hingga tak lama kemudian, akhirnya Zaidan menyelamatkan ku dengan membawa dua mangkuk mie ayam yang salah satunya ia taruh di hadapanku. Namun ternyata anggapan ku salah, bukannya menyelamatkan, tapi tatapan dari orang-orang sepertinya semakin penasaran menatapku dengan pria di hadapanku ini. Padahal apa yang salah si sebenarnya?

"Selamat makan Gwen." Ujarnya dengan nada biacara yang asing di telingaku. Riang, biasanya nada bicaranya selalu dingin sedingin air es di dalam kulkas.

***

Bel pulang berbunyi, aku lantas membereskan semua alat tulisku ke dalam tas. Siswa lain perlahan meninggalkan kelas hingga kelas benar-benar sepi sehingga hanya menyisakan aku dan Zaidan. Saat aku akan beranjak ke luar kelas, aku mendengar suara Zaidan memanggilku sehingga otomatis aku menghentikan langkahku.

"Gwen, gimana dengan tutornya?" Aku tak melihat ekspresinya saat ini karena aku masih mematung dengan posisi memunggunginya. Namun perlahan-lahan ku putar tubuhku agar aku dapat melihat wajahnya.

Gwen (a story about bad girl)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang