8. Hukuman

1.3K 85 2
                                    

Selama satu jam di ruang BK, aku dihajar habis-habisan oleh ceramah-ceramah yang mereka  lontarkan. Padahal aku merasa kasihan kepada mereka yang menceramahiku, sudah lah jangan terlalu membuang tenaga sekaligus membuang waktu untuk menceramahiku, karena mau bagaimana pun semua petuah-petuah yang masuk telinga kananku akan keluar lagi lewat telinga kiriku, kata-kata itu hanya akan aku dengarkan saja, tidak akan aku laksanakan.

"Gwen, kamu ini cewek. Kurangi sikap bandelmu."

Aku hanya menunduk agar terlihat patuh di hadapan mereka, padahal aslinya aku sedang melihat sepatu all star putihku yang terlihat kumal di bawah sana.

Sudah berapa bulan ya gak gue cuci? Tanyaku dalam hati.

"Satu lagi, lepas gelang mu dan kalung anjing mu itu Gwen. Dan hitamkan juga rambutmu itu!"

Aku hanya diam, tidak mau mengiyakan perintah Pak Yogi barusan.

"Kamu baru tiga hari, jangan sampai di hari kelima kamu sudah di DO dari sekolah ini."

Setelah mereka puas menceramahi aku, aku pun di suruh kembali ke kelas.

Namun, sebelum pergi ke kelas, aku terlebih dahulu memikirkan bagaimana nasib seragamku yang bau soto ini.

Sebuah ide cemerlang tiba-tiba melintas di pikiranku, aku lalu membuka handphone ku untuk menyambungkan panggilan kepada Dion. Setelah panggilan terhubung, aku dapat mendengar suara ramai yang di hasilkan dari mulut Randy, Anton, dan David yang membuatku yakin bahwa mereka berempat saat ini sedang berada di basecamp.

"Halo Gwen? Ada apa?"

"Kalian ada yang bawa jaket gak??"

"Gak ada Gwen, adanya baju olah raga."

"Gue pinjem si."

"Yaudah sini, Anton katanya tiba-tiba males ikut olah raga."

"Oke gue otw."

***

Setelah mendapatkan baju olah raga milk Anton, aku langsung menggantinya di kamar mandi. Setelah itu aku berniat untuk kembali ke kelas setelah mengingat bahwa absenku belum diisi pagi ini.

Dan jadilah aku terlihat seperti orang linglung akibat pakaian ku yang tidak cocok untuk di lihat, bawahan rok abu dengan baju olahraga berwarna biru.

Tapi menurutku itu lebih baik, dibandingkan dengan seragamku yang di penuhi noda kuning dengan aroma soto yang menyengat. Soal hukuman, itu gimana nanti, yang terpenting adalah penampilanku.

Sesampainya di depan pintu kelas yang pintunya terbuka, guru yang berada di dalamnya melihat keberadaanku, dia kemudian menyuruhku masuk. Kemudian diintrogasi lagi aku seperti seorang tersangka. Well itu sudah biasa bagiku, datang telat diintrogasi, bolos sekolah diintrogasi, dapat kasus diintrogasi, sudah seperti selebriti saja hidupku ini.

Tapi aku senang diintrogasi oleh mereka, itu artinya mereka kepo dan katanya orang kepo itu tandanya perhatian. Bener kan begitu?

Guru itu memperhatikan ku dengan lekat, lebih tepatnya memperhatikan gaya pakaian ku saat ini. Mungkin dikiranya aku sudah gila.

"Telat terus kamu Gwen." katanya kepada ku, "ini lagi apaan bajunya gak nyambung gini." Kulihat dia memijit pelipisnya seperti orang yang sedang pusing setelah melihat keadaanku.

Kenapa harus dibawa pusing pak, guenya aja biasa aja. Kataku dalam hati.

"Hukumannya, kamu ambilkan buku paket di perpustakaan."

Tanpa rasa dosa, aku memberikan cengiranku ke arah guru tersebut. Tanda damai maksudnya karena hukuman dari guru ini tidaklah ribet.

"Zaidan kamu antar dia, Bapak gak yakin dia bakalan pergi ke perpus."

Ku lihat cowok itu bangkit dari duduknya, ia dia teman sebangku ku yang menyebalkan. Bisa ku tebak sepertinya dia adalah orang kepercayaan para guru di kelas ini.

Kami pun berjalan beriringan menuju perpustakaan, tapi sepanjang perjalanan aku rasa dia tidak menganggap ku ada di sampingnya. Tatapannya terus lurus, dan mulutnya terus bungkam seakan-akan dia sedang berjalan sendirian.

Sesampainya di perpus, kami langsung menuju rak buku paket, untuk mencari buku pelajaran bahasa Indonesia.

Saat itu aku sungguh kesulitan mencari bukunya, karena di sana sangat banyak buku mapel lain yang membuatku kebingungan, namun dia dengan mudah menemukan buku yang kami cari.

Sepertinya benar tebakkan ku sebelumnya, dia itu murid kepercayaan guru, mungkin saking seringnya dia dipercaya mengambil buku sampai-sampai ia hafal dimana letak bukunya.

Setelah dia berhasil mengeluarkan 36 buku dari dalam raknya, dia dengan enaknya melewati tubuhku tanpa membawa sedikitpun buku yang dia tumpukkan di meja.

"Kok gak di bawa?"

Mendengar pertanyaanku, dia pun membalikkan tubuhnya, "Yang dihukum siapa?"

Stress asli, jadi dia menyuruhku membawa seluruh buku-buku ini? Memang dia pikir aku ini apa? Wanita barbel?

Tidak terima akan tindakannya, aku tidak tinggal diam. Ku kejar dirinya yang semakin menjauh meninggalkan ku, setelah itu kutarik seragamnya agar dia membantuku membawa 36 buku itu.

Tapi apa kalian tau bagaimana responsnya?  Dia hanya menepis lenganku yang menarik seragamnya, kemudian pergi begitu saja melanjutkan perjalanannya.

"Bangsat!!" ujar ku datar.

Dengan sangat terpaksa, aku harus melakukan perjalanan bulak balik untuk mengangkut buku paket tersebut. Tidak ada yang berniat menolong ku, semuanya mendadak sepeti batu, terutama si cowok sialan itu. Dia malah tengah asik duduk di bangkunya sembari memperhatikan guru yang sedang menjelaskan.

Saat aku akan mengangkut tumpukan buku terakhir, di depan meja pencatatan aku di hadang oleh seorang guru penjaga perpus yang menggunakan kacamata. Dia lalu berkata begini kepadaku:

"Tolong bilangin ke Zaidan, bukunya harus segera di kembalikan kalo pelajarannya selesai."

"Yang mana, Bu?"

"Itu yang tadi datang ke sini sama kamu. KM sendiri kok gak tau."

Oh ternyata dia KM, batin ku.

"Oh iya Bu."

Gwen (a story about bad girl)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang