2. Teman baru

2K 141 22
                                    

Masih dengan kejadian di gudang, saat semuanya telah muncul dari tempat persembunyiannya masing-masing, salah satu diantara mereka berempat mengampiriku.

Aku pun langsung memasang ancang-ancang gerakan bela diri yang ku pelajari saat SMP. Sungguh aku jadi tidak menyesal saat SMP di paksa ikut karate oleh teman sebangku ku dulu.

"Ngapain lo masuk ke tempat kita?" tanya orang itu.

Matanya menatap tajam ke arah ku. Aku sampai takut pada waktu itu, tapi ingat seorang Gwen tidak boleh takut terhadap apapun. Ancaman ayah pun aku tidak takut, apalagi hanya sebuah tatapan mata dari cowok di hadapanku ini, huh hanya sebuah tatapan.

"Gue gak tau, gue kira tempat ini kosong."

Aku hendak pergi dari tempat itu, lebih baik aku mencari tempat lain dari pada harus membuang waktu berdebat dengan cowok itu. Saat aku telah berbalik, tiba-tiba dia memberikan pernyataan saat itu juga.

"Oke, mulai sekarang ini tempat kita bersama."

Aku berbalik, memberikan senyum miringku ke arahnya. Kemudian dengan antusias aku menjabat tangannya dengan girang.

"Oke. Gak ada adu-aduan kan?"

"See, gue sama temen-temen gue baik-baik aja? Gak ada yang ngadu dan gak ada yang berani ngaduin kita."

Entah kenapa aku tiba-tiba refleks mengikuti cowok itu berjalan ke arah bangku yang tadi sempat aku duduki, di sana ketiga orang lainnya sudah duduk menunggu cowok itu dan aku yang kemudian akan duduk bersama mereka.

"Gue Dion, ini David, yang itu Anton dan yang itu Randy."

Cowok itu memperkenalkan ketiga temannya yang berebut saling memberikan senyuman ke arah ku. Bukannya Kegeeran, tapi itu lah yang terjadi pada waktu itu.

Mereka semua tampan, menurutku mereka semacam geng Badboy yang terkenal di sekolah dengan Dion ketuanya, itu yang ku tebak.

"Lo sendiri siapa? Kayaknya gue baru liat lo di sekolah ini." Tanya Dion kepadaku.

Sembari menjawab, tanganku mengambil rokok yang tadi kumasukkan kembali ke dalam tas. Kulihat diantara mereka berempat ada yang terkejut dan ada yang terlihat biasa saat aku mengeluarkan benda itu dari dalam tas ku.

"Gue anak baru. Nama gue Gwen."

Setelah rokok milikku berhasil menyala, kini giliran mereka yang mengeluarkan rokoknya. Dan kami pun mulai menyatukan asap bersama di ruangan ini.

"Lo ngapain ke sini??" sekarang giliran David yang mengajukan pertanyaan kepadaku.

"Gue gak suka di kelas, jadi gue nyari basecamp."

Kulihat Anton menggeleng atas jawabanku tadi.

"Mulai sekarang lo mau gak masuk geng kita?" tanya Randy kepadaku.

Tanpa banyak pikir, ku anggukkan kepala ku sebagai tanda aku dan mereka menjadi teman. Aku pikir sepertinya mereka akan asik bila di jadikan teman.

Saat aku dan mereka sedang asik mengobrol, tiba-tiba handphone di saku bajuku bergetar cukup lama, itu tandanya bukan sebuah pesan yang masuk, akan tetapi sebuah panggilan.

Ku angkat panggilan itu, kemudian aku sedikit menjauhkan diri dari mereka berempat.

"Hallo, Yah?"

"Kamu dimana? Pak Kepsek bilang kamu belum menghadap kepadanya."

"Memang belum."

"Gwen, turuti perintah Ayah, cepat kamu ke ruang--"

Aku mematikan handphone ku, lalu memasukkannya lagi ke dalam saku bajuku. Setelah itu, aku kembali menghampiri Dion dan teman-teman untuk kemudian berpamitan kepada mereka.

Saat aku sedang memasukkan barang-barangku ke dalam tas, Dion bertanya kepadaku.

"Mau kemana?"

Aku menghela napas kasar, jujur aku sangat malas menjawab pertanyaan itu, aku lebih memilih menyemprotkan minyak wangi yang sengaja ku bawa agar bajuku tidak tercium bau asap rokok. Setelah bau rokok yang menempel di bajuku digantikan oleh bau parfum yang baru saja ku semprotkan, kemudian kumasukkan lagi botolnya ke dalam tas.

Sebelum beranjak, aku terlebih dulu menjawab pertanyaan tadi karena mereka sekarang adalah temanku, jika bukan maka aku tidak akan menjawabnya sampai kapanpun.

"Gue ke ruang Kepsek dulu."

***

Setelah menemui letak ruang kepsek yang berada tak jauh dari ruang guru, aku masuk ke dalamnya. Di sana aku melihat seorang pria tua yang sedang duduk dengan tatapan terkejutnya mengarah kepada aku.

Lagi lagi tatapan itu, Batin ku.

"Tidak punya tangan untuk mengetuk pintu ya? Atau tidak punya mulut untuk mengucapkan salam??"

Aku pun hanya dapat tersenyum cengengesan kepadanya, aku bilang saja lupa. Padahal tidak lupa, itu bukan kebiasaanku jika masuk ke suatu ruangan.

"Lupa Pak hehe."

Pandanganku tertuju pada papan nama yang tedapat di atas mejanya. Tulisannya besar jadi tanpa perlu bertanya aku sudah tau siapa nama dan jabatan orang di hadapanku.

"Nama kamu--"

"Gwen Pak, Galenka Gwen Maesa."

"Oh iya Gwen. Dari mana saja kamu? Kamu tidak menghadap saya sejak pagi."

"Saya dari rumah langsung datang ke sekolah Pak."

Ku lihat Pak Samsul menggelengkan kepalanya. Ya namanya Samsul, jabatannya jangan di tanya, siapa lagi yang berani duduk di singgasana kepsek selain sang empunya.

Btw dia terlihat ramah. Tapi tidak tau nanti setelah dia tau sikap aku yang sebenarnya.

"Maksudnya, setelah sampai sekolah kamu diam dimana?"

"Saya mini traveling Pak, soalnya kan belum tau keadaan sekolah ini."

"Oalah. Bukan waktunya Glen."

"Gwen Pak bukan Glen."

"Iya iya, sekarang kamu masuk kelas. Bapak tidak mau ada siswa yang berkeliaran saat jam pelajaran."

"Siap, Pak." Kataku kemudian bangkit dan memberikan tanda hormat kepadanya.

"Eh eh, memang sudah tau di mana kelas kamu?"

Aku nyengir kembali ke arahnya. Sudah dua kali loh aku nyengir melulu.

"Bapak si gak kasih tau."

"Lah wong kamunya mau pergi aja. Kamu masuk kelas XII. IPS 2."

"Oke, Pak."

Aku pun berbalik untuk menghampiri pintu keluar, namun sayang suara itu terdengar lagi.

"Eh, eh tunggu."

"Kenapa lagi si, Pak?"

"Besok Bapak gak mau lihat baju kamu dikeluarkan, tanganmu pake gelang, rambutmu warna pink, sepatumu warna putih, dan lepaskan kalung anjing mu itu!"

Aku berdecak dalam hati, untuk kali ini iyain aja deh biar cepet. Tapi untuk besok, entah gimana jadinya.

"Ho'oh Pak. Sudah ya pak, saya mau ke kelas."

Akupun melanjutkan langkahku menuju pintu keluar, aku ingin cepat keluar dari ruang ini sebelum mendapatkan siraman rohani pagi dari Pak Samsul. Namun sebelum aku melewati pintunya, aku sempat mendengar Pak Samsul menggerutu seperti ini:

"Aduh Sul, banyakin istigfar punya murid kayak gini."


Gwen (a story about bad girl)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang