39. Sarapan Pagi

751 50 2
                                    

Pagi ini aku sengaja berangkat pagi, kelewatan pagi malahan, Pak Marno saja sempat kaget melihat aku yang datang sepagi ini, ku bilang saja aku kebagian jadwal piket pagi ini, karena memang selain akan piket, aku juga ingin menangkan diri di dalam kelas yang masih sepi.

Night talk ku semalam bersama Zulfikar membuat tidurku kurang nyenyak, aku tidak mau kehilangan Zulfikar, aku ingin dia tetap di sini dan bisa menemaniku kapan pun itu. Haha tapi jika di pikir-pikir siapa Zulfikar aku ini? Kenapa keinginanku terlalu muluk dan memaksa.

Langkahku awalnya santai seketika terhenti saat kedua mataku melihat sosok Zaidan duduk di bangkunya.

Hah? Kenapa dia sepagi ini? Seingat aku di jadwal piket tidak ada nama Zaidan, tapi kenapa pria itu bisa muncul di ruangan ini?

Ayolah semua rencana ku pagi ini untuk menenangkan diri nampaknya harus sirnah begitu saja oleh keberadaannya.

Menyadari keberadaanku yang masih terkejut kudengar Zaidan memanggil namaku. Mau tak mau akupun mengarahkan pandanganku ke arah Zaidan yang mengulas senyuman manis.

Iya manis, sangat manis malah, kalo aku sedang dalam kondisi normal mungkin wajahku akan langsung merona merah karena mendapatkan senyuman diabetes itu.

"Gwen?"

Mau tak mau akupun menghampiri bangku ku yang masih satu meja dengannya.

Tidak mungkin kan aku yang tertangkap basah sudah masuk kelas kemudian balik lagi dengan alasan yang tak masuk akal.

Setelah aku duduk di bangku ku, aku lantas melirik Zaidan yang ikut menyerongkan badannya ke arahku, lalu mataku juga melihat sebuah kotak makan yang dia sodorkan di mejaku.

"Ini sarapan buat lo dari Mama." Ujar Zaidan tak lupa dengan senyumannya.

Aku tidak menolaknya karena sarapan ini dari Mamanya, tidak enak kan menolak pemberian dari orang tua, tapi maksudnya aku akan menyimpan makanan ini untuk istirahat karena aku tidak berminat memakannya di hadapan Zaidan.

"Tapi Dan--"

"Hmm yaudah lo makan sekarang, sini deh gue bukain Gwen." Zaidan meraih kembali kotak makannya lalu membuka kotak makan itu dengan santai.

"Maksud gue--"

"Iya iya Gwen, kalo lo males nyendoknya nanti gue suapin ya."

What? Apa dia bilang? Aku kan gak minta di suapin, aku gak mau terjadi apa-apa dengan perasaanku jika aku sedekat ini dengan Zaidan dalam keadaan berduaan.

Namun belum sempat aku menolak kembali, Zaidan sudah menyendokkan suapan pertamanya kepadaku. Dengan terpaksa akupun menerimanya dengan malu-malu.

Sepertinya sudah cukup dia menyuapiku sekali saja, lebih baik aku kembali meminta sendoknya dan memakannya dengan sendiri.

"Emm dan biar gue sendiri aja."

Saat aku akan meraih sendoknya Zaidan dengan sigap menjaukan sendok itu dari jangkauanku. "Udah gak usah Gwen, entar tangan lo kotor."

"Dan tapi nanti ada yang liat gimana?"

"Ya terus kenapa Gwen? Kita kan gak lagi berbuat Zina."

"Tapi nanti kita di sangka--"

"Di sangka apaan Gwen? Di sangka pacaran juga gak papa kok." Ujarnya santai.

Aku yang terkejut mendengar perkataannya lantas terbatuk akibat tersedak makanan yang masih berada di dalam mulutku. Perkataannya memang sederhana, namun mampu membuat jantungku rasanya hampir copot.

Zaidan pun langsung menyerahkan botol minuman kepadaku, tanpa ragu dan malu-malu akupun langsung meneguknya hingga tinggal setengah. Setelah batukku reda akupun bernafas lega dan berharap agar Zaidan tidak akan mengeluarkan kembali kata-katanya  yang mungkin akan lebih parah efeknya dari pada ini.

Saat aku akan menaruh botol minuman di atas meja, jantungku kembali di buat berpacu saat ku lihat tangan Zaidan perlahan mendekat ke arah wajahku.

Oh tidak adegan ini sudah seperti adegan-adegan di film sinetron yang aku tau bahwa si pria akan mengambil nasi yang ada di ujung bibir si wanita. Aduh aku harus apa kali ini? Aku tau ini kesalahan ku karena setelah minum tadi aku lupa tida mengelap mulutku.

Aduh kenapa adegan ini rasanya lama dan mendebarkan? Dan paling nendebarkan lagi saat aku dan Zaidan saling bertatapan cukup lama.

"Em sorry Gwen." Ujar Zaidan setelah mengambil nasi yang berada di ujung bibirku.

Huft aku langsung bernafas lega. Dan mengalihkan rasa gugup ini dengan kembali menyantap sarapannya.

Setelah adegan tadi suasana pun berubah jadi canggung, aku sibuk dengan sarapanku dan Zaidan sibuk dengan buku yang sedang dibacanya.

Disela-sela menyantap sarapan ini, aku sempat berfikir, kenapa sikapku berubah aneh saat sedang bersama Zaidan. Gwen yang ceplas-ceplos dan tak tau malu seolah tergantikan oleh Gwen yang kalem dan malu-malu, aku juga tak tau kenapa aku bisa begini. Sedangkan bersama Zulfikar, Gwen tetaplah Gwen yang seperti dulu.

Ah entahlah aku enggan menambah pikiran lagi. Sudah cukup Zulfikar dulu yang membuat pikiranku tidak tenang.

***

Sesuai night talk ku semalam dengan Zulfikar, saat ini aku aku sedang menunggu di pria itu di depan halte sekolah. Tak berapa lama sebuah mobil berhenti tepat di hadapanku, dan saat pengemudinya keluar aku sontak berteriak kegirangan.

Zulfikar, ternyata ini mobil Zulfikar.

Teriakan ku itu membuat siswa lain yang masih berada di sekitar gerbang sontak mengarahkan pandangannya ke arah kami. Dapat ku lihat pandangan-pandangan penasaran plus kebingungan saat mereka melihat Zulfikar di sampingku.

Oh iya aku lupa, mereka kan tidak tau kalo Zaidan punya kembaran. Saat ini aku hanya bisa tertawa di dalam hati membayangkan pertanyaan-petanyaan yang berkumpul di benak semua siswa itu.

Kok Zaidan bisa se ceria itu ya?

Kok Zaidan bisa di situ pake baju casual si? Kan tadi dia masih di dalem?

Kok Zulfikar keliatan beda gitu ya?

Haha aku dapat membayangkan pertanyaan pertanyaan itu yang mereka lontarkan di dalam hatinya.

"Yaudah yuk Gwen." Ajak Zulfikar kemudian.

"Oh iya yuk Zul."

Kami berduapun memasuki mobil, sebenarnya aku bingung Zulfikar akan mengajakku ke mana, namun sepertinya kebingungan itu tertimbun dalam oleh rasa senangku karena bisa bertemu dengan pria ini lagi.

Gwen (a story about bad girl)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang