23. Foto Di Dalam Frame

809 57 4
                                    

Ternyata acara makan gratis tadi menghabiskan waktu cukup lama hingga saat ini harusnya adalah waktu tutorku dengannya.

Jangan salahkan aku atau perutku, tapi salahkan saja jalanan yang macet sehingga waktu tutor kami terpotong di jalanan. Setelah kurang lebih setengah jam bermacet-macet ria dengan pengendara lain akhirnya kami berhasil terbebas, sehingga Zaidan kembali melajukan motornya menuju...

Tunggu tunggu!

Ini jalan kemana?

Ini kan bukan jalan ke rumahku.

"Dan kok kita lewat sini? Ini kan bukan jalan rumah gue!"

Krik krik.

Zaidan tidak menjawab pertanyaanku barusan.

"Ish, dasar budeg." Ujarku kesal.

"Apa lo bilang?"

"Gak."

Aku lagi lagi mendengus kesal. Giliran begituan dia langsung menyahut!

"Diem, jangan sampe gue turunin lo di sini!"

Aku yang kesal mendengar omongannya pun membuat gerakan seolah-olah sedang memukul kepalanya. Jika tidak sedang di motor, sudah ku pukul beneran itu kepala!

"Lagi ngapain lo?" tanya Zaidan sambil memincingkan matanya lewat kaca spion.

Oh iya aku melupakan kaca spionnya itu.

Tak berapa lama Zaidan memarkirkan motor di sebuah halaman rumah. Dan tak jauhdari tempat kami berdiri aku dapat melihat seorang wanita yang mungkin seumuran Ibu sedang berdiri di depan pintu menyambut Zaidan datang.

Aku mengikuti Zaidan yang baru saja turun dari motornya, mengikutinya dari belakang hingga dia sampai di depan pintu dan bersalaman dengan Ibunya itu.

Saat itu aku melihat perbedaan di diri Zaidan. Zaidan yang ku kenal sangat berbeda dengan Zaidan yang sedang berhadapan dengan Ibunya saat ini, raut wajahnya pun tidak datar lagi, tutur katanya menjadi lembut, tadi juga Zaidan sempat memeluk dan mengecup pipi Ibunya.

"Bu, Zaidan mau ganti baju dulu, setelah itu mau tutorin dia."

Setelah mendapat anggukan dari Ibunya, Zaidan lantas masuk ke rumah meninggalkan aku begitu saja.

Jika sedang tidak ada Ibunya, mungkin sudah ku teriaki dia keras-keras.

"Ayo masuk dulu, biar Ibu buatin minum dulu." Ujarnya ramah kepadaku.

Akupun sedikit canggung memasuki rumah Zaidan. Setelah di persilahkan duduk, Ibu Zaidan pergi ke dapur, katanya mau membuatkan aku minum, awalnya aku sudah menolak tapi dia bersikeras memaksaku. Yasudah untuk menjaga kehormatan, ku terima maksud baiknya itu.

Saat keberadaanku sendiri di ruang tamu ini, aku bangkit memberanikan diri melihat-lihat frame yang dipasang rapih di dinding ruang tamu ini. Kebanyakan foto di dalam frame itu adalah foto keluarga dan foto masa kecil. Mataku tertarik oleh sebuah frame yang disi oleh foto dua orang bocah yang terlihat tampan dan lucu, wajah keduanya mirip persis tanpa perbedaan sedikitpun. Saat aku ingin melihat cacatan kecil yang tertulis di sudut foto tersebut, aku tiba-tiba di kejutkan dengan suara Ibu Zaidan yang sudah kembali dari belakang dengan sebuah nampan.

"Itu Zaidan dan kembarannya, mereka lucu kan waktu kecil?"

"Eh. Maaf ya Tante aku liat-liat foto tanpa pamit." aku kembali menghampiri sofa dengan canggung karena terpergok tadi.

"Iya gak papa kok."

"Tante menurut Tante sikap Zaidan gimana?"

"Zaidan itu anak yang baik, dia lembut, patuh, sopan. Dia juga sayang banget sama Tante, dia sering banget ngungkapin sayangnya ke tante."

"Apa Zaidan pendiam tante?"

"Iya, dia memiliki sikap yang terbalik dengan Zulfikar. Dia pendiam, dingin. Tetapi Zulfikar periang. Walaupun Zaidan dingin tapi dia sebenernya baik banget, dia cuma butuh waktu buat ngenalin diri seseorang dulu."

Aku mengangguk paham. Memang benar si aku kerap kali sadar di balik sikap dinginnya, Zaidan belum pernah menyakiti ku.

"Tante cuma punya dua anak?" kemudian dengan berani nya aku menanyakan hal itu kepada Ibu Zaidan, padahal aku baru saja bertemu sekali dengannya.

"Iya anak Tante cuman Zaidan dan Zulfikar."

"Terus Zulfikarnya mana--"

"Yuk Gwen." kedatangan Zaidan membuat pertanyaanku menggantung dengan penasaran.

"Hmm. Dan gimana kalo tutornya di sini aja, nanti pulangnya lo tinggal anter gue aja."

"Iya Dan, sekalian di sini saja biar gak bulak balik." Ujar Ibunya.

Setelah itu Zaidan mengangguk. Ibunya kemudian berpamitan meninggalkan kami untuk memulai belajar.

Hari ini zaidan mengajariku fisika, dia mengajariku dengan fokus, berbeda dengan diriku yang kurang fokus gara-gara pertanyaan yang masih menggantung hingga saat ini. Di tengah-tengah mengerjakan soal, aku berniat menanyakan tentang kembarannya itu kepada Zaidan.

"Dan lo yang kiri atau yang kanan?" tanya ku sembari menunjuk frame yang menggantung di dinding.

"Kanan." jawabnya singkat dengan pandangan yang masih tertuju ke arah buku.

"Kok lucuan yang kiri ya?"

Pertanyaanku tadi tidak mendapatkan jawaban dari Zaidan lagi. Sabar Gwen harus sabar.

Saat aku akan bertanya kembali kepada Zaidan, Zaidan sudah terlebih dahulu menyela ucapanku.

"Kita di sini buat belajar."

Ih menyebalkan! Padahalkan aku butuh obrolan sedikit karena kesumpekan belajar mu yang monoton Dan, tapi dia malah memarahiku karena dianggap kepo.

Setelah belajar selesai dan merapihkan perlengkapan ku sedangkan Zaidan kembali memanggil Ibunya untuk berpamitan. Setelah kedatangan Ibunya, Aku kemudian menyalami tangan Ibunya dan berterima kasih karena telah mengizinkan aku belajar di rumahnya hari ini.

"Tante makasih ya udah ngebolehin belajar di sini, maaf ngerepotin."

"Iya gak papa, gak ngerepotin kok. Nanti kamu main ke sini lagi ya."

Aku pun mengangguk, "Yaudah Gwen pamit pulang ya Tante."

"Iya Gwen hati-hati ya."

Setelah itu gantian Zaidan yang berpamitan kepada Ibunya untuk mengantarkan ku pulang. Sebelum pergi aku mendengar ibunya berbicara kepada Zaidan.

"Dan hati-hati bawa motornya, kapan-kapan ajak Gwen main ke sini lagi ya."

Zaidan tidak menjawab, pria itu hanya menaiki motornya lalu menghidupkannya. Setelah aku naik ke motornya, Zaidan pun langsung melajukan motornya menuju rumahku.

Tidak butuh waktu lama untuk sampai di depan rumahku. Kurang dari setengah jam, Zaidan berhasil memberhentikan motornya tepat di depan gerbang rumahku.

"Mama lo asik ya, gak kaya anaknya."

Seketika Zaidan langsung memincingkan mata ke arahku. Lalu ku balas dengan kekehan akibat ekspresinya itu. "Emang faktanya gitu kok, gue gak ngada-ngada. Dia ramah, murah senyum, dan--"

"Gue duluan." putusnya yang kemudian kembali menghidupkan motornya.

"Yeee di bilang gitu pergi!"

"Bodo."

Motor Zaidan perlahan melaju meninggalkan aku yang masih berdiri di posisi semula hingga motornya benar-benar menghilang dari pandanganku, aku pun lantas masuk ke dalam rumah.

Gwen (a story about bad girl)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang