20. Annoying.

885 56 0
                                    

Hari ini semangat belajar ku sedikit menurun. Kenapa tidak ada Zaidan rasanya sepi?  Apa karena dia satu-satunya teman yang ku kenal di kelas atau karena aku kehilangan objek jailku?

Intinya rasanya sepi, tidak ada orang yang ku jaili hari ini, tidak ada yang ku buat marah hari ini, dan tidak ada orang yang mengajari apa yang aku tidak bisa hari ini.

Lah, kenapa keberadaan Zaidan jadi berpengaruh besar kepada kehidupanku? Tidak-tidak aku hanya terlalu lebay, aku pasti bisa menjadi lebih baik tanpa Zaidan.

Ya tanpa pria itu aku bisa, lupakan kebaradaan Zaidan walaupun susah. Tapi aku bingung, kenapa siswa lain tidak bertanya-tanya akan ketidak hadiran Zaidan, padahal kan Zaidan adalah bagian dari kelas ini, apa mereka tidak peduli? Bagaimana jika aku yang tidak sekolah, jangan-jangan mereka malah akan mengadakan syukuran atas ketidak hadiranku di kelas.

Saat bel istirahat berbunyi, aku bingung harus berbuat apa saat itu. Ada dua pilihan berat di benakku, pertama jika berdiam diri di kelas, aku pasti akan celingak-celinguk sendirian, tanpa teman atau pun Zaidan. Dan yang kedua, jika aku pergi ke kantin, otomatis aku akan bertemu Dion dan yang lainnya, dan aku pasti akan menentukan pilihan lagi saat itu, ya walau sebenarnya aku kangen kumpul bareng dengan mereka, tapi untuk saat ini aku akan menjauh dulu dari hal-hal yang akan membuatku bersikap buruk kembali.

Kedua pilihan tersebut sangatlah beresiko, tapi sepertinya ada satu pilihan yang aku lupakan, kenapa aku tidak pergi ke perpusatakaan saja, mungkin di sana tempat yang cocok untuk orang tanpa teman seperti ku, toh di perpustakaan tidak di perbolehkan mengobrol juga bukan?

Ya anggap saja ada pilihan ketiga, dan pilihannya adalah pergi ke perpusatakaan saat istirahat. Dan aku pun memilih pilihan ke tiga.

Sesampainya di tempat penuh buku tanpa suara itu, pandangan orang menatapku penuh keanehan, keterkejutan, dan penuh keraguan.

Penjaga perpusatakaan pun sama, nampak terkejut melihat aku datang menyapanya dengan senyuman yang ku lontarkan.

"Kamu sehat Gwen?" tanyanya kepadaku.

Aku tidak tersinggung mendengar pertanyaan seperti itu yang selalu ku dapat jika aku melakukan hal-hal yang tidak biasa ku lakukan.

"Kalo gak sehat gak akan sekolah dong Bu." jawabku dengan senyuman.

Setelah perbincangan dengan Ibu perpus selesai, kemudian aku mencari buku apa yang aku ku baca saat ini. Ku pandangi satu persatu rak yang bertuliskan jenis buku.

Pengetahuan umum

Biologi

Religion

Sepertinya aku tidak ada minat untuk membaca semua buku-buku itu. Mataku mulai menelusuri kembali jenis-jenis buku berdasarkan raknya, dan mataku seketika berbinar saat sebuah rak bertuliskan Fiction tertangkap oleh mataku. Ya setidaknya masih ada buku yang aku sukai diantara buku-buku membosankan lainnya.

Aku langsung mendekati rak tersebut, meneliti satu persatu judul yang terdapat di samping novel-novel tersebut. Dan aku tertarik oleh sebuah novel yang terlihat sudah lama, ku tarik novel tersebut di antara novel lainnya. Lalu aku segera mencari tempat duduk yang terdapat di pojok agar aku bisa konsentrasi saat membacanya.

Setelah bel masuk berbunyi itu artinya aku harus kembali ke kelas, kembali lagi dalam kebosanan dan kesendirian yang akan membuat semangatku semakin loyo. Tapi mau bagaimana lagi, aku tetap harus terlihat baik hingga bel pulang berbunyi.

Hem, kenapa aku merasa aneh kepada diriku sendiri, kenapa hari ini aku seperti orang yang kesepian hanya gara-gara Zaidan tidak ada, padahal setiap hari nyatanya aku selalu sendirian tanpa teman ataupun sahabat. Kenapa aku sekarang menjadi selebay ini? 

Gwen, kamu bukan cewek lebay Gwen, ucapku kepada diriku sendiri.

Hingga bel pulang berbunyi, aku belum mendapatkan balasan pesan dari Zaidan, sebenarnya kemana perginya pria itu?

Apa mungkin dia tiba-tiba pindah sekola? Ah sepertinya tidak.

Apa jangan- jangan dia sedang sakit? Ya mungkin bisa jadi.

Atau ia kecelakaan?

Tidak untuk yang terakhir, jangan sampai kejadian itu menimpa Zaidan, tidak boleh terjadi, jika terjadi bagaimana nasib kegiatan  tutornya nanti.

Oh tidak sepertinya otakku mulai berpikiran yang tidak tidak.

Untuk ke sekian kalinya ku hubungi Zaidan karena penasaran akan keberadaan pria itu yang tidak jelas dimana.

Tidak dengan mengirim pesan kali ini aku langsung menelfonnya, agar cepat dan tidak bertele-tele.

Pada panggilan pertama dan kedua hanya terdengar suara operator yang bebicara di handphone ku, saat panggilan ketiga suara itu berganti dengan suara Zaidan yang terdengar dingin.

"Halo?"

"Lo kenapa gak sekolah? Terus kenapa gak tutorin gue? Itukan tanggung jawab lo, harusnya lo kan bilang dulu sama gue, jangan tiba-tiba alfa gak jelas tanpa keterangan gitu."

Aku tidak langsung mendengar respons Zaidan, tapi hening dulu untuk beberapa saat.

"Zaidan?"

"Gue ada keperluan."

Setelah jawaban itu Zaidan lontarkan, kemudian keadaan menjadi hening kembali.

Aku terbelalak mendengar jawabannya, singkat padat jelas, dan yang membuat kesal adalah ia menjawabnya dengan nada santai dan yang pasti dingin.

Tanpa pamit, aku langsung memutuskan panggilan itu sepihak, bodo amat dengan Zaidan di sana yang kebingungan kenapa panggilan ini tiba-tiba terputus.

Yang pasti aku jadi malas berbicara dengan pria itu.

***

Keesokan paginya di sekolah aku sudah mendapati keberadaan Zaidan kembali, saat aku memasuki kelas dia sudah duduk manis di bangkunya dengan sebuah buku yang sedang dibacanya di atas meja.

Prinsip hari ini: jangan mengawali pembicaraan sebelum dia yang mengawalinya.

Aku ingat prinsip itu baik-baik dalam otakku, tidak boleh mengawali pembicaraan dengannya yang telah membuatku kesal semalaman.

Saat aku menduduki kursi ku yang terdapat di sebelahnya, aku dapat merasakan dia sedikit menengok ke arahku, memperhatikan aku hingga aku selesai mengeluarkan buku untuk mata pelajaran pertama.

Tapi aku tidak menggubrisnya, pandanganku di upayakan tetap fokus terhadap apa yang sedang ku lakukan dan sebisanya agar tidak memandang ke arah orang di sampingku.

Pandangan Zaidan yang memperhatikan ku berhenti saat aku mulai duduk dengan santai, walau aku tidak melihat pria itu, tapi ujung mataku dapat menangkap apa yang sedang ia lakukan, salah satunya memperhatikan aku dengan tampang watadosnya.

Jika aku tidak waras, mungkin sejak tadi aku sudah meluapkan kekesalanku atas percakapan yang terjadi tadi malam.

Namun sepertinya kewarasan sedang berpihak kepadaku, sehingga aku hanya memilih diam hingga Bu Mia datang untuk memulai pelajaran pertama.

Gwen (a story about bad girl)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang