Bunyi suara dentingan pisau-garpu diatas piring menemani acara makan malam sepihak yang Jihoon adakan. Ya, karena disini hanya Jihoon yang menikmati hidangan makan malam, sedangkan Saena? Ia hanya meneguk alkohol yang ada didepannya tanpa menyentuh sesuap makanan yang ada didepannya.
"Kau tidak makan?" tanya Jihoon membuka suara.
Saena kembali meneguk alkohol yang ada didekatnya, sebelum menatap Jihoon dengan mendelik. "Katakan saja apa maumu, Park Jihoon?!"
Jihoon mendesahkan nafasnya kasar, Ia meletakan pisau dan garpu yang dipegangnya dan menatap lekat kearah Saena. "Mauku?" tanya Jihoon mengulang pertanyaan Saena. "Jelas saja jika aku ingin kau menjelaskan apa yang terjadi padamu hingga membuatmu seperti ini? Apa ada sesuatu yang salah padaku? Jika iya, katakan! Jangan diam, kau membuatku bingung!"
"Salahmu?" tanya Saena dengan kedua alis yang terangkat, dan sebelah bibir yang menyungging keatas. "Kau tidak salah sama sekali Park Jihoon. Disini aku yang salah karena sudah menyukai Orang sepertimu. Iya aku bodoh karena bisa seperti ini."
"Kau sudah mabuk. Jangan minum lagi."
"Aku tidak mabuk, Park Jihoon." Desis Saena dingin. "Aku sepenuhnya sadar akan ucapanku kali ini. Kau terlalu susah untuk ditebak. Dulu kau begitu dingin, dan tidak memperdulikan sekitarmu. Tapi kali ini, kau begitu posesif dan ya, kau masih dingin hingga sekarang."
"Lee Saena aku tidak mengerti apa yang kau katakan!"
"Kau adalah murid pintar di sekolah, seharusnya kau bisa mengetahui apa yang aku katakan dengan baik."
Saena kembali meneguk alkohol terakhirnya, menggeser kursinya sebelum beranjak dari duduknya tanpa mengatakan sepatah katapun. Ya, itu memang benar adanya. Saena tidak mabuk, memang Dia mengatakan hal seperti itu untuk melegakan hatinya. Ya, tujuan memang seperti itu, tapi nyatanya? Hanya menambah sesak dihati.
"Saena!"
Saena dengan cepat menepis tangan Jihoon yang meraih tangannya, Ia berbalik menatap Jihoon dan menghapus airmatanya kasar. "Kau menangis?" tanya Jihoon.
"Ani! Aku tidak menangis. Untuk apa aku menangis? Jika kau menanyakan kenapa aku menangis, aku tidak tahu. Kau tahu jika aku adalah orang bodoh, jadi aku tidak bisa menjawabnya."
"Jangan bercanda, Lee Saena!" pekik Jihoon seraya menarik rambutnya frustasi. "Cukup membuat sebuah teka-teki yang sama sekali aku tidak mengerti. Dan cukup mengatakan jika dirimu itu bodoh. Kau tidak bodoh!"
"Jeongmal?" tanya Saena miris. "Kalau begitu jelaskan kenapa aku bisa menyukaimu? Bagiku, itu adalah hal terbodoh yang sudah aku lakukan."
"Lee Saena!" pekik Jihoon dengan keras, membuat Saena diam mematung ditempatnya. "Kubilang cukup membuat sebuah teka-teki, aku sungguh tidak mengerti. Dan jika ada yang ingin kau katakan, sekarang katakan."
"Tidak ada yang ingin aku katakan!" jawab Saena tenang. "Hanya satu yang ingin aku katakan padamu. Sore itu aku menunggu seseorang untuk mengajariku, kukira Dia akan datang walaupun telat. Tapi aku salah! Karena Dia tengah berkutat dengan kumpulan wanita dengan paras cantik didekatnya."
Jihoon terkejut akan apa yang dikatakan Saena, terjawab sudah alasan kenapa Saena berubah seperti ini. Itu, tidak sepenuhnya salah tapi tidak sepenuhnya benar.
Saat itu Jihoon memang cukup penat dengan pekerjaan dikantornya, belum lagi Jungkook yang masih meminta untuk dicarikan sekretaris baru untuk partner Ryojin. Saena hanya tidak mengetahui kejadian sebenarnya,
"Saena itu hanya salah paham." Ungkap Jihoon. "Aku hanya tengah melakukan tugas yang diberikan Jungkook. Dia memintaku untuk mencarikannya Sekretaris baru, karena itu aku melakukannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
[6] Take Care, Eunbi | J.J.K
Fanfic[On-going] Hwang Eunbi lelah akan kehidupannya yang digantikan oleh orang lain. Maka dari itu dia melarikan diri dari penthouse miliknya. Memulai kehidupan sebagai seorang Hwang Eunbi, dengan menggunakan penyamaran, itu lebih baik dibandingkan dig...