18. Perubahan

908 57 0
                                    

Hari ini sikapku lebih banyak di dominasi oleh diam, sepertinya efek kata-kata Pak Yogi itu membuat diriku berubah diam atau bisa di bilang murung seperti ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini sikapku lebih banyak di dominasi oleh diam, sepertinya efek kata-kata Pak Yogi itu membuat diriku berubah diam atau bisa di bilang murung seperti ini.

Saat pulang sekolah Zaidan berbicara kepadaku, katanya bagaimana jika belajarnya langsung saja sekarang, soalnya nanti malam dia ada urusan.

Ku iyakan saja apa katanya, karena suasana hatiku sedang tidak baik saat ini. Jadinya hari ini aku pulang bersama Zaidan. Sesampainya di rumah, aku langsung duduk di bawah lalu menyiapkan buku untuk pembelajaran hari ini, Zaidan pun sama seperti apa yang aku lakukan.

Sepanjang pembelajaran hari ini aku ikuti dengan tenang, kali ini aku mencoba berdamai dengan apa yang Zaidan ajarkan, mencoba memahaminya walau sebenarnya rasa malas yang mendominasi.

"Yang ini udah ngerti?"

"Lumayan."

"Tumben."

"Apa?"

"Tumben ngerti."

"Gue lagi mencoba berdamai sama diri gue. Gue takut Ibu kecewa sama sikap gue."

Entah ada perintah dari mana, aku dengan entengnya menceritakan masalah hidupku yang aku simpan rapat-rapat kepada Zaidan. Karena yang kurasakan saat ini rasanya berat jika masalahku tidak dibagi, kali ini aku butuh tempat berbagi yang selama ini tidak aku miliki.

"Ya tentu dia kecewa."

"Tapi gue yang lebih kecewa sama mereka. Mereka egois ninggalin gue sendirian."

Nampaknya Zaidan mulai tertarik dengan permasalahan ku kali ini, aku lihat dia menyimpan terlebih dulu buku dan pulpennya untuk mendengarkan diriku berbicara.

"Ninggalin lo?"

"Ibu tinggal di Singapura, Ayah ninggalin gue demi pekerjaannya yang menyita waktu itu. Cuma ada Bi Asih yang nemenin gue, cuma dia orang tua gue sebenernya."

Tidak terasa air bening itu mulai keluar dari mataku, rasanya pedih menjadi diriku ini.

Dari ujung mataku, Zaidan terlihat bingung saat ini, mungkin dia bingung harus bagaimana saat menghadapi orang yang sedang menangis.

"Gue pergi clubbing dan balapan liar itu karena gue gak kuat sama kesendirian yang gue alami di rumah ini."

Tangisan ku semakin deras, aku sudah tidak memperdulikan bagaimana muka jelekku saat menangis di hadapan Zaidan. Yang pasti saat ini yang aku inginkan adalah mengeluarkan unek-unek yang selama ini mengganjal di hatiku.

Di sela-sela tangisan ku, aku dapat merasakan sebuah tangan menyentuh bahuku, mengusap bahuku seakan-akan tangan itu mencoba memberi kekuatan untukku yang saat ini benar-benar terlihat rapuh.

***

Tepat setelah kepulangan Zaidan, Ayah pulang ke rumah. Mukanya terlihat kusut dan lelah, aku tau apa yang membuat Ayah seperti sekarang ini, pasti itu semua karena pekerjaan kantor yang menumpuk dan bikin pusing, di tambah lagi dengan panggilan orang tua yang membuat Ayah semakin pusing.

Gwen (a story about bad girl)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang