25. Jebakan!

840 49 0
                                    

Senin yang cerah dengan matahari yang tersenyum bak putri Indonesia. Namun sepertinya senyuman sang mentari masih kalah cerah dengan senyuman yang bertengger di bibirku. Entahlah rasanya hari ini hari pembuka yang menyenangkan karena tadi pagi aku kembali merasakan duduk bersama Ayah di meja makan untuk menyantap sarapan. Moment yang sangat langka dalam hidupku.

Senyuman yang aku pasang semenjak upacara tadi sirnah begitu saja saat kaki ku berhenti di pintu kamar mandi. Di sana senyumku berubah menjadi amarah saat aku mendapati wanita itu, wanita anggota team Cheer yang selalu menatapku dengan wajah permusuhan. Kali ini tatapanya tak kalah bengis dengan tatapan ia biasanya.

Ah masa bodo, yang ku lakukan hanya fokus pada tujuan awalku untuk mencuci muka sehingga wajah kusamku kembali bersinar lagi.

Dasar perusak mood, senyumanku menjadi luntur akibat mukanya yang begitu bikin mual.

Saat aku melewati tubuhnya, aku dapat melihat dia dari sudut mataku, matanya tak luput dari setiap gerak gerikku, ah matanya sudah mirip mata elang yang lagi ngincer mangsa, tapi sayangnya aku bener-bener gak takut hanya gara-gara tatapan itu. Yang membuatku risih adalah tatapan kedua temannya yang ikut-ikutan menatapku secara tidak biasa, seperti sedang menatap pelakor yang merebut suami sahabatnya.

Setelah selesai dengan kegiatan mencuci muka aku pun membalik diri menuju pintu keluar, tapi yang tak terduga tiba-tiba wanita Cheers itu langsung mencengkram pergelangan tangan ku kuat. Ku tepis tangannya kuat-kuat, namun dia tak menyerah. Dia kembali mencengkram tanganku dengan kekuatan yang lebih kuat lagi.

"Lepas." ujarku dengan sabar.

"Heh lo tu ya!  Gue bilang apa, jangan kecentilan sama Zaidan, lo tuh cuma murid baru."

Aku lantas memutar bola mata,  hanya gara-gara Zaidan? Hellow dia bilang aku kecentilan. Coba liat sekarang! yang dandannya kaya tante girang dia apa aku?

"Gue gak pernah kecentilan ke Zaidan. Lo aja kali yang terlalu berharap." Aku kembali menepis tangannya, "lepas, tangan gue gak cocok di pegang tangan lo!"

Aku pun melanjutkan perjalanan ke arah pintu keluar, namun baru beberapa langkah, ku rasakan nyeri di daerah kepala seperti rasa kulit kepala yang akan lepas dari batoknya. Saat aku berbalik, ternyata tangannya sedang menjambak rambut ku dengan penuh emosi.

Aku yang tak terima lantas menarik rambutku, "ngapain lo jambak-jambak, pengen punya rambut bagus kayak gue?" balas dia dengan tatapan garangku.

"Dasar pelacur! Berani di bayar berapa lo sama Zaidan?"

Mendengar kalimat itu dadaku terasa panas, air mataku perlahan luruh mendengar kata-kata kotor yang dia lontarkan.

Hingga tanpa sadar sebuah tamparan ku layangkan ke arah pipinya.

Plakk.

"Gue gak se kotor yang lo pikir! Gue gak terima lo ngatain itu ke gue anjing!" Aku yang kalap lantas menjambak rambutnya, namun tak berapa lama kedua teman wanita itu menahan tanganku, dan kini kedua tanganku sudah di tahan oleh kedua orang itu.

Kulihat dia tertawa seakan dia pemenangnya kali ini, perlahan dia mendekatiku, memegang pipiku lalu menekannya kuat-kuat hingga aku meringis kesakitan.

Dasar wanita gila, batin ku.

"Heh lo denger baik-baik, pelacur kayak lo gak pantes sama Zaidan, lo bekas om-om kan? Hahah."

Ku lihat dia tertawa seperti orang gila, "yang pantes sama Zaidan cuma gue."

Plakkkkk.

Satu tamparan mendarat di pipiku, panasnya langsung menjalaran menghantarkan cairan itu untuk jatuh dari areanya.

Aku yang kalap langsung menepis kedua cengkraman di tanganku, aku lalu menerjang dia, memberikan tamparan dan pukulan berkali-kali ke wajahnya.

Dari arah belakang aku mendengar, kedua teman wanita itu meminta tolong ke luar kamar mandi, sialan aku di jebak!

Dan saat pandanganku kembali tertuju kepada wanita  yang kini berada di bawahku dia hanya tersenyum licik kepadaku, dengan gestur mulut yang mengatakan, "Mampus lo!"

Tak berapa lama terdengar suara keributan dari luar kamar mandi, dan satu suara bariton milik seseorang yang ku kenal.

"Gwen, kamu lagi kamu lagi, kapan kamu tobatnya Gwen." Ujar Pak Yogi penuh amarah. "Gwen, Zeo kamu ikut bapak ke ruang BK!"

***

Sepanjang perjalanan menuju ruang BK, aku tak luput menjadi bahan tontonan para siswa siswi yang sedang beristirahat.

Wajahku dan wajah wanita itu yang penuh luka menjadi bahan pertanyaan dalam kasus ini. Dan yang aku rasakan hanya rasa amarah yang tersisa dengan sedikit kekecewaan akan sikap ku tadi.

Coba pikir, wanita mana yang akan mematung saat dirinya direndahkan, di bilang pelacur? Semua wanita pasti akan melakukan hal yang sama sepertiku.

Sesampainya di ruang BK aku dan wanita itu langsung di masukkan ke ruang sidang dengan Pak Yogi sebagai juru sidangnya.

Sebelum melayangkan banyak pertanyaan, Pak Yogi menatap kami bergantian secara lekat. Dia kemudian menekan luka yang terdapat di wajah kami, kami pun langsung merising kesakitan.

"Sakit?" Tanyanya tegas.

Jawaban sebenarnya harusnya mengangguk, tapi aku malah menggeleng kan kepala ku.

"Tidak sakit Gwen?" Tanya nya lagi.

Aku lantas kembali menggeleng pasti.

Setelahnya kurasakan Pak Yogi kembali menekan luka ku. "Sakit?"

Aku lalu mengangkat wajahku, "enggak pak, semua itu gak sakit jika di bandingkan saat wanita ini mengatai saya pelacur dan wanita bayaran." ujarku dengan suara lantang dengan jari telunjuk yang mengarah ke wajahnya.

"Apa benar yang dikatakan Gwen, Zeo?"

Aku mencoba memperhatikannya lewat sudut mataku, dia menggeleng pilu, dengan wajah so teraniyaya dia menangis sambil berkata, "enggak Pak, dia bohong. Dia yang tiba-tiba nyerang sayang di kamar mandi, gara-gara saya deket sama Zaidan."

Shit, penuh drama anjing!  bentakku dalam hati.

"Heh lo jangan suka bohong ya, udah jelas-jelas lo yang nyerang gue."

"Gue gak bohong, lo yang jangan ngelak atas apa yang udah lo lakuin."

"Sudah diam!!!"

Ruangan pun kembali hening, yang terdengar adalah suara nafas Pak Yogi yang terdengar menyeramkan.

"Kamu punya bukti kalo Zeo yang nyerang kamu lebih dulu Gwen?"

Aku terdiam, pertanyaan Pak Yogi membuatku mati telak. Aku lantas menggeleng, "kenapa harus meminta bukti pak? Kadang bukti saja tidak cukup Pak."

"Dalam hukum, bukti itu yang paling kuat Gwen."

Tiba-tiba suara wanita itu kembali meyela, "saya punya bukti pak, saat penyerangan di kamar mandi ada Tiara dan Meli di sana."

"Pak bukti bisa berbohong Pak. Apalagi bukti itu dari pihak dia."

"Tapi Gwen, gak ada hal lain yang bisa dijadikan keputusan selain bukti."

Pak Yogi lantas bangkit dari duduknya, "bapak akan panggil Tiara dan Meli, kalian tunggu dulu di ruang tunggu."

Saat Pak Yogi sudah terlebih dulu pergi dari ruangan ini, ku lihat dia tersenyum licik ke arahku.

Gwen (a story about bad girl)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang